SELAMA ini yang hobi batu akik terutama mengoleksinya adalah kaum pria. Namun ternyata, ada seorang perempuan yang mengoleksi berbagai jenis batu, termasuk batu akik. Bahkan jumlahnya itu mencapai ribuan baik yang sudah jadi (cincin,liontin, meja, kursi, perobotan rumah tangga dll) maupun dalam bentuk bongkahan. Karena saking banyaknya, maka dibuatlah museum “Deudeuh Art” yang menampung ribuan batu akik miliknya tersebut. Museum batu akik ini bersebelahan dengan sebuah museum bernama “RUMAH BENDA BUDAYA BUMI NYAI TANGULUN” bersebalahan dengan rumahnya di Perumahan Bukit Galihpakuwon Blok B-9 No. 3 RT.02 / 10 Desa Galih Pakuwon Limbangan Kabupaten Garut.
Nyai Tangulun nama akrab Ani Suhartini,M.Pd seorang guru SMP di Limbangan Kabupaten Garut.Dia dikenal pula sebagai pegiat budaya, seniman, pemerhati budaya dan sekaligus pelaku budaya. Bahkan dia dikenal pelukis dengan karya ciptanya yang luar biasa.“Saya hobi batu akik sejak usia anak anak. Ada cerita panjang yang sangat menarik dan tanpa saya sadari,”ungkapnya.
Pada awalnya, kata Ani Suhartini,M.Pd, saat masih kecil menemukan sebuah batu akik bulat warna putih seperti gundu atau kelereng. Dia menamakannya “Batu Hantu” karena menemukannya punya cerita sendiri. Walaupun perempuan, sejak punya “Batu Hantu” itu dia suka main kelereng bersama anak anak lelaki dan dia tidak pernah terkalahkan sehingga kelereng hasil permainnya menumpuk.Namun, setelah dia masuk SMP hingga lulus S2 dari UPI ini, hobi main kelereng dengan Batu Hantu itu terhenti, meskipun Batu Hantu itu banyak membuat cerita misteri tersendiri. “Boleh percaya dan boleh tidak. Tapi saya mengalaminya sendiri. Meski beberapa kali dititipkan di Bapak, batu itu selalu ada di saku baju atau di tempat kost saja.”ceritanya.
Nah, setelah menyandang gelar S2 dan bekerja sebagai guru, hobi terhadap batu akik mulai tumbuh. Bahkan mengoleksi batu akik , batu antik dan sejenisnya tanpa dia sadari. Sebab, terutama batu batu akik itu sering dia temukan baik di jalan, sawah, pohon, makam keramat dan tempat lainnya. Juga banyak yang memberikannya untuk disimpan Ani Suhartini. Baik itu batu akik yang sudah jadi maupun bongkahan dan sebagian besar jenis batu akik yang berasal dari tanah kelahirannya yakni Kecamatan Limbangan Kab.Garut. Demikian pula, dia sering menemukan benda benda pusaka milik para leluhur
“Artinya, banyak sekali batu yang tersimpan di wilayah Limbangan. Saya merasa bangga atas kekayaan leluhur Sunda Limbangan yang tinggi teknologi. Untuk itu saya sangat bersemangat untuk merawat benda yang sudah dititipkan . Dalam hal ini tak mudah namun penuh perjuangan. Hanya iman yang akan menguatkan saya dalam hal ini. Semoga apapun yang ditemukan memiliki manfaat..”ungkap
Pandangan dia terhadap batu batu akik tersebut, tanpa melihat sisi mistiknya, Ani Suhartini mengagumi kekuasaan dan keindahan yang diciptakan Allah SWT dalam bebatuan tersebut. “Subhanalloh, Allah SWT ciptakan batu akik dengan beragam motif alam yang sangat indah dan artistic. Ini baru dari Limbangan sudah sedemikian indah dan beragam. Begitu pun batu batu akik dari daerah lain yang memiliki ciri khas masing masing. Sungguh menakjubkan….”tutur Nyai Tangalun ini.
Selain itu, Ani Suhartini mengagumi keahlian orangtua zaman tempo dulu seperti zaman kerajaan yang membuat aksesoris dari bahan baku batu akik dengan model/motof yang bagus indah. Padahal, peralatan untuk memoles bongkahan batu batu akik itu entah menggunakan apa. “Kalau sekarang kan untuk membentuk cincin batu akik itu menggunakan gerendra, ampelas, asahan dan untuk menghilapkan ada serbuk intan dan lainnya.” kata dia.
