Drs. Aman Rochman
KOTA BOGOR terkenal daerah sejuk karena hampir disetiap lingkungan rumah terdapat pepohonan rindang. Pagi itu udara dingin menerpa tubuh . Seraya burung burung di pohon mulai bernyanyi dan ayam berteriakkan . Sementara di halaman belakang sebuah rumah yang berada di sekitar perkotaan terdapat pepohonan cukup tinggi. Disana seorang anak muda yang baru pulang dari masjid meloncat-loncat sambil memutar- mutar tali melingkari tubuhnya (sapintrong ), yang semakin cepat. Setelah itu dia mengangkat barbel yang terbuat sederhana, namun cukup berat bebannya. Anak itu adalah Dhafir. Dia sedang berolah raga. Dia melakukannya secara teratur 3 kali seminggu apabila tidak ada tugas sekolah. Selesai itu dia mandi dan membereskan tempat tidurnya, yang jadi kebiasan sejak kecil. Dia sarapan seadanya karena hidup dalam kesederhanaan. Dia anak seorang penjual mie bakso yang dijajakan di sebuah warung pada jam 9 pagi hingga sore hari. Warungnya tidak besar dan itu beradar disekitar alun-alun kota, yang cukup jauh dari rumahnya . Sambil mencium tangan kedua orang tuanya Dhafir pamit ; “Saya berangkat sekolah, Pak.”
Ayahnya yang sedang menyiapkan dagangannya ,menjawab : “ Ya, Hati-hati di jalan , nak.”
Anak yang biasa sorenya membantu ayahnya itu bilang ; “ Pak, Dhafir mungkin nanti ke warung agak telat. Saya mau kerja kelompok dahulu di rumah teman.”
Pada saat perjalanan ke sekolah Dhafir melihat Dhiya dari dalam angkutan kota yang sedang dinaikinya. Memang watak Dhafir yang selalu ingin berbagi rasa dengan orang lain dan selalu ramah. Maka saat melihat temannya, Dhiya sedang dikerumuni orang, Dhafir minta berhenti kepada supir angkutan kota itu. Dhafir turun menghampiri Dhiya sambil menyibakkan bahu orang, lantas bertanya ; “ Apa yang terjadi, Dhiya ?“
Dhiya tersenyum dan menjelaskan ; “ Ada dua orang, entah siswa sekolah mana. Mereka menyeret dan menghentikan aku dari motor. Mereka menuduhku telah memukuli temannya. Mereka minta ganti kerugian. Aku bilang bahwa aku tidak tahu permasalahan. Tapi mereka malah memukulku. Ketika Bapak-bapak ini datang mereka segera naik dan melarikan motornya.
Sambil melihat muka Dhafir sebelah kiri yang sedikit kemerah-merahan, Dhafir bertanya ; “ Gimana… sakit, Dhiya ?“
“ Ah, tidak seberapa hanya kena serempetan pukulan tangan . “ Jawab Dhiya sambil meraba pipinya.
Kemudian Dhiya mengajak Dhafir sambil menyelendangkan kantongnya ; “ Mari Fir, Kita sudah terlambat.”
Dhiya berucap kembali sambil bersalaman yang tadinya hampir lupa ; Oh ya, saya hampir lupa, ini Fir, bapak-bapak yang telah menolongku. Saya sangat berterima kasih . “
Salah seorang dari bapak-bapak itu berkata ; “ Biarlah nak, mudah-mudahan mereka cepat pada sadar perbuatannya. “ Kemudian Dhiya menghampiri motornya, sebuah motor RX King keluaran baru. Dia mengajak Dhafir untuk berangkat bareng dan mmboncengnya. Nampak Dhafir yang badannya tinggi dan tampan sangat ideal naik motor itu.
Waktu diperjalanan Dhafir menyarankan Dhiya; “ Sebaiknya kita lapor ke sekolah nanti .”
Dhiya pun menanggapi ; “ Baiklah, kita lapor pada waktu jam istirahat. “ Kira-kira 5 menit dari tempat kejadian mereka sampai didepan SMK Muda Berkarya, sebuah sekolah dimana mereka belajar. Mereka turun dan bergegas menuju gerbang sekolah, kebetulan tepat waktunya dengan gerbang sekolah akan dikunci, sehingga tidak terlambat masuk kelas. Dhafir masuk kelas XII Teknik Otomotif , sedangkan Dhiya masuk ke kelas XII Teknik Pemesinan. Mereka memang sama kelas XII, tapi berbeda program keahlian.
