MENURUT kisahnya, pendiri Kesultanan Siak Sri Indrapura adalah seorang putera mahkota Kesultanan Johor-Riau bernama Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M), yang bernama Raja Kecik.
Pada saat Raja Kecik masih dalam kandungan ibunya, ayahnya sudah terbunuh. Sebagai pengganti dari Sultan Mahmud Syah II adalah Datuk Bendahara Tun Habib dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah sebagai Sultan Johor yang ke XI.
Setelah menjadi Sultan Johor dan berkuasa, maka Sultan Abdul Jalil Riayat Syah melakukan pembersihan bagi seluruh pengikut setia kepada Sultan Mahmud Syah II, diantaranya istri dari Sultan Mahmud Syah yaitu Cik Pong.
Keadaan di Istana memanas setelah wafatnya Sultan Mahmud Syah maka Datuk Laksemana Johor membawa anaknya Cik Pong untuk beranjak keluar dari Istana dan keluar dari Johor dan tidak ada seorangpun yang mengetahui.
Selama hijrahnya Cik Pong dari negeri Johor dalam pelariannya melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Raja Kecik, karena anak ini merupakan keturanan dari Sultan Mahmud Syah II.
Kelanjutan dari perjalanan Raja Kecik, kemudian Datuk Laksemana Johor menyerahkan Raja Kecik kepada Temenggung Muar agar dirawat, selama tujuh tahun lamanya Temenggung Muar merawat Raja Kecik, hingga tercium oleh pemerintahan Johor dan tidak nyaman karena orang-orang utusan Datuk Bendahara senantiasa mencari keberadaannya.
Kemudian Temenggung Muar, menyerahkan Raja Kecik kepada seorang saudagar Minangkabau yang terkenal aktifitas niaganya dengan Kerajaan Minangkabau dan Jambi bernama Nakhoda Malim.
Nakhoda Halim meyerahkan Raja Kecik kepada Yamtuan Sakti Pagaruyung dan dirawat serta diasuh hingga Raja Kecik berusia tujuh belas tahun.
Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanan panjangnya dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Puteri Jamilan ibunda Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa “lebih baik pergi ke Siak dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor”.
Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor.
Pada bulan maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan Muda Johor.
Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.
Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal di Johor.
Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecik dinobatkan sebagai Sultan Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.
Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.
Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya.
Kesultanan Johor terpecah menjadi tiga pusat kekuasaan yaitu, Terengganu dan Pahang sebagai daerah dibawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil (Sultan Abdul Jalil Riayat Syah).
Sedangkan Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.
Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan, maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut setianyaberanjak ke daratan Sumatera.
Dalam perjalanannya sempat berhenti di Sungai Jantan (nama Sungai Siak pada waktu itu) karena menurut Raja Kecik tempat ini sangat cocok dan strategis.
Kemudian Raja Kecik menentukan daerah Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan berdiri sebuah kerajaan.
Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan Siak Sri Indrapura.
Kediaman Resmi Sultan Sejak Tahun 1723
Istana Siak Sri Indrapura adalah kediaman resmi Sultan Siak yang memiliki luas 32.000 meter. Istana ini sudah ada sejak tahun 1.723. Bentuk bangunan istana yang terdiri dari 2 lantai ini memiliki arsitektur bercorak Melayu, Arab, dan Eropa.
Pada lantai bawah Anda dapat menemukan 6 ruangan yang difungsikan sebagai ruang tunggu tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu perempuan, ruang siding kerajaan yang juga difungsikan sebagai ruang pesta.
Sementara untuk lantai atas terdiri atas 9 ruangan yang berfungsi sebagai tempat istirahat Sultan serta para tamu istana.
Di bagian halaman istana, Anda dapat menemukan 8 meriam yang tersebar di berbagai sisi halaman istana. Apabila Anda pergi ke bagian kiri belakang istana, Anda akan menemukan bangunan kecil yang dulunya digunakan sebagai penjara sementara. Selain itu, Anda juga dapat melihat sebuah koleksi peninggalan kerajaan berupa perahu kuno bernama “Kapal Kato“ yang dulunya digunakan Sultan untuk mengunjungi daerah-daerah kekuasaannya.
Lokasi
Anda dapat mengunjungi Istana Siak Sri Indrapura di Jl. Sultan Syarif Kasim, kabupaten Siak, Riau. Bagi Anda yang menginap di BATIQA Hotel Pekanbaru, Anda dapat mencapai lokasi ini dalam waktu 2 jam berkendara.
Insider’s Guide
Memasuki bagian dalam Istana Siak Sri Indrapura, Anda akan menjumpai banyak barang peninggalan yang masih terawat dengan baik. Beberapa bahkan masih berfungsi sebagaimana mestinya. Mulai dari singgasana raja, replica mahkota raja, aneka keramik alat makan, hingga kursi kristal yang dibuat pada tahun 1896.
Saat mengunjungi istana ini, pastikan Anda menemukan peninggalan berupa cermin Kristal di salah satu sisi bangunan. Konon katanya, cermin tersebut dapat membuat Anda selalu terlihat cantik dan awet muda.
Untuk memasuki Istana Siak Sri Indrapura, Anda akan dikenakan biaya retribusi sebesar Rp 10.000/orang untuk dewasa dan Rp 5.000/orang untuk anak-anak. Istana yang kini dikelola oleh Pemda Kabupaten Siak ini buka untuk umum setiap hari pukul 09.00-17.00..( https://www.facebook.com/SejarahCirebon )