oleh

“Agar Pekerjaan Halal, Berkah, dan Manfaat “

Oleh: Ustadz Ruyatman Permana Al-Bantani (Mudirul Ma’had Ponpes Salafi Riyadhoh Kalam Syifa Banten) 083819339450

SALAH satu cara untuk meningkatkan ketaqwaan dan rasa kehambaan kita kepada Allah SWT adalah dengan saling menganjurkan untuk bekerja mencari nafkah.Dengan bekerja mendapatkan rejeki untuk keluarga, sifat tamak kita pada pemberian orang lain, dan minta dibelaskasihi oleh orang lain, dapat menjadi berkurang.

“Berkurang” dalam hal ini bukan berarti kita tidak membutuhkan uluran dan bantuan sesama, sehingga kita layaknya manusia yang dikuasai oleh ego diri.

Tidak demikian.

Kita sebagai seorang individu, tidak akan pernah hidup sendiri. Kita senantiasa tetap membutuhkan uluran pertolongan dan kerjasama dari sejawat kita, saudara kita, teman kita, dan lain sebagainya.

Sebagaimana ini diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW, saat beliau hendak melakukan dan memulai dakwah di masyarakat, beliau pertama kalinya mencari sahabat.

Sahabat untuk berbagi suka dan duka dan saling mendukung demi tegaknya kalimat Allah SWT di muka bumi.

Dengan bekerja, hati kita menjadi tenang. Pikiran kita menjadi tenang. Tenang karena tidak diliputi oleh pernik rintangan keduniaan yang mencegah seorang hamba dari melakukan penghambaan atau ubudiyah kepada Allah SWT

Beliau Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas ibn Malik radliyallahu ‘anhu :”Hampir-hampir, penyakit hasud iri hati mengalahkan derajat/pangkat yang dimiliki seseorang. Dan hampir – hampir, kefakiran menghantarkan pada kekufuran.”

Kekufuran merupakan buah dari terhijabnya seseorang dari menghamba kepada Allah disebabkan mementingkan kehidupan duniawi.

Seolah dunia bagaikan tuhan yang kedua baginya. Itulah sebabnya disebutkan sebagai “hampir-hampir” oleh Rasulullah SAW. Untungnya, ada kejadian dunia yang tidak mampu ditahan oleh seorang hamba.

Penyakit, menurunnya daya penglihatan, pendengaran, kekuatan, adalah bagian dari dunia yang tidak mampu dihalangi oleh seorang hamba. Sehingga karenanya, Allah SWT tetap menjadi yang paling utama dan diutamakan dalam penghambaan.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Muflih daam Kitab al-Adab al-Syar’iyyah, dan disandarkan pada sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda :“Barangsiapa mencari kehidupan dunia dengan jalan halal, karena niat menjaga kehormatannya dari suatu masalah, dan niat usaha menafkahi keluarganya, menyantuni tetangganya yang kekurangan, maka kelak ia akan datang di hari kiamat dengan wajah bagaikan bulan di malam purnama.

Dan barangsiapa mencari dunia dengan jalan halal, namun karena niat menumpuk-numpuknya, maka kelak ia akan bertemu dengan Allah dengan kondisi dibenci oleh-Nya.”

Dalam hadits, Rasulullah SAW menganjurkan bagi orang yang bekerja, yaitu agar kita meniatkan diri untuk mencari rezeki yang halal. Meski demikian, kita tidak boleh lupa agar memperbaiki niat bahwa kerjanya tersebut adalah semata untuk menjaga kehormatan diri dan agamanya, menafkahi keluarganya dari hasil kerja yang baik, serta tidak lupa untuk berderma kepada sesama.

Ini semua berlaku untuk rezeki yang halal. Masih ada ancaman, yaitu bahwa bagi seseorang yang bekerja hanya karena niat menumpuk harta, maka kelak akan bertemu dengan Allah SWT dengan kondisi dibenci. Barangsiapa dibenci AllahSWT, maka sudah pasti neraka tempatnya kembali.

