Oleh: Pesona Negeri
Hampir semua orang Indonesia, terutama yang tinggal di daerah Jawa, mengenal kisah hidup Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Nama ini pernah sangat melekat di hati rakyat, terutama rakyat sepanjang Anyer- Panarukan, karena kekejamannya pada suatu masa di sekitar tahun 1808 – 1810.
Sebutannya pada waktu itu beragam. Herman Willem Daendels dijuluki sebagai Raden Mas Galak, Raden Guntur dan Marsekal Besi.
Herman Willem Daendels disebut” bertangan besi ” yang berarti sangat kejam pada saat menjalankan mega proyeknya membangun jalan yang menghubungkan ujung Barat dan Timur Pulau Jawa.
Dalam buku sejarah Indonesia disebutkan bahwa Herman Willem Daendels menerapkan sistem kerja rodi, yang memaksa rakyat Indonesia untuk bekerja tanpa upah, dan siapa pun yang membangkang, maka akan dijatuhi hukuman berat, bahkan tembak mati.
Salah satu tugu peringatan mengenai kerja rodi ini ada saat kita melewati Cadas Pangeran, yang juga merupakan jalur yang termasuk dalam mega proyek Jalan Anyer – Panarukan.
Di buku-buku sejarah memang belum pernah temukan mengenai kehidupan lain sang Gubernur Jenderal ini selain kehidupan keras seorang tentara. Demikian juga kisahnya pada saat Herman Willem Daendels mendarat di daerah Anyer, setelah menempuh perjalanan panjang dari benua Eropa, setelah hampir satu tahun lamanya (10 bulan) berlayar.
Pendaratan Herman Willem Daendels Yang
Pertama Kali di Pulau Jawa
Siapa menyangka bahwa ternyata Herman Willem Daendels mendarat pertama kali di Anyer tanpa adanya pengawalan yang berarti.
Konon kabarnya Herman Willem Daendels hanya ditemani seorang ajudan. Herman Willem Daendels berangkat secara diam-diam di bulan Maret 1807 setelah mendapat perintah langsung dari raja Belanda pada saat itu, Louis Napoleon yang masih merupakan saudara dari Napoleon Bonaparte.
Keberangkatannya yang sembunyi-sembunyi ini dilakukan supaya tidak diketahui oleh pihak Inggris, karena keberangkatannya ke Pulau Jawa ini mempunyai misi khusus untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Herman Willem Daendels berangkat melalui Paris, kemudian ke Lisbon dengan menaiki kapal Amerika setelah mengubah namanya menjadi H.W. van Vlierden.
Dari Lisabon berlayar menuju Pulau Kanari dan selanjutnya menuju Pulau Jawa.
Herman Willem Daendels mendarat di Anyer, dan menuju Batavia melalui perjalanan darat untuk menemui Gubenur Jenderal yang pada saat itu berkuasa, Albertus Wiese.
Pada tanggal 14 Januari 1808, Herman Willem Daendels menerima kekuasaan baru sebagai Gubenur Jenderal Hindia Belanda.
Mega Proyek Ambisius dari Herman Willem Daendels : Jalan Anyer – Panarukan
Ada cerita bahwa Jalan Anyer- Panarukan yang terbentang sepanjang kurang lebih 1.000 km ini sesungguhnya bukan membangun jalan baru secara keseluruhan, tetapi membangun jalan untuk menghubungkan jalan-jalan yang telah ada sebelumnya. Jalur Anyer – Batavia, menurut het Plakaatboek van Nederlandsch Indie jilid 14, sudah ada sebelum kedatangan Daendels. Jalan itu sudah ada dan hanya tinggal meratakan dan mengeraskan jalannya saja.
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels mulai membangun jalan dari Buitenzorg (Bogor) menuju Cisarua dan seterusnya sampai Pekalongan. Jalur dari Pekalongan hingga Surabaya juga sudah ada, tetapi sangat sempit.
Diketahui pada tahun 1806, Gubernur untuk Pantai Timur Laut Jawa sudah menggunakan jalan ini pada saat membawa pasukan dari Madura ke Cirebon. Peranan Herman Willem Daendels hanya memperlebar jalan yang sudah ada agar dapat dilewati dengan baik.
