Oleh : Acep Sutrisna, (Pemerhati Kebijakan Publik, Tasik Utara)
Pendahuluan
Sistem kesehatan Indonesia, khususnya yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, bergantung pada skema pembayaran dana kapitasi untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktik mandiri. Secara teori, sistem ini dirancang untuk mendukung pelayanan kesehatan dasar secara merata dan efisien. Namun, dalam praktiknya, dana kapitasi sering kali menjadi sumber manipulasi dan korupsi yang merugikan masyarakat.
Menurut laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2023, sekitar *30% dari total dana kapitasi yang dialokasikan di beberapa daerah tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik*. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ini bukan sekadar dugaan, tetapi realitas yang memerlukan penanganan serius.
Apakah dana kapitasi benar-benar membantu masyarakat, atau justru menjadi mesin pencetak uang haram bagi oknum yang tidak bertanggung jawab?
Apa Itu Dana Kapitasi?
Dana kapitasi adalah pembayaran tetap yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, bukan berdasarkan jumlah layanan yang diberikan. Misalnya, jika sebuah klinik memiliki 1.000 peserta BPJS, maka klinik tersebut akan menerima dana kapitasi bulanan meskipun hanya ada 100 pasien yang berobat.
Namun, sistem ini memiliki celah besar yang kerap dimanfaatkan oleh oknum nakal untuk meraup keuntungan tanpa memberikan layanan kesehatan yang layak. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2022, sekitar 40% FKTP di Indonesia mengalami ketidaksesuaian antara data peserta BPJS dan layanan yang diberikan.
Celah Korupsi: Dana Kapitasi Dijadikan Mesin Uang?
Sejumlah kasus menunjukkan bahwa dana kapitasi sering kali tidak digunakan sebagaimana mestinya. Berikut beberapa modus dugaan penyimpangannya:
1. Manipulasi Data Peserta BPJS
FKTP tetap mengklaim dana kapitasi untuk peserta yang sudah meninggal, pindah faskes, atau bahkan fiktif. Menurut data BPK tahun 2023, *lebih dari 10% data peserta BPJS di beberapa daerah ternyata tidak valid*, yang menyebabkan aliran dana tidak tepat sasaran.
2. Potongan Jasa Pelayanan Tenaga Kesehatan
Dokter dan tenaga medis yang seharusnya mendapatkan bagian dari dana kapitasi sering kali menerima jauh lebih sedikit karena dipotong oleh pihak manajemen FKTP. Laporan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 2023 mencatat bahwa *rata-rata potongan yang diterima tenaga kesehatan mencapai 50-70% dari hak mereka*.
3.Layanan Minim, Uang Tetap Mengalir
Banyak FKTP yang memberikan layanan sekadarnya atau bahkan tidak memberikan layanan sama sekali, tetapi tetap menikmati aliran dana kapitasi dari BPJS. Hal ini terungkap dalam investigasi KPK di Kabupaten Bogor pada tahun 2023, yang menemukan bahwa *beberapa klinik hanya melayani 20% dari total peserta BPJS yang terdaftar*.
4. Kolusi dengan Oknum BPJS
Dalam beberapa kasus, ada indikasi kongkalikong antara pengelola FKTP dengan oknum di BPJS agar dana kapitasi tetap cair tanpa audit ketat. Sebuah operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada tahun 2023 mengungkapkan adanya *transaksi suap senilai Rp5 miliar untuk memuluskan pengucuran dana kapitasi*.
Kasus-Kasus Penyalahgunaan Dana Kapitasi
Sejumlah daerah di Indonesia pernah mencatat skandal penyalahgunaan dana kapitasi, di antaranya:
1.Kasus di Kabupaten Tasikmalaya (2023):
Dugaan pemotongan dana kapitasi untuk tenaga kesehatan yang tidak transparan. Audit internal menemukan bahwa *dana kapitasi senilai Rp2 miliar tidak dibagikan kepada tenaga medis sesuai ketentuan*.
2. Skandal di Jawa Tengah (2022):
Manipulasi data peserta BPJS untuk tetap menerima dana kapitasi meski pasien fiktif. Investigasi menunjukkan bahwa *setidaknya 20% data peserta di beberapa klinik adalah rekayasa*.
3.Kasus di Jakarta (2021):
Audit BPK menemukan anggaran kapitasi yang tidak dipertanggungjawabkan dengan baik di beberapa FKTP. Total kerugian negara mencapai *Rp10 miliar*.
Jika tidak ada pengawasan ketat, bisa jadi banyak kasus serupa terjadi di berbagai daerah tanpa pernah terungkap.
Siapa yang Dirugikan?
Tentu saja, yang paling dirugikan adalah masyarakat. Dana kapitasi seharusnya meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tetapi jika disalahgunakan, akibatnya:
*Pelayanan kesehatan memburuk karena dana tidak digunakan untuk perbaikan fasilitas dan tenaga medis.
*Dokter dan tenaga kesehatan dirugikan , karena hak mereka terpotong.
*Pasien BPJS tidak mendapatkan layanan yang layak , meskipun iuran terus dibayarkan.
Solusi: Bagaimana Menghentikan Bancakan Dana Kapitasi?
Untuk mencegah korupsi dana kapitasi, pemerintah harus mengambil langkah tegas:
- Audit Berkala dan Ketat oleh BPK dan KPK:
Audit harus dilakukan setiap enam bulan untuk memastikan penggunaan dana transparan. Hasil audit harus dipublikasikan kepada masyarakat.
- Digitalisasi dan Transparansi Data:
Implementasi sistem rekam medis elektronik (Electronic Medical Record/EMR) untuk mencegah manipulasi data pasien. Sistem ini juga memungkinkan pelacakan real-time atas layanan yang diberikan.
- Sanksi Tegas bagi Oknum Nakal:
Pencabutan izin FKTP yang terbukti melakukan penyimpangan, serta tindakan hukum bagi oknum yang terlibat korupsi.
- Pengawasan dari Masyarakat:
Membuka saluran pengaduan publik untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan dana kapitasi. Masyarakat juga dapat diajak berpartisipasi dalam proses monitoring melalui aplikasi digital.
- Reformasi Sistem Kapitasi:
Mempertimbangkan sistem pembayaran berbasis kinerja (pay-for-performance), di mana FKTP hanya menerima dana jika berhasil memberikan layanan sesuai standar.
Kesimpulan: Reformasi atau Biarkan Rakyat Menderita?
Jika sistem dana kapitasi tidak segera dibenahi, maka layanan kesehatan di Indonesia hanya akan menjadi ladang bisnis bagi mafia kesehatan. Berdasarkan data terbaru, kerugian negara akibat penyalahgunaan dana kapitasi mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahunnya.
Saatnya pemerintah dan penegak hukum bertindak tegas agar uang rakyat benar-benar digunakan untuk kesehatan, bukan untuk memperkaya segelintir oknum. Reformasi sistem dana kapitasi adalah langkah penting untuk memastikan bahwa layanan kesehatan dasar dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Apakah Anda yakin layanan kesehatan di daerah Anda bersih dari praktik seperti ini? Atau justru menjadi korban tanpa sadar?
REFERENSI:
1. Laporan Audit BPK tahun 2022-2023
2. Investigasi KPK tahun 2023
3. Data BPJS Kesehatan tahun 2023
4. Publikasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Komentar