BANDUNG—-Kasus korupsi di Indonesia saat ini masih marak terjadi. Tindak pidana korupsi yang belakangan menggegerkan Indonesia di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang belum genap 100 hari kerja adalah dengan banyak terungkapnya kasus korupsi di berbagai lembaga pemerintahan. telah merugikan keuangan negara dengan jumlah sangat besar. Jumlah duit yang dikurop bikin mencengangkan dan para pelaku (koruptor) nya pun diamankan APH. Dalam melakukan aksinya, para koruptor itu tidak sendirian, tetapi melibatkan banyak orang.
”Bicara tentang korupsi memang sangat seksi dan memang harus kita akui bersama bahwa Indonesia saat ini, nilainya masih di bawah standar rata rata dunia. Nah, kalau nilai kira kira standar dunia itu kan 43 dan Indonesia berada dinilai 34. Kalau yang terbaik itu kan tentu saja nilainya 100. Artinya, dari standar dunia, Indonesia ini raportnya masih merah. Bahkan, untuk di Asia Tenggara saja, ternyata Indonesia termasuk 5 besar negara korupsi yang dianggap sebagai negara yang indek korupsinya tinggi.”ungkap Abah Anton ,panggilan akrab Irjen Pol (Purn) Dr H.Anton Charliyan mantan Kapolda Jabar saat wawancara di podcast Mandala Talk dalam rangka memperingati ari Antikorupsi Sedunia (HAKORDIA) Tahun 2024
Dalam melakukan aksi tindak pidana korupsi tersebut, tentu saja tidak dilakukan sendirian, tetapi secara ”berjamaah” bersama sama. Lihat saja saat penangkapan pelaku korupsi, umumnya tidak seorang diri, karena melibatkan banyak orang. ”Bukan tanpa alasan, maraknya kasus korupsi di Indonesia, tetapi didorong oleh beberapa faktor. Juga masih ada sistem yang membuka celah tindakan tersebut.
Bahkan yang lebih menyedihkan, kata Anton Charliyan, Indonesia masih dibawah Timor Timur yang nilai raportnya 40.Ini tentunya menjadi penyemangat dan instrospeksi bagi bangsa Indonesia.”Adapun kalau kita berbicara penyebabnya sangat kompleks sekali. Dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Namun yang jelas kaitannya dengan masalah etika, moral dan mental. Karena kebanyakan korupsi terjadi karena unsur pribadi. keserakahan dan lainnya. Kedua, sistem tata administrasi negara kita yang belum ggod governament dan clean government masih banyak konteks antar manusia dengan manusia. “Dengan adanya konsteks antar manusia ini ada hubungan sehingga bisa terjadi transaksi, makanya di sini negara negara yang korupsinya itu rendah seperti Denmark itu digitalisasinya saja tinggi, bahkan sekarang uang saja sudah tidak laku dalam arti buka tidak laku dibelikan, tetapi sudah dengan cukup pakai plastic (kartu plastic) dan juga semua pelayanan pelayanan tidak berhubungan. Nah. Ini akan memangkas birokrasi. Justru di sini Indonesia dianggap sebagai negara birokrasi,”katanya,
Ketiga, lanjut Abah Anton,yang paling panjang. Soal izin saja bisa sangat lama dan bahkan satu izin saja ditangani oleh berbagai institusi sehingga prosesnya panjang/lama. Padahal itu bisa disederhanakan. Begitupun system managemennya. Juga masalah budaya, karena budaya kita ini lebih cenderung budaya instant ,ingin cepat, hebat,dan lainnya. Akibat budaya instans ini, maka di Indonesia terjadi money action, setiap aksi memerlukan uang untuk percepatan proses. Budaya lama di Indonesia yakni budaya upeti pun turut mempengaruhi terjadinya korupsi. “Juga banyak faktor lainnya yang sangat berpengaruh dalam menimbulkan aksi korupsi yang semakin marak di Indonesia. Karena itu, saya sangat mendukung langkah Langkah Presiden Pravowo Subianto dalam mengambil tindakan untuk memberantas aksi korupsi di berbagai lini, terutama di lingkup pemerntahan maupun apparat penegak hukum (APH),”katanya
Dengan maraknya aksi tindak pidana korupsi tersebut, menurut Anton Charliyan yang juga mantan Kadiv Humas Polri ini, tentu saja akan menurunkan kepercayaan Masyarakat public maupun negara negara lain untuk berinvestasi di Indonesia. “Karena Indonesia pun dikenal yang hih cost, makanya banyak investor investor asing sekarang ini lari ke Vietnam, China dan negara lain. Karena memang negara Malaysia, Vietnam, Brunai dan Singapura rankingnya jauh di atas Indonesi, sudah di atas rata rata di Asia Tenggara, dan sudah menjadi negara hebat. Padahal dulu, misalnya Vietnam itu, seperti gimana, Tak ada apa apanya. Akibat makin maraknya korupsi, maka negara lain menjadi tidak percaya, juga Masyarakat tidak percaya.