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels juga memerintahkan pembukaan jalan dari Surabaya hingga Panarukan yang menjadi pelabuhan ekspor paling ujung Jawa Timur. Mungkin itu sebabnya jalan sepanjang 1.000 km, selain karena kedisiplinan, sikap keras serta kekejaman Herman Willem Daendels, dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun, yang pada waktu itu merupakan sebuah prestasi yang sangat luar biasa.
Tapi betulkan Herman Willem Daendels mempekerjakan tenaga pribumi tanpa upah? Disebut dalam salah satu sumber dari Majalah Historia, ternyata Daendels menerapkan sistem kerja upah. Direktur Jenderal Keuangan pada saat itu, Van Ijsseldijk menyiapkan dana untuk upah pekerja dan mandor, peralatan, dan juga konsumsi.
Herman Willem Daendels menyiapkan dana sebesar 30.000 gulden namun dana ini tidak mencukupi. Menurut berita dari Majalah Historia ini, besarnya upah disesuaikan dengan beratnya lokasi.
Konon kabarnya ada bukti-bukti pemberian dana ke level prefek (setingkat residen) dari pemerintah, kemudian dari prefek ke para bupati. Tetapi dari bupati ke para pekerja, belum ditemukan bukti.
Diberitakan pula saat pembangunan jalan di daerah Sumedang yang medannya cukup sulit karena harus membelah batuan cadas, Herman Willem Daendels memerintahkan komandan pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya, setelah mendapat laporan dari Pangeran Kornel yang meminta pengertian Herman Willem Daendels atas penolakan para pekerja melanjutkan pembuatan jalan di daerah Sumedang.
Bebatuan cadas digempur dengan tembakan artileri dan berhasil diratakan dan pekerjaan dapat dilanjutkan. Herman Willem Daendels juga mengundang semua Bupati di pantai utara Jawa, pada bulan Juli 1808 saat dana 30.000 gulden yang disediakan habis.
Dalam pertemuan di Semarang ini, Herman Willem Daendels menyampaikan bahwa proyek pembuatan jalan harus terus berlangsung karena kepentingan mensejahterakan rakyat. Herman Willem Daendels memerintahkan para Bupati untuk menyediakan tenaga kerja dan para pekerja yang bekerja untuk pembangunan jalan. Para bupati juga bertanggung jawab untuk menyediakan segala kebutuhan pangan bagi para pekerja.
Tujuan pembuatan Jalan Raya Pos ini adalah untuk mempercepat informasi dan sebagai upaya menghalangi Inggris dari merebut Pulau Jawa. Tetapi hal itu bukan alasan utama dari Herman Willem Daendels. Pembangunan jalan ini juga bermotif kepentingan ekonomi karena yang dipilih adalah Anyer sebagai titik awal dan Panarukan sebagai titik akhir.
Anyer pada masa Kesultanan Banten sangat terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Banyak kapal pedagang internasional singgal di Pelabuhan Banten Lama.
Pada masa Herman Willem Daendels, Sultan Banten diminta untuk mengerahkan rakyatnya untuk membantu pembangunan pelabuhan militer di daerah Panimbang Pandeglang dan membantu pembangunan jalan di Anyer.
Banyak percabangan jalan dari jalan utama yang juga dibuat pada masa Herman Willem Daendels. Jelas hal ini untuk mempermudah pengangkutan rempah-rempah dari seluruh pelosok Anyer untuk dikirim ke Belanda sebagai upeti. Demikian juga Panarukan yang berfungsi sebagai pelabuhan ekspor. Manfaat dari pembuatan jalan ini adalah produk-produk dari pedalaman akan semakin banyak yang dapat diangkut menuju pelabuhan-pelabuhan, sehingga produk-produk ini tidak membusuk di gudang-gudang setempat.
Sebagai contohnya adalah kopi yang berasal dari pedalaman Priangan, komoditi ini sering tertimbun dan membusuk di gudang-gudang kopi di Sumedang, Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Kopi yang dapat diangkut semakin banyak ke pelabuhan-pelabuhan di Cirebon dan Indramayu, sehingga otomatis menggerakan roda perekonomian.
Jalan ini juga mengubah waktu tempuh secara signifikan. Sebelumnya jarak tempuh dari kota Batavia ke Surabaya ditempuh kurang lebih 40 hari, dengan adanya Jalan Raya Post ini dapat dipersingkat menjadi 7 hari. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat untuk Belanda.