Museum “Deudeuh Art”
Sejak hobi mengoleksi batu batu akik maupun batu batu antik dan unik, jumlahnya makin haru makin banyak, entah berapa puluh kotak yang ada di rumahnya untuk menampung batu batu akik yang ukuran kecil.
Selain mengoleksi batu batu akik yang sudah jadi maupun bongkahannya, Ani Suhartini pun mengoleksi batu batu alam yang lainnya, terutama peninggalan para leluhurnya di Limbangan, karena di sana ada situs sejarah. Tak mengherankan jika kemudian banyak ditemukan batu batu peninggalan zaman dulu entah berapa ratus atau ribuan tahun yang lalu sudah berbentuk peraboran rumah tangga, artefak dan lainnya. “Khusus untuk batu batu unik dan antik peninggalan para leluhur itu perlu turun tangan para ahli sejarah atau arkeolog untuk menelitinya lebih jauh,”
Karena jumlah koleksi batu akik atau jenis batu lainnya, maka Ani Suhartini,M.Pd pun harus mengeluarkan kocek sendiri hingga ratusan juta rupiah untuk membangun Museum “Deudeuh Art” dan museum bernama “RUMAH BENDA BUDAYA BUMI NYAI TANGULUN” untuk menampungnya, termasuk menampung sejumlah lukisan hasil karya ciptanya. Museum miliknya itu dua lantai.
“Ya, museumnya belum selesai 100 persen, karena untuk membangunnya dari kocek sendiri. Tidak ada bantuan dari pemerintah.”katanya
Cerita “Batu Hantu” Kelereng
Bicara soal “Batu Hantu” warna putih sebesar gundu atau kelereng yang penuh misteri dan mistik. “Boleh percaya dan boleh tidak…! Namun saya sendiri yang mengalaminya menjadi sebuah kisah dalam hidup ini.”ungkap perempuan gesit ini.
Penemuan batu hantu atau batu kelereng ini diselimuti cerita “misteri dan mistik” yang mungkin tak masuk akallyang langsung dialami oleh Ani Suhartini,M.Pd ketima dia masih sekolah di sekolah dasar, tepatnya kelas III SD.
Ketika itu malam hari, Ani kecil merasa sangat takut oleh Hantu Telur (Jurig Endog dalam Bahasa Sunda), yang lebih parah lagi ternyata Hantu Telur itu ada di rumahnya, di ruang tengah. Ani kecil segera tidur di kamarnya sambil menutupi seluruh badannya dengan selimut. Tapi semua itu tidak mampu menghilangkan ketakutannya. Batu itu terus bergerak ke sana ke mari. Suara gerakan batu itu mampu menembus pintu kamar dan memaksa masuk ke telinga Ani. Rasa takut semakin menjadi-jadi, keringat dingin keluar. Ani kecil membayangkan, bagaimana kalau batu tersebut menjelma jadi hantu yang sebenarnya, bertambah lagi rasa takutnya. Aduh, itu lagi, ada suara kucing yang terus berlari mengikuti gerakan batu. Sambil bergerak, kucing pun ikut bersuara. Pikiran aneh muncul juga pada benak Ani Kecil. Bagaimana kalua hantu telur itu masuk ke dalam tubuh kucing, kemudian kucing membesar seperti harimau, kemudian masuk ke kamarnya. Suasana makin mencekam. Ani kecil semakin gelisah, walau pun mata terpejam, tapi tidak bisa tidur .
“Pokoknya serem deh, “tuturnya mengenang masa kecil
Karena tidak bisa tidur saja, Ani kecil memberanikan diri bangun sambil ngendap-ngendap. Dia mencoba mengintip dari celah kecil bilik kamarnya. Dan ternyata benar, Batu
Kelereng itu terus bergerak ke sana ke mari, diikuti oleh kucing. Mata Ani kecil melotot seperti tidak terpercaya. Satengah meloncat ,dia kembali ke kasurnya, tidur lagi dengan menutupi lagi seluruh badannya dengan selimut. Penasaran lagi, Dia mengintipnya lagi. Ternyata Hantu telur masih bergerak diikuti oleh kucing. Dia loncat lagi ke kasur. Terus dan terus kelakuan Ani kecil seperti itu.
