oleh

Seni Pertunjukan Sunda di Era Pandemi dan Endemi Covid-19

Penulis: Dr. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S.(Dosen Filologi pada Departemen Sejarah dan Filologi,Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran)****

KITA menyadari bahwa manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa, yang menjadi pembeda dari makhluk lainnya. Itu sebabnya manusia mampu mengemukakan perasaan dan pikirannya melalui bahasa dan beragam unsur seni. Seni sebagai salah satu unsur budaya  selayaknya dijaga, dilindungi, dan dilestarikan, bahkan dioptimalisasikan eksistensinya, agar tidak  punah. Peran dan fungsi seni pertunjukan Sunda  di masa pandemi Covid-19, seakan mati suri, sehingga eksistensi dan kreativitasnya tidak bisa ditampilkan, yang mengakibatkan pelaku budaya banyak yang kehilangan mata pencaharian dan penghasilannya. Padahal, terasa atau tidak, peran dan fungsi seni sangat memengaruhi keadaan lahir batin kita.

Peran dan fungsi seni dalam kehidupan sehari-hari mampu menyenangkan dan berguna (dulce et utile), yang estetis serta rekreatif. Isinya  mencakup nilai kehidupan dan kemanusiaan, yang mampu memberikan kenikmatan, kepuasan, serta memberikan kesegaran tubuh, pikiran, dan jiwa, yang sangat diperlukan saat pandemi, untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh. 

Karya seni dikatakan memenuhi fungsinya, apabila aspek dulce  dan utile  tidak hanya hidup berdampingan, melainkan berpadu mesra. Seni juga mengungkapkan nilai-nilai kemanusiaan, yang melingkupi hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekelilingnya, maupun  dengan Tuhan-Nya.

Beragam karya seni muncul seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, yang banyak memengaruhi eksistensinya.  Seni Pertunjukan  Sunda yang berkembang di masyarakat saat pandemi cukup banyak yang dipentaskan terbatas di ruangan dan di luar panggung atau di media sosial, di antaranya: Réog, Calung, Angklung (Séréd, Buncis), Ibing ‘tari’ (klasik dan modern), Kacapian ‘Kecapian’, Tembang Cianjuran, Kawih (Anggana Sekar & Rampak Sekar), Kakawihan, Kaulinan Barudak, Degung, Kliningan, Celempungan, Terbang Gembrung, Terbang Sejak,  Beluk, Gondang, Pantun, Sintrén, Tarling, Ronggéng, Gunung, Sisindiran, Kentrung, Dongdang, Seni Gambang, Karinding, Penca Silat, Tagoni ‘gambus’, Wayang Golék, Wayang Cepak, Bajidoran, Sisingaan, Kuda Rénggong, Ketuk Tilu, Longsér, dan seni lainnya.

Peran dan fungsi seni Sunda di masyarakat,  meskipun banyak mengalami ‘krisis’ berkaitan dengan sepinya pentas sehubungan dengan pembatasan sosial, baik dalam skala besar maupun kecil, serta acara-acara hajatan yang tidak diperbolehkan adanya kerumunan,  langsung maupun tidak langsung memengaruhi pendapatan  para seniman dan keluarganya. Banyak seniman yang beralih profesi demi mendapatkan penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah, hal itu tidak mencukupi.  Maka dari itu, para seniman mencari solusi  agar dapat tetap ‘hidup’, melalui kreasi dan pementasan lainnya secara daring, maupun media sosial lainnya. 

Seni pertunjukan yang dinikmati saat Pandemi Covid-19, baik secara langsung maupun melalui daring (Wesing, StarMaker, Smule),  memiliki fungsi individu dan sosial. Seni sesuai dengan fungsinya secara individu bermanfaat untuk kebutuhan pribadi individu itu sendiri, yang berupa pemenuhan kebutuhan fisik karena  manusia pada hakekatnya adalah makhluk homofaber, yang memiliki kecakapan untuk mengapresiasi keindahan dan pemakaian benda-benda. Selain itu, seni juga berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan emosional, karena  setiap manusia memiliki sifat yang beragam. Pengalaman hidup seseorang sangatlah memengaruhi sisi emosional atau perasaannya. Manusia dapat merasakan semua itu karena di dalam dirinya terkandung dorongan emosional yang merupakan situasi kejiwaan pada setiap manusia normal. 

Untuk memenuhi kebutuhan emosional, manusia memerlukan dorongan dari luar dirinya yang sifatnya menyenangkan,  memuaskan kebutuhan batinnya. Seperti yang dilakukan melalui seni suara, berupa video pertunjukan. Selain karena suatu kebutuhan, hobby, dan untuk menenangkan dan menyenangkan diri sendiri, juga akhirnya mendapat apresiasi dari orang lain atau masyarakat pendengar dan yang melihat pertunjukan keahliannya dalam bernyanyi. Seseorang yang memiliki estetika lebih banyak,  maka ia memiliki kepuasan yang lebih banyak pula. Sedangkan seniman adalah seseorang yang mampu mengapresiasikan pengalaman dan perasaannya dalam sebuah karya seni yang diciptakannya. Hal ini juga diyakini olehnya sebagai sarana memuaskan kebutuhan emosional dirinya, yang membuat dirinya senang, puas, dan gembira. Fungsi emosional tersebut di masa Pandemi Covid-19 dapat meningkatkan daya tahan atau kekebalan tubuh. Seni pertunjukan juga memiliki fungsi Sosial, yang bermanfaat  untuk  pemenuhan  kebutuhan sosial suatu individu, yang meliputi: fungsi religi/keagamaan, sebagaimana dilakukan oleh masyarakat adat, baik melalui upacara adat atau tradisi yang saling beriringan dengan religi atau kepercayaannya (Angklung Buncis, Angklung séréd, Terbang Sejak, Terbang gembrung, juga Gambang).

Di masa Endemi Covid-19 saat ini, semoga seni pertunjukan tradisional Sunda bisa kembali berjaya dan berkiprah sesuai dengan eksistensinya, agar para pelaku seni dan budaya tetap eksis dan ikut serta ngaraksa, ngariksa, tur ngamumulé budaya Sunda, agar nonoman Sunda ‘generasi muda’ tidak pareumeun obor ‘ketinggalan jejak’, sehingga musnah ditelan zaman.      (****

Komentar