Oleh : Riva Yuliani, S.Pd (Guru Kelas di SDN Sukarindik Kota Tasikmalaya)
PENDIDIKAN sebagai tonggak peradaban memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Sebagaimana undang undang telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak. Pendidikan yang layak tidak hanya wajib diberikan kepada siswa dengan kemampuan yang mumpuni, namun wajib diberikan juga kepada siswa yang diberikan kelebihan kemampuan yang tidak sama dengan yang lainya. Siswa dengan kememapuan yang tidak setara dengan yang lainnya ini juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Terkadang kita sebagai guru jarang melakukan deteksi dini terhadap gangguan belajar siswa untuk memberikan pelayanan pendidikan yang baik bagi siswa dengan kemampuan yang tidak setara dengan siswa lainnya.
Keberagaman peserta didik yang ditemui tentu memerlukan penanganan khusus dalam kegiatan pembelajaran maupun cakupan materi pembelajaran yang diberikan. Dalam perjalanannya sebelum kita menentukan treatment apa dan jenis layanan apa yang akan diberikan tentu harus diketahui terlebih dahulu masalah yang dimiliki oleh siswa tersebut. Kegiatan ini lebih dikenal dengan istilah deteksi dini. Deteksi dini perlu dilakukan guna menentukan kendala apa yang dihadapi oleh siswa sehingga kita bisa menentukan layanan yang akan diberikan.
Dalam melakukan deteksi dini ini kita juga perlu memiliki pengetahuan jenis jenis hambatan yang dimiliki oleh siswa. Ada beragam hambatan belajar yang mungkin dimiliki oleh siswa sehingga memungkinkan siswa tersebut untuk mengikuti pembelajaran secara inklusif pada sekolah biasa. Diantara hambatan yang biasa terjadi adalah ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder. Adalah gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak pada prestasi anak di sekolah. Yang kebetulan ada anak yang mengalaminya di SDN Sukarindik.
Dalam proses deteksi dini kami mengawalinya dengan metode wawancara. Metode ini dianggap cukup berguna untuk menggali infromasi awal mengenai potensi, kendala, dan gangguan yang dihadapi oleh siswa. Proses wawancara dilakukan ketika awal tahun ajaran sebelum siswa masuk ke SDN Sukarindik. Wawancara dilakukan terhadap siswa yang bersangkutan , orang tua siswa dan lingkungan sekitar yang sekiranya di anggap mampu memenuhi kebutuhan informasi mengenai gangguan belajar yang dimiliki oleh siswa tersebut. Dalam prosesnya lingkungan sekitar yang dikumpulkan informasinya melalui wawancara diantaranya adalah teman siswa, tetangga lingkungan sekitar tempat tinggal siswa juga rekomendasi orang yang dianggap mengenal cukup baik bagaimana keseharian siswa tersebut.
Minimnya informasi mengenai gangguan belajar ADHD sehingga banyak yang menganggap bahwa gangguan belajar dianggap sebagai aib, sehingga orang tua atau kerabat akan sebisa mungkin menyembunyikan gangguan belajar tersebut karena mereka merasa malu apabila ternyata anak mereka dianggap memiliki gangguan belajar. Juga adanya stigma negative di masyarakat yang meng- dikotomi antara pendidikan bagi siswa dengan gangguan belajar dengan siswa pada umumnya. Padahal dalam prakteknya pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah meluncurkan kelas Inklusi guna mewadahi siswa yang memeiliki gangguan belajar sehingga dapat belajar dengan siswa lain pada umumnya. Hal di atas menjadi kendala yang sangat menyulitkan bagi pihak sekolah dalam melakukan deteksi dini. Sehingga kami pihak sekolah sebisa mungkin merancang teknik wawancara agar memberi rasa aman dan nyaman bagi narasumber dan memberi pemahaman lanjutan mengenai kelas inklusi. Dalam kegiatan wawancara pun pertanyaan yang diajukan tidak langsung menjurus kepada menghakimi dan memvonis gangguan belajar anak. Simpulan dari wawancarapun kami rahasiakan agar anak pada saat belajar mengajar tidak mendapatkan perlakuakn tidak mengenakan (baca: bully) dari teman temannya. Dengan teknik wawancara yang baik dan penyampaian informasi yang utuh maka pihak yang diwawancarai dalam hal ini orang tua maupun lingkungan terdekat dapat memberikan informasi yang akurat guna membuat simpulan mengenai gangguan belajar siswa tersebut.
Setelah dilakukan wawancara akhirnya kami bisa menentukan dan mencocokan gejala yang dimiliki oleh siswa tersebut sebagai gangguan belajar ADHD. Dari hasil wawancara ini nantinya akan dilanjutkan dengan assessment dan tindak lanjut. Tingkat akurasi informasi yang diberikan pada saat wawancara sangat membantu dalam menentukan tindak lanjut terbaik yang harus diberikan terhadap siswa tersebut.(***