oleh

Mengenal Lebih Dekat Sejarah Masjid Ageng Surakarta

Ditulis oleh: K.R.T Koes Sadjid Djayaningrat (Admin Jejak Sejarah Mataram)

MASJID adalah Sebuah bangunan yang tidak bisa dipisahkan dari Kraton Mataram Islam, Karena seorang Raja disamping sebagai Kepala Pemerintahan, beliau juga bertindak sebagai Sayidin Panatagama Kalifatullah ( Penguasa Urusan Agama ) dan Masjid menjadi salah satu pelaksana fungsi tersebut.

Masjid Ageng Kraton Surakarta terletak di sisi barat alun alun utara Kraton Surakarta.

Awal mula berdirinya Masjid Ageng tidak lepas dari peristiwa perpindahan pusat Kerajaan Mataram Islam dari Kraton Kartasura ke Kraton Surakarta di Desa Sala tanggal 17 Pebruari 1745.

Setelah sampai di Desa Sala, Sunan Pakubuwana II memerintahkan untuk membuat Masjid sederhana di sebuah lahan di sebelah barat Alun Alun Utara Kraton Surakarta dengan bahan bahan rangka kayu yang dibawa dari Masjid  Kraton Kartasura dan diberikan atap dari tarub. Karena Susuhunan Pakubuwana II akan melaksanakan sholat Jumat bersama para keluarga istana juga para pegawai kraton tepat pada hari ketiga dari kepindahan Kraton ( Serat Babad Kedaton )

Pada tahun Wawu 1689, Susuhunan Pakubuwana III berkenan untuk merenovasi, lebih tepatnya membangun Masjid Ageng menjadi lebih permanen dengan memulai mendirikan saka guru Masjid Ageng.

Kemudian pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana IV dilanjutkan lagi pembangunan Masjid Ageng pada tahun Ehe 1716 Jawa atau 1789 seperti tertulis dalam prasasti yang ditempel di kanan kiri pintu utama Masjid Ageng.

Pada masa Susuhunan Pakubuwana VI juga tercatat pemasangan kembali Mustaka Masjid Ageng yang rusak terkena petir pada hari Jumat Wage 6 Dulkaidah tahun Alip 1755 Jawa atau 30 Mei 1828.

Pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana VII, Masjid Ageng mengalami perbaikan dengan membangun pintu gapura Masjid Ageng dengan gaya Semar Tinandu tercatat dalam Serat Yasan Para Nata renovasi dimulai pada hari Senen Kliwon 27 Sura tahun Alip 1779 atau 2 Desember 1850.

Susuhunan Pakubuwana VII juga memulai  mendirikan Serambi Masjid Ageng pada hari Kamis Wage 19 Besar tahun Be 1784 atau 21 Agustus 1856.

Pada masa Susuhunan Pakubuwana VII juga dibangun ruangan sholat khusus perempuan yang disebut Ruang Pawastren.

Susuhunan Pakubuwana VII berkenan mengganti Mustaka Masjid Ageng dengan Mustaka yang terbuat dari emas seberat 192 ringgit dengan puncak berupa kristal pada hari Sabtu Pon 10 Mulud tahun Wawu 1785 J atau 8 November 1856.

Masih pada masa Susuhunan Pakubuwana VII, dihalaman Masjid Ageng dibuat sebuah penanda waktu Sholat juga Pranata Mangsa untuk para petani dengan berdasar dari bayangan sinar matahari penda tersebut dinamakan Jam Istiwak.

Pada hari Selasa 6 Rabiulakir tahun Wawu 1833, Susuhunan Pakubuwana X mengganti pintu gapura corak Semar Tinandu dengan bentuk gaya seperti ditanah Arab.

Pada masa Susuhunan Pakubuwana X, untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan, beliau memerintahkan menurunkan  Mustaka Masjid Ageng yang terbuat dari emas dan menggantinya dengan Mustaka yang telah beliau pesan dari Eropa, peristiwa tersebut tercatat pada hari Sabtu 21Ruwah tahun Alip 1843.

Pada masa Susuhunan Pakubuwana X dibangunlah sebuah menara setinggi 33 meter yang difungsikan untuk mengumandangkan Adzan. Pembangunan dimulai tahun 1861 J ( tahun 1928 M ) dan diresmikan pada perayaan Tumbuk Yuswa Susuhunan Pakubuwana X ke 64 pada tahun 1930 Masehi.

Pada puncak menara dibuat sebuah ” Makutha Raja ”  sebagai Lambang Seorang Raja harus mampu mengayomi dan melindungi rakyatnya.

Sebelum masuk ke bangunan utama di sebelah kiri pintu ada prasasti dengan huruf jawa.