Selain alasan ekonomi ini, ada strategi militer dan politik. Pada saat datang, Hindia Belanda menjadi satu-satunya koloni Belanda yang belum jatuh ke tangan Inggris, Herman Willem Daendels menyadari bahwa kekuatan Belanda tidak mungkin untuk menghadapi pasukan Inggris. Herman Willem Daendels bertindak cepat, selain membangun jalan yang akan mempercepat pengerahan tentara dari satu tempat ke tempat lainnya, Herman Willem Daendels juga membangun beberapa rumah
sakit, pabrik senjata, pabrik meriam, sekolah militer dan benteng pertahanan. Namun semua itu tidak mampu membendung Inggris untuk menguasai Hindia Belanda.
Di satu sumber disebutkan bahwa Herman Willem Daendels memang sangat kejam, tetapi di sumber yang lain terlihat sisi humanisnya dan kepintarannya mengatur strategi ekonomi, militer dan politik. Dan itu sebagian karyanya yang dilakukannya saat menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda. Jalan Raya Post menjadi salah satu peninggalannya yang tetap dipakai hingga sekarang.
Kehidupan Herman Willem Daendels Sebelum Menjadi Gubernur Hindia Belanda
Herman Willem Daendels lahir di sebuah kota di Belanda pada 21 Oktober 1762. Hattem nama tempat itu, berada di provinsi Gelderland, Belanda. Berjarak sekitar 81 km dari ibukota Belanda, Amsterdam, dan berjarak 127 km dari kota Den Haag.
Terlahir sebagai putra dari Burchard Johan Daendels, seorang walikota (sebagian sumber menyebut sekretaris walikota), dan Josina Christina Tulleken. Sebelum menjadi tentara, Herman Willem Daendels mempunyai banyak pekerjaan. Awalnya dia bekerja di perusahaan manufaktur batu bata sambil menyelesaikan kuliah di bidang hukum, kemudian menjadi pengacara di Hattem pada tahun 1781.
Herman Willem Daendels bergabung dalam kelompok politik, mendukung kelompok Patriot dan ikut memimpin pergerakan kaum Patriot menentang kelompok Orange, kelompok yang mendukung William V, Pangeran Orange.
Pada tahun 1787 Herman Willem Daendels ikut dalam peperangan melawan tentara Prusia, pada saat itu Prusia menyerang Belanda untuk mengembalikan kekuasaan Raja William V. Herman Willem Daendels kemudian melarikan diri ke Perancis, setelah kelompot Patriot yang didukungnya berhasil dipukul mundur.
Herman Willem Daendels kembali ke Belanda pada tahun 1794 sebagai seorang Jenderal dalam pasukan tentara revolusioner Perancis. Herman Willem Daendels membantu politisi melancarkan 2 kali kudeta pada tahun 1798 di bulan Januari dan bulan Juni 1798. Herman Willem Daendels mengajukan 2 tahun cuti tanpa upah pada tahun 1800, setelah adanya invansi Anglo-Rusia di provinsi Noord-Holland, dan kembali ke Hattem, 2 tahun kemudian atas keinginannya sendiri. Herman Willem Daendels kemudian mengundurkan diri dari tentara dan memutuskan untuk menjadi seorang petani di De Dellen, Heerde. Pada masa ini Herman Willem Daendels tinggal bersama anak dan istrinya di De Dellen House.
Pada saat Belanda menjadi kerajaan, tahun 1806, Herman Willem Daendels bergabung kembali dengan militer setelah dipanggil Raja Belanda, Raja Louis Napoleon yang merupakan adik kandung Napoleon Bonaparte, dengan pangkat Jenderal. Herman Willem Daendels
kemudian berhasil mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Pada tahun 1807, atas saran Kaisar Napoleon, Bonaparte, Raja Louis Bonaparte mengirim Herman Willem Daendels ke Hindia Belanda sebagai Gubenur Jenderal Hindia Belanda.
Pada saat itu Herman Willem Daendels menuju Hindia Belanda dengan menggunakan nama samaran H.W. van Vlierden, yang tidak lain adalah nama keluarga dari istrinya, Alieda Elisabeth Reinera van Vlierden.
