Kota Tasik,LINTAS PENA
Sederet nama calon Kapolri pengganti Jenderal Pol Idham Azis sempat beredar di media sosial beberapa waktu lalu.Lima nama telah diberikan Mahfud MD selaku Ketua Kompolnas ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Namun kemudian Presiden Jokowi menunjuk Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri pengganti Idham Aziz yang segera pension pada 1 Februari 2021.
Munculnya satu nama sebagai calon tunggal Kapolri, yakni Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo tersebut menimbilkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama kaitannya dengan faktor usia karena dianggap “melangkahi” para seniornya dari berbagai angkatan kelulusan Akpol dan sisi keyakinan karena beliau beragama non-muslim.
Dengan adanya pro dan kontra tersebut, LINTAS PENA menghubungi mantan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol (Purn) Dr. H.Anton Charliyan,MPKN untuk dimintai komentarnya.”Masalah pro dan kontra di negara ini saya kira hal biasa. Termasuk saat ini soal calon tunggal Kapolri yang sedang ramai diperbincangkan. Tapi kalau lihat dari prosedur, pergantian Kapolri dinilai sudar procedural. karena sebelumnya Bapak Presiden Jokowi sudah meminta kepada Kapolri maupun kepada Kompolnas untuk mengajukan calon calon sehingga muncul 5 orang calon, dengan pangkat bintang tiga (Komisaris Jenderal) dan terakhir kemudian muncul satu nama. “ujarnya
Hal terpenting,menurut Anton Charliyan, pengganti Kapolri merupakan Hak Prerogratif Presiden. Ini sesuai dengan Undang Undang Kepolisian No.2 Tahun 2002 bahwa Kapolri bertanggung jawab kepada Presiden dan kemudian Presiden mengangkat calon Kapolri dengan mengajukan persetujuan DPR RI dan selama 20 hari paling lambat DPR DRI harus memberikan jawaban menurut Pasal 11. “Demikian pula dalam Pasal 38 bahwa dalam pengganti calon Kapolri itu harus disertai dengan pertimbangan dari Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) memberikan pertimbangan pengusulan calon Kapolri. Semua itu sudah dilakukan sesuai prosedur. Kalaupun sekarang muncul satu nama, itupun atas dasar usulan Tim Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri dan Kompolnas .Dalam hal penentuan calon tunggal Kapolri, Presiden Jokowi melibatkan tim yang kredibel , sebelum diajukan ke DPR RI. Tak perlu dipermasalahkan lagi.”jelasnya
Adapun soal usia calon seorang Kapolri , lanjut mantan Kadiv Humas Polri ini, untuk menjadi seorang calon Kapolri itu salah satu syaratnya adalah berpangkat jenderal (bintang satu, bintang dua dan bintang tiga). Tidak ditentukan masalah umur.”Pak Listyo Sigit Prabowo sendiri kan sudah bintang tiga (Komjen).Jadi,masalah usia baik muda maupun muda bukan merupakan kendala untuk memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bahkan di TNI dulu, ada yang menjabat Panglima TNI berumur 40 tahun,”tegas Anton Charliyan.
Kemudian bicara soal keyakinan, Anton Charliyan mengungkapkan, bahwa kita ini bukan negara berdasarkan agama atau religi. Negara kita ini bhineka tunggal ika. Jadisiapapun juga pemimpinnya tidak ada hubungannya dengan masalah keyakinan,karena yang penting berke-Tunan-an Yang Maha Esa, ,mempunyai keyakinan sesuai dengan agama yang diyakini sebagai sebuah agama yang diakui di Indonesia sendiri.
Bahkan di Kapolri sendiri ,dulu pernah yang menjadi Kapolri dari non-muslim, misalnya Jenderal Widodo Budidarmo tahun 1974 – 1978 atau Jenderal Hoegeng Iman Santoso sosok Kapolri yang fenomenal karena kejujurannya (9 Mei 1968 – 2 Oktober 1971). Keduanya berlatar belakang agama non-muslim. “Jadi, masalah keyakinan juga menurut saya, tidak perlu diperdebatkan dan dipermasalahkan. Begitu pun di tubuh TNI, dulu yang menjabat Panglima TNI ada nama Jenderal Panggabean ,Jenderal LB Murdani, Jenderal Poniman dan lainnya.Toh system dan kesatuan bisa berjalan dengan baik.”katanya.
Hal penting bagi seorang calon Kapolri, menurut Anton Charliyan, yakni punya satu ideologi, punya satu visi yang ingin membangun Polri mandiri, profesional dan proporsional. “Saya meyakini, calon tunggal Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo akan bersikap profesional dalam memimpin Korps Bhayangkara dan dapat mengayomi masyarakat, yang tentu saja sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bagaimana membentuk profesionalitas dari institusi Polri dalam mengayomi dan melindungi masyarakat dengan proporsional dan ideal,”pungkas tokoh masyarakat Jawa Barat ini. (REDI MULYADI)***
Komentar