Isi Prasasti:

” Pemut jumenengipun saka guru kagungan Dalem Masjid Ageng iyasan Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangdjeng Susuhunan Pakubuwana III salebetipun tahun Wawu , angkanipun warsa 1689,

Sinengkalan : Trusing Sarira Winayang Rasa utawi tahun Hijrah 1177, sinengkalan : Sabdaning Pandhita Iku Yekti. Sareng antawis 27 tahun, kaparenging karsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangdjeng  Susuhunan Pakubuwana Ingkang Kaping IV,

Kagungan Dalem Masjid Ageng kabangun malih, jumenengipun saka guru salebetipun tahun Ehe angkaning warsa 1716, sinengkalan : Angraras Temen Pangandikaning Nabi , utawi Hijrah 1204, sinengkalan : Dadi Luhur Manembah ing Allah “

Disebelah kanan pintu masuk ruang utama ada prasasti yang ditulis dengan huruf arab

Isi Prasasti :

Wis Andhawuhake ngadegake Masjid Jami’ iki Hingkang Minulya Ràja Abdurrohman  III, saka astane panjenengane pribadi kaselehake saka guru sing sumeleh ing Lor Wetan saka Masjid, Ngepasi ing dina ahad Dulkoidah taun 1177 Hijriyah, sabanjure diterusake kasampurnane dening para priyagung lan para pemimpin sarta Raja Raja tedhak turune panjenengane, Muga muga Allah paring kasantosan lan pituduh marang marganing kabecikan.

Masjid Ageng Surakarta adalah sebuah Masjid yang berdiri diatas lahan seluas 19.180 meter persegi.

Masjid Ageng terbagi atas tiga ruang yaitu:

1. Ruang Utama

Pada ruang utama berbentuk joglo dengan empat saka guru dan dua belas saka penanggap. Serta beratap tajug susun tiga yang melambangkan kesempurnaan kaum muslim dalam menjalani kehidupannya, yakni Islam, iman, dan ikhsan.

2. Serambi

Serambi berbentuk pendopo limasan klabang nyander atau limasan memanjang, fungsi utama untuk menampung jamaah apabila bangunan utama sudah penuh.

Disamping itu serambi juga digunakan untuk pertemuan para ulama, pengajian, ijab kabul, peringatan hari besar Islam juga dahulu sebagai Mahkamah Agung Islam  atau Peradilan Kraton.

Di serambi diletakkan bedug yang dinamakan Bedug Kyai Wahyu Tengara.

3. Kuncungan

Terletak di bangunan terdepan Masjid. Berfungsi untuk menyambut tamu. Bangunan memiliki atap bentuk limasan

Disamping itu dilingkungan Masjid Ageng terdapat 2 bangunan yang disebut Pagongan, yaitu ruangan yang digunakan untuk membunyikan Gamelan selama sepekan pada saat acara Sekaten. Juga ada Bangunan untuk tempat tinggal abdi dalem yang mengurusi Masjid yang dinamakan Gedang Selirang.

Mengingat Masjid Ageng adalah Masjid milik Kraton Surakarta disamping rutin digunakan sholat, juga digunakan untuk menggelar ritual ritual kraton sebagai sarana Syiar Islam, contohnya sbb:

1. Tradisi Sekaten dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya dibunyikan Gamelan setelah sholat Tarawih.

Pada masa itu gamelan digunakan sebagai media dakwah untuk mengajak orang orang me ngenal Islam.

2. Tradisi Malem Selikuran dalam rangka memperingati 10 hari terakhir puasa Ramadhon. Dimana Laitul Qodar akan datang diantara 10 hari terakhir tersebut.

3. Tradisi Grebeg Gunungan pada hari hari penting Islam sebagai simbol sedekah dari Raja untuk Rakyatnya

Penghulu Kraton Surakarta

Penghulu Kraton Surakarta bertugas sebagai Iman Besar Masjid Ageng Surakarta juga sebagai pengadilan Kraton Surakarta yang mengurusi pernikahan, perceraian, pembagian warisan.

1.Pada masa Sunan PB II, Penghulu Kyai Fakih Ibrahim digantikan Penghulu Tapsir Anom, Penghulu Tapsir Anom digantikan Penghulu Ahmad Tohar.

2.Pada masa Sunan PB III, Penghulu Joko Riyo

3. Pada masa Sunan PB IV, Penghulu Tapsir Anom kemudian Penghulu Tapsir Anom digantikan Kanjeng Kyai Penghulu Martalaya.

4. Pada masa Sunan PB V, KKP Martalaya

5. Pada masa Sunan PB VI, KKP Sumemi

6. Pada masa Sunan PB VII, KKP Sumemi digantikan KKP Dipaningrat. KKP Dipaningrat digantikan Penghulu Tapsir Anom, Penghulu Tapsir Anom digantikan Penghulu Tapsir Anom Ahmad Muslim.

7. Pada masa Sunan PB VIII, Penghulu Tapsir Anom Ahmad Muslim

8. Pada masa Sunan PB IX, Penghulu Mas Penghulu Tapsir Anom, digantikan Raden Penghulu Tapsir Anom.

9. Pada masa Sunan PB X , RP Tapsir Anom digantikan Kanjeng RP Tapsir Anom.

10. Pada masa Sunan PB XI, Penghulu Ageng Tapsir Anom Muhammad Khomar.

11. Pada masa Sunan PB XII, KRHT Tapsir Anom Moch Dasuki, KRT Hasan Kamal

12. Pada masa Sunan PB XIII, KRT Hasan Kamal, digantikan Penghulu Tapsir Anom KRAT Muhammad Muhtarom M.Si, M.Pd I.(****

Komentar