Kisah Cinta Daendels & Alieda van Vlierden
Kisah hidup dan kisah cinta Herman Willem Daendels memang tidak ditulis secara lengkap dan banyak tidak ketahui orang. Dari data yang ada nama istri dari Herman Willem Daendels adalah Alieda Elisabeth Reinera van Vlierden, putri dari pasangan Constantius Vlierden dan Petronella Geertruida Greve.
Sama seperti kisah cinta Romeo dan Juliet,
kisah cintanya juga terhalang karena suhu ketegangan meningkat antara Partai Patriot
dan Partai Orange. Herman Willem Daendels merupakan pendukung dari Partai Patriot yang dianggap sebagai kelompok pemberontak oleh orang Belanda, sedangkan Alieda van Vlierden
datang dari keluarga yang merupakan tentara sejati, pendukung dari Partai Orange.
Dikisahkan Herman Willem Daendels akhirnya membawa lari Alieda van Vlierden, pada suatu malam pada bulan Agustus 1787.
Herman Willem Daendels bersama Alieda van Vlierden meninggalkan Hattem melalui sebuah gerbang di tembok selatan dari kota Hattem
yang di kemudian hari gerbang kota itu dikenal dengan sebutan Daendelspoortje. Pada saat itu Alieda van Vlierden masih berusia 19 tahun.
Mereka melangsungkan pernikahan di Lage, Jerman, tanpa restu kedua orang tuanya.
Dari pernikahannya ini mereka mempunyai
15 orang anak, 5 diantaranya meninggal dunia Dari 15 anaknya terdapat nama A.D. Daendels atau Auguste Derk Daendels yang menjadi pemrakarsa nama jalan Daendels di Jalur Selatan Pulau Jawa, namun jalan raya ini hanya sebatas di daerah Jawa Tengah. Jalan Raya ini menghubungkan beberapa kota diantaranya adalah Bantul, Purworejo, Kebumen hingga Cilacap.
Antara tugas dan Cinta
Kedatangan Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda membawa dua misi utama dari Louis Napoleon, yaitu membela Jawa dari serangan dari Inggris dan membuat pemerintahan bersih di Hindia Timur. Yang harus dihadapi Daendels di Jawa, selain ancaman serangan dari Inggris, juga adanya ketidak-efisienan keuangan dan korupsi dalam pemerintahan kolonial Belanda.
Selain membangun Jalan Raya Post, dan jalan yang menghubungkan desa-desa dengan Jalan Raya Post, Herman Willem Daendels juga ikut menyusun kembali administrasi pemerintahan. Dibentuknya badan-badan seperti kehakiman, perpajakan, keuangan, dan membuat beberapa undang-undang yang ketat.
Herman Willem Daendels membuat berbagai kebijikan untuk memberantas korupsi. Para pejabat negara dilarang terlibat dalam bisnis perdagangan, juga tidak boleh menerima suap, aturan timbangan barang juga diatur, termasuk juga penetapan bobot minimum.
Herman Willem Daendels juga memberlakukan larangan penebangan kayu liar (ilegal logging). Penebangan kayu jati di Utara Jawa Tengah dilarang. Di kota Semarang, Herman Willem Daendels juga mengeluarkan peraturan untuk melestarikan hutan.
Korupsi dianggap sebagai salah satu tindak pidana. Pegawai yang korupsi dan tindakan menyalahgunakan aset negara akan divonis dengan hukuman mati.
Herman Willem Daendels berusaha menaikan gaji karyawan. Ia beranggapan bahwa korupsi terjadi karena rendahnya upah. Para bupati diberikan sebidang tanah sebagai gaji atas kesetiaannya pada Belanda yang pada zaman sebelumnya Bupati tidak pernah mendapat gaji. Herman Willem Daendels juga membuat peraturan baru yang menyebutkan pemberian gaji kepada semua pegawai, termasuk Bupati dan para staff.
Akhir Kisah Hidup Sang Gubenur Jenderal, Herman Willem Daendels
Herman Willem Daendels dipanggil pulang dan kekuasaannya diserahkan kepada Jan Willem Janssens. Banyaknya pejabat yang tidak suka dengan aturan yang diterapkan oleh Herman Willem Daendels. Mereka membuat laporan bahwa Herman Willem Daendels memperkaya diri sendiri dan memberlakukan kerja rodi dalam pembangunan Jalan Raya Post yang menghubungkan Anyer – Panarukan.
