oleh

Dampak Covid-19 Terhadap Kebijakan Moneter Indonesia

Oleh: Sainey A. Bojang (Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis,  Universitas Muhammadiyah Malang)

APA itu kebijakan Moneter ? Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara untuk mengendalikan jumlah uang beredar dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan moneter dapat secara luas diklasifikasikan sebagai ekspansif atau kontraktif. Alat termasuk operasi pasar terbuka, pinjaman langsung ke bank, persyaratan cadangan bank, dan mengelola ekspektasi pasar—tergantung pada kredibilitas bank sentral.

            Otoritas moneter biasanya diberi mandat kebijakan untuk mencapai kenaikan yang stabil dalam PDB, menjaga pengangguran tetap rendah, dan mempertahankan nilai tukar mata uang asing (valas) dan tingkat inflasi dalam kisaran yang dapat diprediksi. Otoritas moneter di Indonesia adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia diberi mandat untuk mencapai dan menjaga kestabilan nilai Rupiah, didukung oleh undang-undang. Namun, pada tanggal 1 Juli 2005, Bank Indonesia menarapkan kerangka kebijakan moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF). Bank Indonesia mernerapkan Framework ini agar mencapai kestabilan nilai tukar rupiah.

            COVID-19 didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru yang sekarang disebut sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2. Pertama kali terdeteksi setelah serangkaian kasus penyakit pernapasan yang tidak diketahui di Kota Wuhan, Area Hubei, Cina. Awalnya dirinci ke WHO pada 31 Desember 2019. Penyakit ini kemudian dinyatakan oleh WHO sebagai pandemi dunia pada 30 Januari 2020. Pada 11 Maret 2020, WHO mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi global. Penunjukan pertama sejak mendeklarasikan influenza H1N1 sebagai pandemi pada tahun 2009. Penyebaran covid-19 sampai ke Indonesia dan menimbulkan banyak masalah di Indonesia, orang jatuh sakit, terbunuh, terkunci dan sebagainya.

            Variabel pandemi Covid-19 mempengaruhi stabilisasi nilai tukar Rupiah . Variabel seperti Kasus Covid-19, Kematian, dan Penyembuhan serta kebijakan penanganan pandemi. Ada korelasi negatif dengan Kasus, Kematian, dan Penyembuhan Covid-19 serta kebijakan penanganan pandemi dengan nilai tukar rupiah. Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah M2, inflasi, jumlah kematian akibat Covid-19, semakin meningkatkan memperlemah nilai tukar rupiah. Kebijakan penanganan pandemi cenderung melemahkan posisi nilai tukar rupiah. Secara relatif, pemberlakuan masa transisi new normal ternyata paling menekan nilai tukar rupiah. Sejak Februari 2020, nilai tukar mata uang Indonesia terus melemah terhadap dolar AS. Pelemahan mata uang Indonesia didorong oleh kekhawatiran investor global atas penyebaran COVID-19.

            Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang diselenggarakan pada 16-17 Desember 2020 para Gubernur memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, dan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,00%, Suku bunga Lending Facility sebesar 4,50% . Keputusan Gubernur tersebut dalam upaya mendukung pemulihan ekonomi, namun keputusan tersebut juga berdampak pada prakiraan inflasi yang rendah.

            Selanjutnya, Bank Indonesia akan melanjutkan operasi moneter langsung untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif. Sementara itu, Bank Indonesia menyesuaikan perhitungan Macroprudential Intermediation Ratio (MIR) dengan memperluas pendanaan dan pembiayaan cabang bank asing untuk kemajuan ekonomi nasional lebih lanjut. Selain itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan elektronifikasi pencairan program bansos dan transaksi keuangan pemerintah daerah.(***

Komentar