Oleh: Drs.Andre Vincent Wenas,MM.MBA (Pegiat Media Sosial, Kolomnis, Pemerhati Ekonomi-Politik ,dan Jubir DPP PSI)
SEKALI lagi, iya masih berlanjut! Apanya yang masih berlanjut?
Itu lho, kasus korupsi berjamaah seluruh anggota DPRD Kota Manado periode 2014-2019. Melibatkan duit total sekitar 6 milyar rupiah kabarnya.
Dilanjutkan! begitulah keterangan yang disampaikan oleh almarhum Maryono SH,MH., yang waktu itu masih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kota Manado.
Kita turut berdukacita atas wafatnya Bapak Maryono, SH,MH, pada Sabtu, 5 Juni 2021. Pasca penugasannya di Kejari Manado beliau adalah Jaksa Fungsional Kejaksaan Tinggi Lampung. Semoga beliau beristirahat dalam damai, amin.
Menurut laporan portal berita Manado.Post, selama beliau bertugas sebagai Kajari Manado, Provinsi Sulawesi Utara, Maryono banyak menangani kasus tindak pidana korupsi.
Hmm… rupanya banyak kasus tipikor juga ya di Kota Manado.
Sekarang posisi Kepala Kejari Kota Manado dijabat oleh Ibu Esther PT Sibuea,SH,MH. Dan kita mengucapkan selamat bertugas, semoga apa yang sudah dengan baik dikerjakan oleh pendahulunya bisa dilanjutkan, dan kasus-kasus yang belum sempat diselesaikan bisa dituntaskan segera!
Waktu itu, untuk kasus tipikor, menurut Maryono, dari ke-40 anggota parlemen itu, baru 7 orang yang mulai mengembalikan uang korupsinya. Jumlah totalnya hampir Rp 500 juta (yang sudah dikembalikan). Sekarang belum terdengar lagi apakah kabar lanjutannya.
Dan, ini yang terpenting, walau duit dikembalikan, proses hukum akan terus berjalan!
Semoga saja tidak jadi seperti kasus di Jakarta, dimana dugaan kasus korupsinya dilabel dengan nama “kelebihan bayar”. Itu lho soal pembelian damkar. Dan “kelebihan bayar” itu katanya lalu dikembalikan, dan kasusnya pun jadi abu, tak jelas kelanjutannya.
Kasus di DPRD Kota Manado ini jadi fenomenal dan menghebohkan jagad politik nasional lantaran semua, ke 40 anggota parlemennya terlibat! Ya, berjamaah membancaki duit rakyat. Caparuni skali kang?
Sekedar mengingatkan, komposisi 40 kursi DPRD Kota Manado periode 2014-2019 itu diisi oleh: Partai Demokrat 9 kursi, PDIP 6 kursi, Golkar 5 kursi, Gerindra 5 kursi, PAN 4 kursi, Hanura 4 kursi, Nasdem 3 kursi, PKS 2 kursi, PPP 1 kursi, dan PKPI 1 kursi.
Dalam kasus ini, di tahun 2020 semua anggota DPRD itu sudah ditetapkan sebagai tersangka (Tsk). Itu karena kasusnya oleh Kejari sudah dinaikan dari status penyelidikan ke tingkat penyidikan (sidik) melalui surat perintah penyidikan nomor: Print-223/P.1.10/Fd.1/01/2020, pada Januari 2020 lalu.
Semoga saja kasusnya tidak terkatung-katung. Atau malah masuk angin! Ingat, walau duit dikembalikan proses hukum tetap berlanjut.
Ini bukan kasus baru, baunya mulai merebak di bulan Oktober tahun 2019, terkait Peraturan Walikota (Perwako) Manado Nomor 35a Tahun 2017 tentang Gaji dan Tunjangan DPRD Kota Manado yang akhirnya jadi temuan BPK-RI.
Dari temuan itu, disangkakan bahwa ke-40 wakil rakyat itu masing-masing telah merugikan negara sekitar Rp 150 juta — Rp 250 juta.
Namun tahun 2020 oleh Kejari Manado proses penyidikannya dihentikan sejenak, lantaran ada Pilkada Serentak. Alasan penghentian proses hukumnya pun agak lucu, katanya supaya tidak mengganggu proses Pilkada, karena ada beberapa anggota legislatif periode 2014-2019 itu yang ikut dalam kontestasi Pilkada.
Ya inilah keanehannya, kok bisa ya proses hukum dikalahkan oleh proses politik? Katanya hukum yang jadi panglima, tapi ini kok malah jadi kopral?
Waktu itu pun ditegaskan oleh Maryono SH, bahwa setelah pelantikan Kepala Daerah selesai nanti, maka proses penyidikan akan dilangsungkan kembali.
Jadi, bagaimana Bu Esther Sibuea? Kapan kasus tipikor yang memalukan ini bisa dituntaskan?
Kita sangat berharap, agar teladan penegakan hukum bisa ditunjukkan kembali di Kota Manado. Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime), maka tak bisa ditawar-tawar.
Menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Kota Manado memang perlu figur yang luar biasa juga, supaya kejahatan korupsi yang luar biasa jahatnya itu bisa diatasi seoptimal mungkin. Tidak lemas lunglai “tertiup angin mamiri” yang bisa bikin terlena.
Sampai-sampai waktu itu Pimpinan Laskar Manguni Indonesia (LMI), Tonaas Wangko Pdt. Hanny Pantouw, S.Th pun sempat mempertanyakan langkah hukum Kejari Manado dalam menuntaskan dugaan kasus tipikor 40 orang Legislator Manado periode 2014-2019.
Hanny Pantouw bertanya di April 2020 dengan lugas, “Itu tentang dugaan korupsi anggota dewan dang so selesai urusannya? Tolong wartawan tanya ulang kalau sudah selesai dengan cara apa?”
Pelajarannya? terutama bagi rakyat pemilih supaya tidak lagi masuk dalam perangkap politik uang ataupun agitasi kebohongan seperti yang dilakukan oleh ke-40 anggota dewan periode 2014-2019 itu.
Ingat, ‘dumb politicians are not the problem, the problem is the dumb people that keep voting for them’. Konyol sekali bukan?
Kota Manado mestinya bukan hanya menjadi teladan soal toleransi, tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah soal kejujuran dan anti-hipokrisi (anti-kemunafikan).
I Yayat U Santi!!!
Banjarmasin, 07/06/2021
Komentar