Alkisah, Nabi Dawud alaihissalam suatu ketika pergi meninggalkan kerajaannya. Kemudian, salah satu dari pelayannya, yang dengan setia mendampinginya, ditanya mengenai kisah perjalanan beliau itu.

“Wahai pemuda ,

Bagaimana pendapatmu tentang Dawud?”

Lantas orang yang dipanggil pemuda itu menjawab:

“Sebaik-baik hamba.

Dia memiliki sebuah pekerti yang belum pernah diketahui selama ini.”

Orang itu lalu bertanya:

“Apa itu?”

Pemuda itu menjawab: “Suatu ketika, ia memakan harta dari baitu al-mal-nya kaum muslimin. Karena sebagai raja, ia boleh mendapatkan gaji darinya. Namun, ketika itu ia menerima wahyu bahwa ‘betapa Allah SWT mencintai seorang hamba yang makan dari hasil jerih payahnya sendiri, dari buah tangannya sendiri.

Selepas menerima wahyu itu, beliau bersegera beranjak menuju mihrab tempat ia bersujud, sambil menangis tersedu, sambil merenung dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala:

“Wahai Tuhanku,

Ajarkanlah kepadaku sebuah pekerti yang bisa aku kerjakan dengan tanganku dan mampu menghindarikan aku dari harta baitu al-malnya kaum muslimin!”

“Lantas doa Nabiyullah Dawud alaihissalam dikabulkan oleh Allah SWT.

Allah SWT mengilhamkan kepadanya untuk membikin baju besi dan menundukkan besi. Bahkan, di tangannya, besi yang keras dapat menjadi bubur yang siap dibentuk sesuai keinginannya.

Sejak saat itu, setiap kali ia selesai melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, ia bekerja membikin baju besi, lalu dijualnya ke pasar. hasilnya , ia pergunakan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.”

Kisah Dawud ini kemudian diabadikan oleh Allah subhanahu wata’ala di dalam Al-Qur’an al-Karim, Surat al-Saba  ayat 10-11.

Allah subhanahu wata’ala berfirman :“Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami.

Kami berfirman : ‘Wahai gunung – gunung dan burung-burung .

Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,’ dan Kami telah melunakkan besi untuknya.”

“Yaitu buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Di dalam Al-Qur’an Surat al-Anbiya’  ayat 80, “Allah SWT juga mengisahkan tentang pekerjaan Nabi Dawud ‘alaihi al-salam, dengan firman-Nya:

“Dan Kami ajarkan pula kepada Dawud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Sudahkah kamu bersyukur kepada Allah?”

Gambaran dari kisah ini, menjadi penjelas bagi tema kultum Subuh ini, yaitu hendaknya kita berburu rezeki yang halal.Jangan hanya yang halal, tapi yang lebih menyelamatkan. Jangan sekadar yang menyelamatkan, tapi juga harus yang membawa manfaat, untuk diri, keluarga, dan masyarakat.

Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak menyelamatkan diri kita, di dunia dan akhirat!

Apalah artinya rezeki yang halal, jika tidak mampu membawa manfaat! Sungguh, sebaik-baik diri seorang hamba adalah yang paling bermanfaat buat manusia lainnya!Sebaik-baik hamba di sisi Allah, adalah yang paling bermanfaat buat sesamanya.

Demikian itu merupakan teladan dari Nabi Muhammad SAW. Maka sebagai umatnya, hendaknya kita meneladani kisah-kisah mulia di atas, supaya kita tercatat sebagai sebaik- baik hamba.

Semoga bermanfaat dan membawa berkah bagi kita semua, serta bisa menjadi penyebab kita untuk meningkatkan ibadah, ketaqwaan, keimanan, dan menjauhi segala larangan.

Wa billahit taufik wal hidayah.

Komentar