oleh

Andre Vincent Wenas : Pembangunan Infrastruktur dan Pemberantasan Korupsi, Dua Agenda Besar Ekonomi Yang Harus Dilanjutkan

JAKARTA—“Fungsi dari eksistensi negara adalah mendistribusikan keadilan sosial disamping meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Keduanya, distribusi keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan, harus berjalan beriringan secara harmonis, tak boleh dipisahkan,” ujar Andre Vincent Wenas, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia dalam keterangannya Senin, 3 Juni 2024.

Ia diminta mengomentari topik pembicaraan Seminar Nasional Jesuit Indonesia yang bertajuk “Prospek Ekonomi Indonesia di Era Pemerintahan Baru: Tantangan, Peluang dan Catatan”. Seminar yang diselenggarakan pada Kamis, 30 Mei 2024 lalu itu menghadirkan Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Prof. Franz Magnis Suseno.

Tantangan riil di Indonesia saat ini adalah hambatan teknis dan non-teknis, “Soal teknis misalnya ketersediaan infrastruktur yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya secara memadai. Ini sedang dikerjakan secara komprehensif oleh kabinet Presiden Joko Widodo dan nanti akan dilanjutkan oleh kabinet Prabowo-Gibran. Dan soal non-teknis, lebih ke soal mental, misalnya terbongkarnya banyak kasus korupsi. Ini proses pembusukan yang harus terus dilawan,” kata Ketua DPP PSI itu lebih lanjut.

Sebelumnya Prof. Franz Magnis Suseno mengatakan dengan nada keras, “Kita perlu memperhatikan bahaya, jangan-jangan kita mengalami pembusukan dalam perekonomian, kemerosotan demokrasi menjadi oligarki yang makin korup di mana kekayaan negara menjadi pasar swalayan bagi mereka yang bermodal.”

“Sepakat dengan Romo Magnis, proses pembusukan dalam bahasa latin disebut dengan ‘corruptio’ adalah deviasi atau penyimpangan yang signifikan dari arah distribusi keadilan sosial. Keadilan sosial telah disabotase oleh mereka yang egois dan rakus merebut hak warga negara lainnya. Paus Fransiskus mengatakan, ‘corruption is paid by the poor’, korupsi ditanggung oleh si miskin,” kata Andre. 

Sedangkan Menkeu Sri Mulyani Indrawati menekankan pada kehadiran negara dalam mendistribusikan keadilan sosial dan dalam meningkatkan kesejahteraan umum.

Sri Mulyani menjelaskan, “Market memang tidak menyelesaikan masalah keadilan dan inklusivitas. Market itu hanya bekerja untuk efisiensi dan alokasi resources. Jadi, semua negara tidak boleh membiarkan market bekerja sendiri karena akan terjadi eksploitasi. Di dalam masa kolonialisme itu disebut colonialism dan eksploitasi, itu selalu basisnya kapitalisme dan pure-market-mecanism. Maka, untuk menyeimbangkan negara harus hadir.”

Terhadap hal ini PSI sependapat, “Kita tidak boleh membiarkan market bekerja sendiri seperti difahami oleh liberalisme atau pun neo-liberalisme dalam ekonomi. Di situlah tanggung jawab sosial negara untuk melakukan intervensi manakala diperlukan. Seperti misalnya kebijakan pembangunan infrastruktur yang bisa membuka isolasi daerah-daerah tertinggal, membangun konektivitas antar daerah yang selama ini terabaikan. Juga policy hilirisasi yang mendapat tekanan hebat dari negara-negara asing, ini dengan tekad bulat bakal terus dijalankan. Maju terus.”

“Akhirnya kita harus terus membangun infrastruktur. Bangun baru maupun merawat yang sudah ada. Ini sebagai wujud pembangunan fisik yang nyata dalam perspektif keekonomian. Dan pemberantasan korupsi, dengan membiarkan pejabat-pejabat yang korup itu untuk berurusan dengan aparat, tak ada yang ditutupi dan dilindungi. Infrastruktur hukum seperti RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi harus segera disahkan,” pungkas Andre Vincent Wenas menutup keterangannya. (REDI MULYADI)***