oleh

Cinta dalam Program Guru Penggerak

Oleh: Sri Relawati, ( Kepala Sekolah TK Gelincah)**

SEPULANG kegiatan lokakarya ke enam, salah seorang Calon Guru Penggerak menuliskan caption pada foto perjalanan pulangnya dengan dua kata saja, ” Perjalanan Cinta”. Dua kata yang sarat makna. Ada yang merespon sebagai guyonan, ada yang empati dengan perjalanan pulangnya yang jauh dan melelahkan.

Tidak ada larangan bagi anggota WA group untuk memaknai. Begitulah persepsi…….. Ia bisa sangat bijak, bisa empati, bisa perduli, bisa heran, bisa apa saja. Mulai dari yang positif sampai negatif. Jika ini terjadi di ljngkup program guru penggerak maka persepsinya diarahkan pada hal yang positif. Kenapa? Karena program guru penggerak menganut budaya positif.

Melalui budaya positif kita menciptakan lingkungan yang positif. Lingkungan yang memberdayakan. Lingkungan yang membuat masalah jadi energi untuk meningkatkan kualitas diri. Lingkungan yang membuat konflik jadi kolaborasi. Lingkungan yang membuat tugas yang banyak jadi menyenangkan dengan canda. Lingkungan yang membuat keunggulan teman jadi tempat berbagi. Itulah c i n t a.

Ada cinta yang besar dalam diri Calon Guru Penggerak. Cinta yang berputar putar dalam pikir dan rasa mencari cara yang tepat untuk melangkah. Ada yang mencari ragam kegiatan belajar yang menyenangkan sekedar untuk seulas senyum muridnya saat belajar. Ada yang mencarikan kurikulum yang sesuai bagi kondisi ekonomi murid- muridnya yang rendah. Agar berdaya dalam kehidupannya kelak. Ada yang membuat program berbagi untuk menjaga kesenjangan antara kaya dan miskin di sekolah. Ada yang membuat program mengembangkan akhlak baik untuk mengatasi lingkungan budaya rumah yang buruk. Semua itu adalah c i n t a.

Tidak ada yang buruk dengan cinta dalam lingkungan yang positif. Karena cinta dalam lingkungan yang positif tidak akan melukai. Seperti ibu yang melarang anaknya hujan-hujanan terlalu lama. Mungkin anaknya tidak suka, tapi itu baik untuk menjaga kesehatannya. Seperti suami yang memenuhi permintaan istrinya, meski lingkungan biasanya mengatakannya suami takut istri, sejatinya ia tidak kehilangan harga dirinya melainkan mendapat dan memberikan cinta.

Maka bergerak dan bernafaslah dengan c i n t a agar lingkungan yang positif ada dalam diri. Agar biasnya masuk menelisik pelan namun pasti dalam lingkungan belajar yang bepihak pada murid. Temukan binar dimata murid- murid kita. Itulah hadiah terbesar yang memberi guru energi untuk selalu belajar dan berkarya.

 Dalam c i n t a bukan saja siswa yang bertumbuh tapi juga guru. Sekolah jadi aman, nyaman dan ramah anak/ siswa. Gurupun akan pulang ke rumah dengan rasa puas dan berenergi untuk menebar cinta pada istri/ suami, anak-anak bahkan tetangga. Sudahkah???

Sebagai pendamping guru penggerak, saya sampaikan salam hormat pada semua Calon Guru Penggerak yang saya dampingi Bu Dedeh dari SMAN 11 Garut, Bu Yuyun dan Bu Susi dari SMPN 3 Banyuresmi, Bu Ani dari SMAS Muhammadyah Kadungora, dan Bu Wina dari SMPN 1 Cikelet. Atas kesungguhannya menjalani program guru penggerak, atas keberhasilannya menghadapi setiap tantangan, atas cintanya yang besar pada murid, suami, dan anak-anak di rumah.

Hormat saya bagi semua calon guru penggerak seperti cinta yang terasa saat menyanyikan lagu Padamu Negeri. Padamu Negeri……….jiwa raga…kami….

 Inilah cinta

Cintanya guru penggerak

Seperti janji sepasang merpati

BIODATA PENULIS:

Sri Relawati, lahir di Bandung tanggal 7 September 1965. Kepala Sekolah TK Gelincah. Memiliki pengalaman mengajar mulai dari TK sampai ke Perguruan Tinggi. Memiliki 4 orang putra-putri dan tumbuh bersama mereka. Pendidikan Psikologi diselesaikannya di Universitas Padjadjaran. Minatnya dalam bidang pendidikan mendorongnya untuk mengambil S2 Bimbingan dan Konseling di Universitas Pendidikan Indonesia. Menjadi instruktur Nasional dan Guru Inti Nasional untuk bidang TK,  Pendamping Guru Penggerak Angkatan ke 1 Pada Program Guru Penggerak. Selain itu menjadi pembicara mengenai pengasuhan, pendidikan., pengembangan diri dan pernikahan. Minatnya dalam bidang menulis tumbuh saat mendampingi  suaminya –  almarhum dokter Dhiqdhoyo –  membuat karya tulis. Pernah menjadi salah seorang pengurus dalam organisasi profesi psikologi forensic dan menjadi salah seorang ketua dalam organisasi masyarakat Perlindungan Anak.

Komentar