oleh

Bang Wiro dan Dik Sableng (Kontribusi Bagi Negeri)

Oleh: Teddy Fiktorius, M.Pd.

(Guru Bahasa Inggris SMP-SMA Bina Mulia Pontianak, Kalimantan Barat)

 

 

Bang Wiro berusaha memberikan wejangan kepada Dik Sableng, seorang anggota dewan yang dilantik pada 1 Oktober 2014 untuk masa bakti 2014-2019.

Wiro       :  Dik Sableng, selama hampir 4 tahun, apa yang telah Dik Sableng perbuat untuk rakyat Indonesia?

Sableng  :  Mengaspirasikan suara mereka, Bang.

Wiro       :  Dik Sableng, duduk di kursi empuk itu memang butuh totalitas pengabdian. Namanya juga wakil rakyat. Tapi, ingat ya! Pengabdian ini tidak bisa diukur dari materi yang Dik Sableng dapatkan sebagai imbalannya, lho. Di luar gaji, Dik Sableng dapat Rp150.000.000,00 per masa reses, kan? Plus tunjangan komunikasi sebesar Rp14.000.000,00. Dikalikan beberapa kali reses dalam setahun. Belum lagi dana aspirasi daerah pemilihan sebesar Rp20 miliar per tahun. Pantesan Dik Sableng kemarin getol banget maju nyaleg. Emm, apa lagi yang telah Dik Sableng berikan untuk bangsa ini?

Sableng  :  Kami studi banding di luar negeri dan membawa ilmunya ke Indonesia, Bang.

Wiro       :  Dik Sableng, uang rakyat itu amanah, lho. Dik Sableng masih ingat kunjungan ke negeri Paman Sam oleh ketua dan wakil ketua Dik Sableng? 12 hari mereka di sana menghabiskan uang rakyat paling sedikit Rp4 miliar, lho. Dik Sableng dan kawan-kawan kemarin juga baru pulang dari luar negeri, kan? Sering plesiran ke luar negeri, apa gak menghambat kinerja? Emmm, lanjut, apa lagi kontribusimu pada Ibu Pertiwi?

Sableng  :  Oh, yang paling hot revisi UU MD3, Bang. Akhirnya, Bang.

Wiro       :  Akhirnya apa? Akhirnya Dik Sableng dapat berlindung di balik Pasal 245 untuk terhindar dari proses hukum? Akhirnya Dik Sableng bisa gunakan Pasal 122 untuk membungkam kritikan rakyat? Akhirnya Dik Sableng bisa pakai Pasal 73 untuk memanggil paksa seseorang untuk diperiksa?

Sableng  :  …. (membisu)

Wiro       :  Bang Wiro lanjutkan ya, Dik Sableng. Rakyat meyakini bahwa revisi UU MD3 adalah kemunduran demokrasi. Jelas itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip DPR sebagai perwakilan rakyat!

Sableng  :  Tapi, Bang….

Wiro       :  Dengarkan Abang dulu, yah! Gini lho, Dik Sableng. Rakyat mengkhawatirkan Dik Sableng jadikan pasal 245 sebagai tameng untuk mengelak ketika diduga memiliki kasus hukum, ambil contoh korupsi. Dik Sableng tentu ingat, dong…. DPR dinobatkan sebagai lembaga terkorup di Indonesia oleh hasil survei Global Corruption Barometer (GBC) pada 2017. Lalu, rakyat menduga Dik Sableng antikritik. Padahal, masyarakat boleh melemparkan kritik kepada DPR sebagaimana kepada pemerintah. Kemudian, dari sisi hukum, ketentuan tersebut melampaui batas kewenangan dan berpotensi menimbulkan abuse of power.

Sableng  :  …. (kembali membisu)

Wiro       :  Gini aja deh, Dik Sableng. Masih ada masa jabatan kurang lebih 1 tahun. Dik Sableng ingat saja kata-kata mutiara dari Mbak Najwa, “Sejarah akan menghitamkan mereka yang layak dijatuhkan, sejarah akan meninggikan mereka yang memang layak dimuliakan.”

Sableng  :  …. (membisu lagi dan lagi)

Wiro       :  Dik Sableng, udahan dulu, ya. Abang mau pergi bayar pajak motor butut Abang. By the way, Dik Sableng sudah lunasi pajak mobil-mobil mewah di garasi Dik Sableng, kan!?

Setelah menyalakan motor bututnya dengan susah payah, Bang Wiro meninggalkan Dik Sableng yang masih terdiam merenungkan wejangannya.

Komentar