Oleh : Kendra Rodiyansah, S.Pd.( Guru SDN Rancabendem Kota Tasikmalaya)
AMANAT Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (1) : “Setiap warga negara memperoleh hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, ayat (2) : “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Dalam pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa “Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”.
Amanat Undang-Undang tersebut sangat jelas dan tidak ada alasan bagi pihak sekolah khususnya SDN Rancabendem untuk tidak memfasilitasi peserta didik berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensinya ke arah yang lebih baik. Sebagai guru biasa di SDN Rancabendem, tentunya saya merasa tertantang ketika menemukan peserta didik yang memang berbeda dari peserta didik pada umumnya dilihat dari berbagai aspek. Menyikapi hal tersebut, koordinasi langsung saya lakukan dengan guru-guru yang lain dan Kepala Sekolah bahwasannya di SDN Rancabendem ditemukan peserta didik berkebutuhan khusus sehingga kami memilih memberikan layanan dalam bentuk inklusif bagi peserta didik tersebut.
Sebagai guru kelas biasa, saya secara pribadi berusaha mencari informasi mengenai penanganan peserta didik berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif, alhamdulillah saya berhasil mengikuti Bimtek Guru Pembimbing Khusus yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Berbekal dari hasil Bimtek tersebut, saya berkolaborasi dengan rekan guru yang lain untuk memberikan layanan kepada peserta didik berkebutuhan khusus di SDN Rancabendem.
Beberapa langkah kolaboratif yang saya lakukan dalam memfasilitasi peserta didik berkebutuhan khusus di SDN Rancabendem adalah sebagai berikut :
- Identifikasi peserta didik berkebutuhan khusus, dengan menemukenali seluruh gejala yang dimunculkan oleh peserta didik (terutama hambatan dalam belajar) menggunakan instrumen identifikasi. Hal tersebut dilakukan melalui observasi dan wawancara;
- Asesmen peserta didik berkebutuhan khusus, yakni menindaklanjuti hasil identifikasi tersebut dengan kegiatan asesmen salah satunya dengan instrumen yang cocok dengan hambatan belajar yang dimiliki oleh peserta didik berkebutuhan khusus. Asesmen yang diberikan bisa asesmen akademik, asesmen non akademik dan asesmen perkembangan;
- Menyusun planing matrik, yakni program layanan kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung sehingga kondisi aktual peserta didik berkebutuhan khusus hasil asesmen bisa dipetakan;
- Melakukan adaftasi kurikulum, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan belajar peserta didik berkebutuhan khusus sehingga RPP yang disusun pun RPP akomodatif artinya RPP yang memfasilitasi peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus;
- Menyusun program pembelajaran individual bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Setiap anak yang terlahir ke dunia ini unik dan memiliki potensi, tugas kita sebagai pendidik mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak dengan memberikan layanan pembelajaran dalam upaya mencapai kualitas hidup sehingga To Live, To Love, To Play, To Work bisa kita ciptakan dengan baik bagi seluruh peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.***
Komentar