Bengkalis,LINTAS PENA
Sejak di terapkannya Peraturan Menteri Pertanian dan Perkebunan No 98 Tahun 2013 dan UU no. 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, sampai saat ini PT ADEI Plantation & Industri kebun mandau selatan dan mandau utara belum merealisasikan hak warga masyarakat sekitaran areal HGU miliknya.
Salah satunya adalah sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit Pola Kredit Koperasi Primer Anggota atau yang lebih dikenal dengan Pola KKPA. Seyogianya sistem tersebut adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemilik perkebunan kelapa sawit sesuai dengan Permentan no. 98 Tahun 2013.
Padahal penerapan pola KKPA itu sendiri merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi untuk permohonan dan Perpanjangan Hak Guna Usaha Perkebunan. Sampai hari ini masyarakat Desa Koto Pait Beringin tidak ada seorangpun yang mendapatkan haknya dari 20% HGU yang harus direalisasikan oleh PT ADEI P & I.
Menurut informasi dari Kepala Desa Abu Sofyan, bahwa Desa Koto Pait Beringin ± 2000 Hektar wilayahnya masuk dalam kawasan HGU PT. ADEI P & I, Seharusnya dari ± 2000 ha tersebut warga Desa Koto Pait Beringin mendapatkan haknya dengan pola KKPA ± 400 Hektar, tapi kenyataannya satu orangpun warga tidak ada yang mendapatkannya, ini sudah melanggar dari UU no 39 tahun 2014 tentang perkebunan pasal 20, pasal 20 A ayat 1, pasal 21 dan permentan no 98 tahun 2013 serta diperkuat dengan Instruksi presiden no. 8 tahun 2018.
Oleh sebab itu maka permohonan perpanjangan izin HGU PT. ADEI P&I harus dipending dan ditinjau ulang kelapangan, karena belum terealisasinya 20% dari HGUnya untuk masyarakat Koto Pait Beringin.
Sanksi bagi pemilik perusahaan perkebunan yang melanggar UU diatas juga tidak tanggung-tanggung, disamping denda, izin HGU nya juga bisa dicabut, namun hal itu sepertinya bukanlah menjadi hal yang harus dipikirkan oleh perusahaan raksasa milik asing tersebut, karena kenyataannya sampai sekarang Senin 25 – 01 – 2021 warga Desa Koto Pait Beringin tidak ada yang mendapatkan hak mereka dari PT. ADEI P&I yang berkantor di Jl. Lintas Duri – Pekanbaru Km. 101, Desa Semunai, Kab. Bengkalis Provinsi Riau itu.
Seharusnya pola KKPA sudah berjalan sejak 2013 lalu sebagai perubahan dari sistem Kebun Plasma untuk masyarakat, ungkap salah seorang warga.
Pihak perusahaan sampai saat ini akan menerapkan sistem bapak angkat, artinya kebun milik masyarakat itu nantinya DIREPLANTING dengan dibiayai oleh perusahaan, selanjutnya ditanami, dan dirawat oleh perusahaan tetapi kemudian masyarakat diminta membayar lagi keperusahaan dengan sistem cicilan.
Sebagian besar masyarakat tidak setuju akan hal itu, karena lebih baik mereka manfaatkan program DANA HIBAH untuk REPLANTING dari PEMERINTAH yang ada sekarang, dan mereka tidak harus menanggung beban hutang.
Yang tidak disetujui oleh masyarakat bukan tentang bayaran cicilannya, tetapi penerapannya itu yang tidak tepat menurut mereka, seharusnya penerapannya mengacu ke UU 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Pasal 20, Pasal 20A ayat (1),pasal 21, dan Pasal 33, salah satunya adalah perusahaan perkebunan harus mengeluarkan 20% dari HGU mereka untuk masyarakat, lalu pengelolaannya boleh berupa koperasi sesuai PERMENTAN no.98 Tahun 2013 melalui pola KKPA.
Fungsinya hampir sama saja dengan sistem Plasma, pola KKPA atau kebun rakyat tujuannya untuk menyetarakan ekonomi masyarakat sekeliling areal HGU perusahaan, karena dengan adanya perusahaan perkebunan, ruang gerak masyarakat akan sangat terbatas sementara PT ADEI P & I sudah memiliki izin HGU sejak tahun 1991.
Dari zaman Orde Baru pun sudah ada aturan untuk pola KKPA, hanya namanya saja yang berbeda, sampai saat ini tidak pernah ada mereka terapkan, saya sudah puluhan tahun disini, belum ada penerapan mereka untuk sistem itu, jadi diduga selama 30 ( tiga puluh ) tahun ini PT. ADEI P&I telah melanggar aturan dari undang – undang, ini harus ditindak tegas dan diberi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku di NKRI, tutupnya ( ZUL ).
Komentar