oleh

Burung Perkutut dan Perempuan Penenun Yang Bersedih  

DAHULU kala, di sebuah desa kecil yang terletak di lembah pegunungan, hiduplah seorang perempuan muda bernama Lestari. Ia adalah seorang penenun yang berbakat, namun hidupnya dipenuhi oleh kesedihan. Ia telah kehilangan keluarganya dalam bencana alam beberapa tahun lalu, dan sejak saat itu, ia merasa kesepian dan tidak lagi menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. 

Setiap hari, Lestari duduk di depan alat tenunnya, mencoba menenun kain yang indah. Namun, setiap helai benang yang ia anyam terasa hampa, seolah-olah warna-warna kain itu tidak mampu menggantikan kebahagiaan yang hilang dari hatinya. 

Suatu pagi, saat Lestari berjalan melewati sebuah hutan untuk mencari inspirasi, ia mendengar suara kicauan yang sangat merdu. Suara itu begitu indah, seolah menghapus sejenak rasa sedih di hatinya. Ia mengikuti suara itu hingga tiba di sebuah pohon besar, di mana seekor burung Perkutut bertengger di salah satu dahan. 

“Wahai burung Perkutut,” ujar Lestari dengan suara lirih, “aku merasa begitu sedih dan kesepian. Kehidupanku terasa hampa, meskipun aku mencoba untuk terus menjalani hari-hariku. Apa yang harus aku lakukan agar hatiku kembali merasa bahagia?” 

Burung Perkutut itu berhenti bernyanyi, lalu menatap Lestari dengan mata lembut dan penuh kasih. Ia berkata, “Kesedihanmu adalah bagian dari perjalanan hidupmu, wahai manusia. Kehilangan memang meninggalkan luka yang mendalam, tetapi jangan biarkan luka itu membuatmu lupa bahwa hidup ini masih penuh dengan keindahan. Lihatlah sekelilingmu, adakah warna-warna kehidupan yang masih bisa kamu nikmati?” 

Lestari terdiam, lalu menjawab, “Aku mencoba melihat, tetapi warna-warna itu terasa pudar. Hatiku terlalu berat untuk menikmati keindahan lagi.” 

Burung Perkutut itu tersenyum bijak dan berkata, “Warna-warna itu tidak akan kembali terang jika kamu hanya melihat ke belakang, pada apa yang telah hilang. Cobalah untuk menenun hidupmu kembali, bukan dengan rasa kehilangan, tetapi dengan rasa syukur atas hal-hal kecil yang masih kamu miliki. Setiap kicauan yang aku nyanyikan adalah rasa syukurku pada pagi, meskipun malam bisa saja berbahaya. Menyanyilah, wahai manusia, bahkan dalam kesedihanmu. Suara itu akan menghidupkan kembali hatimu.” 

Lestari termenung mendengar kata-kata itu. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu larut dalam kesedihan, sehingga lupa bahwa hidupnya masih memiliki potensi keindahan. Ia memutuskan untuk kembali menenun, namun kali ini dengan tujuan baru. Ia mulai menghargai setiap helai benang, setiap warna yang ia pilih, dan setiap motif yang ia ciptakan. Ia tidak lagi menenun hanya untuk bekerja, tetapi untuk mengekspresikan rasa syukur dan harapan. 

Seiring waktu, Lestari merasa hatinya mulai sembuh. Setiap kain yang ia hasilkan menjadi lebih indah, penuh dengan warna-warna yang cerah. Ia mulai berbagi karyanya dengan orang-orang di desanya, membawa kebahagiaan kepada banyak orang. 

Burung Perkutut itu terus bernyanyi di hutan, menjadi pengingat bahwa kesedihan adalah bagian dari kehidupan, tetapi rasa syukur dan harapan mampu mengubah luka menjadi keindahan yang baru. 

KESAN DAN PELAJARAN:

Cerita ini mengajarkan kita bahwa kesedihan dan kehilangan adalah bagian dari hidup, tetapi kita tidak boleh terjebak di dalamnya. Dengan rasa syukur atas hal-hal kecil yang masih kita miliki dan harapan untuk masa depan, kita bisa menenun kembali hidup kita menjadi sesuatu yang lebih indah. Kesedihan adalah awal dari proses penyembuhan, dan kebahagiaan dapat ditemukan kembali jika kita memilih untuk melangkah maju.

#Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata

#burung #burungperkutut #cerita #kisah #dongeng #cerpen #tahunbaru #akhirtahun #tahun2024 #sorotan #literasi #inspiratif #tahun2025