BATHARA Kathong atau Raden Djoko Piturun adalah putra dari Raja Majapahit Brawijaya V dan merupakan adik dari Raden Patah, Raja Demak. Pada 1481 M Raden Parah dinobatkan sebagai seorang Sultan di Demak maka Adipati Terung mulai melakukan Islamisasi di kawasan Jawa bagian Timur. Ketika Islamisasi di Ponorogo itulah adipati yang masih beragama Hindu-Budha dibawa untuk menghadap Raden Parah ke Demak untuk di-Islamkan. Ketika itulah perlahan-lahan Majapahit Brawijaya termasuk Bethara Kathong mulai memeluk Islam. Salah satunya juga para wali berupaya membujuk Brawijaya agar memeluk Islam dengan menawarkan seorang Putri Campa untuk diperistri.
Bathara Kathong mendapatkan tugas untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Wengker (Ponorogo jaman dulu), masih dibawah kekuasaan Majapahit. Penguasa wilayah wengker ini adalah Ki Ageng Kutu atau Suryongalam yang dinilai melakukan perlawanan kepada Majapahit. Ki Ageng Kutu merasa bahwa Raja Majapahit Brawijaya V mulai mengakomodasi kepentingan Islam dalam pemerintahannya. Kritik itu kemudian membuat Ki Ageng Kutu membuat sebuah sarkastis berupa Reog. Dadak merak dalam reog dimana kepala harimau merupakan simbol kekuasaan Majapahit ditunggangi burung merak yang merupakan simbol pesolek atau perempuan. Dengan kata lain Majapahit dianggap banci oleh Ki Ageng Kutu dan reog itu ditampilkan di paseban kerajaan Majapahit. Raden Brawijaya marah dan mengutus putranya, Bathara Kathong untuk ke wilayah Ki Ageng Kutu.
Singkat cerita, Kia Ageng Kutu lenyap dalam sebuah pertempuran dan diyakini menghilang pada hari Jumat Wage di sebuah pegunungan daerah Wringinanom, Sambit, Ponorogo. Bathara Kathong menjelaskan kepada masyarakat Ponorogo bahwa Ki Ageng Kutu telah moksa dan akan terlahir kembali di kemudian hari. Ada kemungkinan bahwa pernyataan ini merupakan upaya untuk meredam amarah warga atas meninggalnya Ki Ageng Kutu.
Sepeninggal Ki Ageng Kutu, Bathara Kathong mengumumkan diri sebagai bathara atau manusia setengah dewa karena pada saat itu masyarakat Ponorogo masih mempercayai kepercayaan dewa-dewi sehingga Bathara Kathong memperoleh nama Bathara. Atas perintahnya, hutan setempat dibabat dan bangunan-bangunan mulai didirikan sehingga penduduk pun mulai datang untuk bermukim. Daerah tersebut dinamai Prana Raga (prono rogo) yang kemudian berkembang menjadi ponorogo. Seterusnya, unsur-unsur perlawanan dihilangkan dari kesenian reog dengan menampilkan cerita tentang Kerajaan Bantar Angin.
#SenimanNU #ReogPonorogo #Ponorogo #Seni #Aswaja #Ahlussunnahwaljamaah #IslamNusantara #Nahdliyin
Seniman NU
Komentar