“Bangunlah Jiwanya
Bangunlah Badannya
Untuk Indonesia Raya”
–WR Soepratman—
Komitmen kita dalam menjaga Pancasila sebagai ideologi Negara merupakan komitmen konstitusional yang tidak bisa diganggu gugat. Negara kita, seluruh bangsa kita, memiliki kesepahaman yang sama. Karena itu, para penjaga kontitusi pun harus tertata secara ketatanegaraan.
Tetapi, apabila kita melakukan telaah dan mau mengakui realitas kehidupan sosial kita, Pancasila baru tegak dari sisi konstitusional tetapi belum hidup dan menjadi ruh dalam semangat kenegaraan kita.
Semangat warga Negara (citizen) terhadap Pancasila lebih pada semangat kelembagaan bukan pada semangat pengamalan sejak zaman BP7, Penataran P4 dan ragam doktrin lainnya. Pancasila terasa begitu bergelora tetapi sering mati dalam jiwa sosial kehidupan kenegaraan kita.
Ada hal yang dilupakan dalam mewujudkan cita rasa Pancasila sebagai dasar Negara yaitu menterjemahkan sila sila dalam Pancasila dari sila pertama sampai sila ke lima dalam kehidupan kenegaraan kita.
Undang-undang yang mengikat penyelenggara Negara maupun masyarakat untuk menata kehidupan sosial belum menjelma secara nyata mulai dari mengatur spirit berketuhanan dan perlindungan kebebasan berkeyakinan serta sikap-sikap yang menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan, gotong royong, kerakyatan dalam hikmah sampai keadilan sosial dalam kehidupan kebangsaan kita.
Mereka yang menjunjung tinggi nilai persatuan dan rajin bergoyong royong, apresiasi apa yang diberikan oleh Negara?.
Mereka yang tidak pernah mau bergotong royong dan bersikap individualis, membatasi diri dengan lingkungan, hukuman apa yang diberikan oleh Negara?. Sampai hari ini belum ada aturan yang mengaturnya.
Apalagi, jaminan Negara terhadap kehidupan sosial, jaminan Negara terhadap orang miskin, kebutuhan pangan, sandang dan papan yang memadai sampai jaminan kesehatan secara sempurna. Sampai hari ini kita masih belum lihat tanda-tanda ke arah itu, baru sebatas membuat UU BPJS.
Kesibukan kita baru sebatas membahas, menetapkan dan mengubah kembali berbagai peraturan mulai dari pemilihan legislatif, presiden dan kepala daerah. Seolah hanya itulah kepentingan bagi negeri ini.
Di Hari Pancasila, apakah Pancasila akan tetap menjadi produk kelembagaan atau akan mengubah kehidupan masyarakat menuju masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Harapan kita, kesejahteraan dan keadilan adalah amanah undang-undang yang harus dilaksanakan, bukan kebijakan populis yang dadakan.
Karena kalau ini terus berlanjut kemiskinan dan ketidakadilan sosial akan selalu menjadi objek politik untuk mendulang suara karena mudah dan murah untuk membelinya.
Kesejahteraan dan keadilan sosial harus menjadi orientasi konstitusional bukan sebatas budi baik para pengambil kebijakan.
Selamat Hari Pancasila, Untukmu Indonesiaku.
Komentar