“Dan yang tak kalah penting dalam upaya memberantas tidak pidana korupsi, yakni akibat penegakan hukum di Indonesia dinilai sangat lemah terhadap para koruptor, juga pengawasannya yang belum maksimal. Bahkan, hukum bisa mandiri, karena masih bisa dipolitisasi, hukum masih bisa dipengaruhi oleh hal hal lain. Tak mengherankan, jika Masyarakat menilai dan menyatakan bahwa hukum ini seakan akan tebang pilih,”tegasnya
Akibat penegakan hukum yang lemah dan pengawasan belum maksimal,kata Anton Charliyan, ini merupakan celah untuk melakukan korupsi. Tak mengherankan, bila setiap tahunnya ada laporan kasus korupsi lebih dari 10.000 kasus. Tapi dalam penanganan kasusnya yang dilakukan hanya sekitaran 800 – 1.000 kasus korupsi per tahunnya. Kejadian korupsi itu tidak terlepas dari transaksi yang dilakukan secara tidak wajar.
Mantan Kadiv Humas Polri ini mengakui, bahwa sampai sekarang ini penegakan hukum tentang korupsi banyak yang kecewa karena tidak tegas.Apalagi sekarang mau diundangkan undang undang penyitaan aset, karena yang penting bisa kembali negara yang dikorup itu. Kalau kita lihat, kasus korupsi paling besar sampai sekarang ini adalah PT Timah itu yang mencapai Rp.300 Triliun, kemudian kasus korupsi BLBI dan lainnya yang nilainya di atas Rp.10 triliunan.
”Bagaimana pencegahannya ? Walaupun ada polisi,jaksa atau KPK tapi ternyata belum cukup di Indonesia itu, Ini tentunya perlu ada satu evaluasi. Kenapa koq korupsi di Indonesia tetap begitu begitu saja. Bahkan indeksnya makin turun. Nah.,inilah yang harus kita jadikan sebagai PR Bersama bangsa Indonesia.Jadi, kita semua harus saling mengingatkan, jangan sampai nanti justru anggaran anggaran yang keluar itu menguap, karena dari pelaku pelaku korupsi yang ditindak, pertama itu justru dari unsur pemerintah baik tingkat pemerintah kota/kabupaten, provinsi hingga pemerintah pusat (Kementerian Kementerian), kemudian BUMN dan DPR/DPRD. Kalau di daerah, ini kebanyakan dari unsur unsur Masyarakat pedesaan karena mereka belum paham tentang manajemen pengelolaan keuangan, dimana Ketika uang digelontorkan tetapi mereka kadang kadang, misalnya anggaran itu untuk bikin jalan, tetapi ada jembatan rusak maka uang itu dipakailah untuk perbaikan jembatan. Kemudian seringkali terjadi mark up anggaran. Sehingga yang harus diawasi unsur unsur subjek pelaku itu sendiri terutama di desa. Saya ,emgutip dari salah seorang ahli dari Belanda bahwa salah satu unsur terjadinya kasus korupsi itu karena system administrasi kita yang belum siap, sementara zaman melaju begitu cepat. Jadi ibaratnya,system administrasi semacam gerobak yang ditarik dengan mesin jet yang bisa mengakibatkan amburadul. Sistem administrasi kita masih jauh ketinggalan dibanding negara lain. Bahkan, pengelolaan aset negara saja yang ada di Indonesia, sekarang belum selesai-selesai.”paparnya.
Menurutnya, minimnya kepercayaan publik terhadap pemerintah tentu akan menghambat pembangunan dan juga sistem pemerintahan sebagai tulang punggung jalannya administrasi pemerintahan.(REDI MULYADI)***