oleh

1+1+1=Banyak

Oleh: Teddy Fiktorius, M. Pd.

(Guru Bahasa Inggris SMP-SMA Bina Mulia Pontianak, Kalimantan Barat)

 

“1+1=11!” kata seorang anak yang kemudian disambut dengan gelak tawa kawan-kawannya.

“1+1+1=banyak!” seru seorang visioner dan seketika suasana sekelilingnya menjadi hening.

Ilustrasi pertama mengingatkan kita akan humor yang sering terlontar oleh anak sekolah sebagai bahan lelucon. Lantas, bagaimana dengan ilustrasi kedua? Ini bukan sebuah lelucon! Penting bagi kita untuk komentari sisi filosofisnya. Kenapa penting? Pertama, pernyataan matematika yang bernilai salah tersebut mengandung filosofi pendidikan yang bernilai benar. Kedua, filosofi tersebut menentukan kualitas pendidikan anak.

Mari kita tempatkan sudut pandang kita pada penjabaran berikut.

1+1+1=banyak

di mana,

1 pertama adalah keluarga,

1 kedua adalah satuan pendidikan,

1 ketiga adalah masyarakat, dan

“banyak” merujuk pada ragam manfaat yang dapat kita peroleh.

Selanjutnya, mari kita sepakati sebuah istilah untuk formulasi tersebut, yakni formula TSP (Tri Sentra Pendidikan). Formula TSP merupakan perwujudan ajaran Ki Hajar Dewantara pada tahun 1935 tentang konsep keterlibatan tiga lingkungan pendidikan. Konsep harmonisasi tersebut adalah upaya membentuk karakter dan budaya berprestasi anak. Pernyataan ini senada dengan Kotaman (2010) yang menjelaskan bahwa keterlibatan orang tua memberi efek positif pada berbagai aspek pendidikan termasuk pencapaian prestasi di sekolah.

Mengapa penerapan formula TSP yang terkesan jadul mendesak pada zaman NOW? Pertama, secara praktis kita dapat lihat bahwa tidak ada titik temu antara pengajaran di satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat karena seluruhnya telah dipasrahkan ke satuan pendidikan. Sikap pasrah tersebut berimbas pada proses tumbuh kembang anak, satu di antaranya adalah perkembangan emosi. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh International Center for Research on Women (ICRW), sebanyak 75 persen anak di Indonesia mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah.

Kedua, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya penyiapan generasi penerus bangsa tidak hanya pada pemerintah semata, namun juga keluarga dan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud, telah bertindak sigap dengan menerbitkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Payung hukumnya telah ada, namun apakah hal ini mencerminkan optimalisasi pelaksanaan formula TSP?

 

HUT RI ke-73 yang akan kita rayakan dalam waktu dekat ini layak kita jadikan sebagai momentum kebangkitan mutu pendidikan anak. Formula TSP “1+1+1=banyak” layak untuk mendapat perhatian kita bersama. Ketiga lingkungan pendidikan memiliki peran masing-masing serta saling memperkuat satu sama lain. Namun, praktik baik apa yang perlu kita terapkan?

  1. Peran Orang Tua di Satuan Pendidikan

Tugas dan kewajiban orang tua selaku pendidik pertama dan utama tidak terbatas hanya pada lingkungan rumah, namun juga berlanjut hingga di satuan pendidikan. Beberapa tindakan sederhana dapat orang tua lakukan sebagai praktik baik yang berkelanjutan.

Pertama, mengantar dan menjemput anak. Kegiatan ini tidak sekadar antar lalu pergi dan jemput langsung pulang, namun merupakan kesempatan emas untuk menemani anak dan berinteraksi dengan satuan pendidikan. Proses menemani memungkinkan anak untuk merasakan kehangatan hubungan orang tua-anak. Kemudian, proses berinteraksi memungkinkan terciptanya komunikasi dua arah antara orang tua dan warga sekolah maupun orang tua murid lainnya.

Kedua, menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Pertemuan demikian merupakan bagian dari program rutin satuan pendidikan. Pembahasan tentang perkembangan akademis dan non akademis anak serta sosialisasi kebijakan-kebijakan satuan pendidikan merupakan dua agenda penting dalam pertemuan tersebut.

Ketiga, berkenalan dan bertukar kontak dengan orang tua murid lainnya. Interaksi anak di satuan pendidikan tidak terjadi hanya di kelas, namun juga di luar lingkungan satuan pendidikan. Pergaulan anak tersebut memerlukan pengawasan orang tua. Orang tua sewajarnya mengetahui dengan siapa anaknya bergaul. Oleh karenanya, interaksi antar orang tua menjadi hal yang mutlak dalam pengawasan terhadap pergaulan anak.

Keempat, membentuk paguyuban orang tua. Berbeda dengan komite sekolah yang hanya diisi oleh perwakilan orang tua, paguyuban orang tua memungkinkan seluruh orang tua untuk terlibat. Paguyuban tersebut berperan sebagai wadah komunikasi dan diskusi guna mencari solusi atas permasalahan yang dialami peserta didik, orang tua, dan satuan pendidikan.

  1. Peran Masyarakat di Satuan Pendidikan

Keterlibatan masyarakat bisa dituangkan dalam beberapa praktik baik sesuai kapasitas masing-masing.

Pertama, menjadi narasumber di satuan pendidikan. Masyarakat dengan ragam keahlian dan profesi dapat berperan aktif sebagai sumber belajar. Sebagai contoh pembelajaran tentang lingkungan hidup. Masyarakat yang merupakan aktivis lingkungan hidup dapat memberikan kontribusi dengan menjadi narasumber. Konsep belajar langsung dari ahlinya memungkinkan terjadinya pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

Kedua, menyediakan tempat untuk field trip atau studi lapangan. Studi lapangan memberikan pengalaman belajar nyata. Anak-anak terlibat langsung dan menerapkan teori yang diperoleh di kelas. Sebagai contoh pembelajaran terkait transaksi jual-beli. Masyarakat yang memiliki warung atau sejenisnya dapat berkontribusi dengan menyediakan warung tersebut sebagai sumber belajar anak.

Ketiga, menjadi konsultan bagi satuan pendidikan. Keterlibatan masyarakat dapat berbentuk layanan konsultasi dalam berbagai bidang. Misalnya bidang hukum ketika satuan pendidikan menghadapi persoalan hukum. Akan tetapi, peran tersebut tidak menggantikan peran lembaga yang telah ada, misalnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

  1. Peran Satuan Pendidikan

Niat dan upaya orang tua dan masyarakat tidak akan bermakna jika satuan pendidikan tidak memberi ruang gerak. Dengan kata lain, satuan pendidikan perlu menyiapkan program kerja yang mengoptimalkan pelibatan kedua lingkungan pendidikan tersebut. Program tersebut dirancang, dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi sesuai dengan norma, ketentuan, dan kebijakan pemerintah. Misalnya, pada hari pertama masuk sekolah, satuan pendidikan yang diwakili oleh wali kelas memimpin pertemuan dengan orang tua dan perwakilan masyarakat untuk membahas program satuan pendidikan.

Tatkala Tri Sentra Pendidikan berjalan bergandengan tangan, niscaya penyiapan generasi emas menjadi begitu mudah. Praktik-praktik baik dalam bingkai formula TSP terlihat sangat sederhana untuk diterapkan. Sudah waktunya bagi kita untuk mengambil porsi kita masing-masing. Jika tidak saat ini, kapan lagi?

Pada akhirnya, kita bisa tarik kesimpulan bahwa 1+1+1=banyak. Iya, kan?!

Komentar