oleh

Anton Charliyan: “Budaya Sebagai Pintu Gerbang Emas Menuju Kejayaan Indonesia”

Kota Tasikmalaya,LINTAS PENA–– Kebudayaan bagi Anton Charliyan tidak hanya sebuah identitas semata. Secara alamiah Anton Charliyan mendalami kebudayaan dari panggilan jiwa diri sendiri atas apa yang telah beliau lihat saat di Singkawang, Kalimantan Barat banyak orang-orang Tionghoa masih memelihara budayanya hingga saat ini.

“Padahal sejak 400 tahun yang lalu orang-orang Tionghoa mulai menginjakkan kaki di Singkawang Kalbar Indonesia kemudian hidup berkeluarga bahkan nikah dengan orang-orang Indonesia sendiri. Namun sebagai  kelompok minoritas kecil, ternyata masih mampu merawat dan memelihara budaya leluhurnya sendiri yakni antara lain masih sigap memainkan Seni Barongsay dll , dan yang lebih luar biasa mereka semua masih fasih & lancar menggunakan bahasa induk mereka bahasa ” Ke dan Tio Chu ” sampai saat ini untuk berkomunikasi dg sesama kelompok warganya “jelas Abah Anton, panggilan akrab Anton Charliyan,

Hal itu yang membuat mantan Kapolda Jawa Barat tersebut tergugah untuk ikut bisa menjaga dan merawat Budaya Nusantara,   khususnya budaya Sunda, karena beliau terlahir sbg entitas Suku Sunda ( sebagai salah satu entitas yang tergolong mayoritas di Indonesia ).

Apalagi melihat kenyataan saat ini , khususnya di Wilayah Depok , Tangerang , Bekasi & Bogor , yang notabebe merupakan wilayah yang berbasic budaya Sunda. Sungguh sangat disayangkan sekali, bahwa  anak anak& masyarakat di wil tsb, sudah jarang yg bisa berbahasa Sunda sebagai bahasa induk mereka.                 Ternyata perkara mayoritas dan minoritas bukanlah suatu hal yang penting , untuk bisa memelihara dan merawat budaya .

            bagi anton charliyan   ,terlebih di indonesia yang begitu  beraneka ragamnya perbedaan etnis budaya dan tradisi , hal ini bila tidak bisa dikelola dengan bijak akan menjadikan potensi ancaman kerawanan tersendiri yang sangat serius yang tidak bisa dianggap main-main lagi  . Bagi dia  perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Karena jika satu kelompok tidak bisa saling menghargai & menghormati,  serta merasa  yang “paling” Ter – dan yang paling Aku, dari kelompok lain, maka sudah dapat dipastikan akan menimbulkan bibit-bibit disintegrasi & perpecahan. Untuk itu, dia khawatir bila generasi muda saat ini tidak memahami esensi budaya sebagai entitas jati diri pribadinya dengan benar, maka tidak heran dimasa yang akan datang akan terjadi degradasi moral ahlak dan prilaku,  karena masing masing kelompok dan individunya tidak bisa untuk menjaga, merawat, serta melestarikan sebuah kebudayaan sebagai sesuatu yang mampu menjaga nilai nilai keharmonian dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

            Itulah mengapa Abah Anton memandang bahwa budaya bukan hanya sebuah identitas & kultur belaka. Tapi lebih jauh dari itu. Melalui budaya, manusia dapat memahami kehidupannya. memahami  esensi hidup dan spiritualnya, untuk menyatu dengan sang pencipta dan alam semesta serta mampu berdamai pada diri sendiri maupun lingkungannya.

budaya yang kental dg sejarah & ethika akan menjadikannya sebagai suatu catatan khusus pada zamannya atas apa yang terjadi di masa lalu, kini, dan yang akan datang . Perputaran cakra manggilingan yang terus bergerak,  mengartikan sunnatullah kehidupan alam dan sosial yang akan terus bergulir. antara kehidupan yang terang menuju gelap, atau sebaliknya kehidupan gelap menuju terang. Dalam kutipannya, Abah Anton mengatakan, “Babad saat ini seyogianya harus sudah mulai bergerak menuju ke babad mengisi dan memasuki gerbang Emas Gemah Ripah Lohjinawi ”. Karena kalau membuka gerbang awal sudah dimulai sejak zaman kemerdekaan tahun 1945…

Dan Gerbang Emas ini akan bisa mulus terbuka dengan lebar-benar,  jika masing-masing  individu dan kelompok mampu menjaga harmony  antara :  agama – budaya adat tradisi dan – jiwa nasionalisme cinta tanah air menjadi satu , sebagai sebuah system yang terjaga dg utuh , kokoh & kuat .(****