Entah berapa kali. Entah berapa jam waktu yang telah dihabiskan Ani kecil. Hingga
terdengar suara pujian (pupujian) dari toa masjid. Dia masih ingat bahwa suara itu adalah Abah Eyen. Setelah Abah Eyen selesai melantunkan pupujian, terdengar sesuatu yang jatuh dari atas rumah. Suara jatuhnya benda tersebut sangat keras. Saking keras, suaranya terdengar bagaikan bom jatuh. Dia loncat lagi ke kasurnya. Kali ini Dia tidak berani lagi untuk mengintipnya lagi. Terus Dia memaksakan diri untuk tidur
Nah, ketika pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Dia suka membantu orang tuanya membereskan rumah. Ketika sedang menyapu, dekat pintu, Dia menemukan batu bulat seperti kelereng, warna putih. Dakam hatinya berkata, mungkin ini batu yang tadi malam
bergerak-gerak. Karena dia suka main kelereng walaupun wanita, maka dirawat dan disimpannya batu tersebut. Ketika sedang bermain kelereng dengan temannya, batu tersebut suka digunakannya. Aduh hebatnya. Dengan batu kelereng tersebut, Ani kecil menjadi hebat dalam menembak kelereng temannya. Dalam jarak dua sampai tiga meter, batu kelereng tersebut selalu tepat sasaran. Alhasil kereng Ani kecil sangat banyak, karena salalu menang. Entah berapa ransel kelereng yang dia punya
Ketika Ani Suhartini memasuki sekolah SMP dan SPG (setingkat SMA), batu kelereng itu sudah tidak menjadi bagiannya lagi. Batu itu dititipkan pada ayahnya. Tapi aneh, ketika dia
duduk di kelas III SPG, Ketika itu temannya sedang menyetrika bajunya. Batu kelereng itu ada di saku bajunya yang akan disetrika. Dengan nada mengolok-olok dan berteraik, temannya berkata. “Hey, di saku bajumu ada kelereng, masa perempuan suka main kelereng, sudah besar lagi”kata temannya
Ani tidak menghiraukan ocehan temannya. Diambilnya batu itu kemudian dia simpan
dengan sebaik-baiknya. Waktu pulang ke rumahnya. Batu itu dititipkan kembali pada ayahnya. Kejadian yang sama terjadi lagi. Ketika dia akan melaksanakan wisuda di IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung), pacar dia melihat batu di dalam gelas. Setelah di perhatikan dengan teliti, ternyata batu itu adalah batu yang sudah dititipkan pada ayahnya. Tanpa banyak bicara, Dia menyimpan batu itu. Dan ketika pulang ke rumahnya di Limbangan, batu itu dititipkan kembali pada ayahnya.
Pada tahun 1998, Dia menyudahi masa lanjangnya, dan membangun mahligai keluarga dengan ke kasih hatinya. Apa yang terjadi, pada tahun 2013, batu itu hadir lagi dalam kehidupannya. Suami Ani yang menemukan batu itu sudah berada dalam saku jas suaminya. Sejak itu, Dia tidak lagi menitipkan batu itu kepada siapa pun. Dia yang langsung memelihara dan merawatnya, kemana-mana jadi temannya.
Ketika dia sedang melanjutkan studinya S-2 di UPI Bandung, terpanggil jiwanya untuk membahas, melestarikan berbagai peninggalan “Sanghyang”,tetapi dia tidak punya bukti berupa artepak-artepak peninggalan “Sanghyang”. Dia berdoa semoga Alloh SWT memberikan jalan untuk menemukan berbagai artefak dan peninggalan “Sanghyang”. Sejak itu berbagai batu berdatangan, baik itu yang ditemukan oleh Dia sendiri atau pun yang diberikan dari orang lain. Sekarang batu yang menjadi koleksinya sudah mencapai lebih dari seribu buah dan batu-batu itu mempunyai ceritanya sendiri-sendiri.
Sebelum mengakhiri obrolan, Ani Suhartini,M.Pd mengatakan bahwa batu-batu itu hanya merupan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya. Dia berpesan bahwa batuitu jangan diper-tuhan-kan atau dianggap mengandung mistik. Batu adalah batu, batu adalah benda Ciptaan Yang Maha Kuasa. Kita ambil saja pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Bagi dia bahwa batu bukan sekedar estets… namun nilai filosopi nya yang saya utamakan…….Ini bukan sekedar batu akik,. Batu ini adalah hanya koleksi bapak-bapak usia diatas 80 tahunan, bukan batu zaman sekarang yang selangit harganya… ini hanya memiliki nilai filosopinya yang mahal….(REDI MULYADI)****
Komentar