Sebenarnya Herman Willem Daendels sendiri juga melaporkan laporan kerjanya langsung ke Perancis, sehingga bukti-bukti dari semua aktivitasnya banyak tersimpan di Perancis. Sedangkan di Belanda, banyak informasi yang menyudutkannya, sehingga Herman Willem Daendels dianggap sebagai biang penyakit.
Di salah satu sumber disebutkan bahwa pemanggilan pulang Herman Willem Daendels ini sehubungan dengan rencana penyerangan ke Rusia. Napoleon Bonaparte memerlukan seorang jenderal yang handal dan pilihannya jatuh pada Herman Willem Daendels.
Setelah kembali ke Belanda, Herman Willem Daendels kemudian ditugaskan memimpin kesatuan legium asing Perancis yang berisi tentara-tentara dari raja-raja sekutu Perancis.
Begitu pentingnya Herman Willem Daendels, Napoleon Bonaparte menyambutnya dengan permadani merah di Istana Tuiliries, Paris.
Herman Willem Daendels kemudian bergabung kembali dengan tentara Perancis dan ikut serta dalam penyerbuan ke Rusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo, dan Belanda kembali menjadi negara bebas, Daendels menawarkan diri berbakti pada Raja Willem I.
Sayangnya Raja Willem I yang diliputi oleh rasa ketakutan bahwa Herman Willem Daendels akan menjadi seorang pemimpin oposisi yang membahayakan istana, karena track recordnya menjadi pemimpin kelompok Patriot yang sangat revolusioner. Pada tahun 1815, akhirnya pemerintah Belanda menunjuk Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Koloni Belanda di Afrika, bernama Gold Coast yang sekarang menjadi Ghana. Sekali lagi Herman Willem Daendels meninggalkan keluarganya menuju ke benua Afrika.
Di Gold Coast, Herman Willem Daendels juga mencoba menata ulang daerah koloni Belanda dengan menata ulang perkebunan orang Afrika yang sudah bobrok. Di Gold Coast, Herman Willem Daendels berambisi menghubungkan jalan antara Elmina dan Kumasi di Ashanti. Pemerintah Belanda memberikan bantuan dan menyediakan budget untuk rencana proyeknya yang sangat ambisius. Di lain pihak, Herman Willem Daendels juga melihat peluang bahwa penunjukannya sebagai Gubernur Jenderal Gold Coast adalah satu kesempatan untuknya membangun monopoli bisnis pribadi.
Hanya sayang, sebelum rencananya terlaksana, Daendels juga harus menyerah pada penyakit malaria yang akhirnya merengut hidupnya.
Herman Willem Daendels meninggal dunia di Elmina Castle atau St. George d’Elmina. Jurnal Elmina sedikit memberikan catatan mengenai penyakit Herman Willem Daendels.
Dalam jurnal tersebut dituliskan pada tanggal
2 Mei Herman Willem Daendels meninggal dunia dan pada tanggal 3 Mei, jam 4 sore, jasad Herman Willem Daendels dikebumikan ditandai dengan 15 kali tembakan salvo.
Herman Willem Daendels dikebumikan di Central Tomb, pemakaman Belanda di kota Elmina. Sedangkan istrinya Alieda van Vlierden
meninggal dunia di Hattem pada tahun 1848, 30 tahun setelah kematian dari Herman Willem Daendels.
Perjalanan Hidup Herman Willem Daendels
Begitulah dua sisi kehidupan sang jenderal bernama Herman Willem Daendels,
Dicaci sekaligus dipuji. Dibenci di negerinya sendiri, tetapi menjadi kepercayaan Napoleon Bonaparte di Perancis.
Entah yang mana yang benar..?!!
Apakah memang Herman Willem Daendels itu sangat kejam seperti yang diceritakan dalam sejarah ? Ataukah Herman Willem Daendels juga masih memiliki rasa kemanusiaan ?
Tetapi melihat kisah romantisnya pada saat melarikan Alieda van Vlierden yang kemudian menjadi istrinya, mungkin sebetulnya Herman Willem Daendels juga termasuk pribadi yang hangat. Tetapi karena pekerjaannya Herman Willem Daendels juga merupakan pribadi yang tegas dan enerjik dan kadang keras sampai berlaku kejam juga.(****
Komentar