Tiba waktu istirahat Dhiya sudah berada di luar depan kelasnya menunggu Dhafir sebagaimana rencananya. Tak lama Dhafir datang dan bilang ; “ Come on , Dhiya !” kemudian kedua anak itu pergi menuju kantor sekolah. Mereka berdua berjalan nampak tegap dan menarik karena keduanya memiliki tubuh yang atletis. Maka tak heran sewaktu menuju kantor banyak yang menyapanya baik laki-laki maupun permpuan. Dianantara mereka ada perempuan yang menyapa ; “ Pada serious , nih… kemana Fir ?“. Dhafir menyahut dengan potongan ucapan berbahasa Inggris ; “ Hey… ke kantor. Something important, nih. Ada lagi yang teriak ucapkan mengingatkan :” Fir, kita latihan basket besok!” Dhafir menjawab ; “ iya… Insha-Alloh, I will come.”
Mereka berada di kantor. Dhiya menceritakan pada Pak Amin yang pada hari itu sedang piket. Setelah beberapa lama pembicaraan , Pak Amin mencatat kejadian dan berkata ;” Baiklah, kalian kembali ke kelas sekarang. Sekolah belum bisa bertindak karena kamu tidak mengenal dari sekolah mana anak-anak tersebut. “ Kemudian Dhiya dan Dhafir beranjak dari kursi dan bersalaman sambil mengucapkan ; “ Terima kasih banyak, Pak… Assalamu alaikum. “
Dhafir dan Dhiya menuju kelas sambil ngobrol. Sebelum berpisah Dhiya merasa ingin bersama pulangnya , kemudian berkata ; “ Dhafir, Kita pulang bersama nanti. “ Dhafir menyahut sambil merasa senang ; “ Oke, Tapi saya tidak langsung pulang nanti. Kami mau kerja kelompok dahulu di rumah Budi.“ Dhiya menjawab ; “ Ok, saya antar k sana.”
Bel bubar kelas berbunyi, para siswa pada keluar dari kelas. Dhafir dan Dhiya bersama-sama kembali naik motor. Mereka berangkat dari skolah kira-kira 500 m dari sekolahnya, kedua anak yang memukul Dhiya ternyata bertemu kembali. Mereka mnghadang Dhiya yang kebetulan itu darahnya sepi. Teman yang diboncengnya turun dan menarik krah baju Dhiya, “ Kamu telah menghina gue, elu mau rasain tangan gue…heuh !;”ucapannya.
Namun dengan cekatan Dhafir dapat menahan tangan yang akan dipukulkannya pada muka Dhiya sambil berkata ;” Stop…! Stop…! stop… !
Orang yang satunya setelah menyetandarkan motornya merongos ;” Hai… kamu mau coba-coba ikut campur. “ Namun Dhafir sambil turun dari boncengan dan mencoba memohon ; “ Sebaiknya kita selesaikan masalah ini dengan tenang.”
Dhafir sedang berusaha mendamaikan, tetapi salah seorang lagi yang bertampang preman melayangkan tendangannya ke perut Dhafir. Bagaimana pun Dhafir sudah waspada. Dia mengendalikan dengan tarik napas pada perutnya, sehingga tendangannya hanya sedikit mendorong tubuh Dhafir. Dia memang reflek. Dia orang yang selalu mengendalikan emosi. Dalam kondisi seperti itu dia ingat ucapan Pa Ustad Imron, guru ngajinya :” …walkaadsimiiinalgaiha wal’afiina aninnaasi, wallaahu yuhibbul muhsiniin.” ( Di dunia ini tidak ada yang jago dan paling kuat, kecuali orang yang dapat menahan amarah dan berbuat baik terhadap sesama ). Kemudian orang yang membonceng, tadinya diam-diam dia bergerak menyerang Dhafir . Pada saat dia bergerak melayangkan pukulan ke muka Dhafir, dengan tenang Dhafir menghindar sambil menggerakkan kakinya sedikit kearah posisi anak itu yang tidak stabil, sehingga anak itu malah tersungkur jatuh. Sewaktu kedua temannya akan mengeroyok, Dhafir tetap berdiri sambil kakinya pasang kuda-kuda. ” Ok lah saya kalah; “ Dhafir berkata sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menghentikan serangan mereka. Sebenarnya Dhafir mengucapkan demikian tidak takut mereka. Dia menginginkan tidak ada yang terluka diantara mereka, apalagi jadi korban. Kedua anak itu pun salaing melirik. Dan mereka benar-benar merasakan ketangguhanan dan keperkasaan Dhafir. Lalu Dhafir menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Rupanya yang bertopi itu yang paling disegani oleh temannya mau berdamai. Mereka tertarik dengan sikap dan keberanian Dhafir
Baru saja mereka bersalaman sebuah mobil berhenti didepan mereka. Turun dari mobil itu seorang guru bersama Amanda, teman Dhafir tapi berbeda kelas. Dia siswa Kelas XII Program Teknik Komputer . Pada saat terjadi perkelahian memang Amanda melihatnya ketika itu dia langsung membalikan motornya ke sekolah lagi dan melaporkan kejadian itu. Pak Amin, Guru yang datang bersama Amanda menyuruh mereka : “ Ayo… salah seorang dari kalian ikut naik mobil !”
Preman yang bertopi menyahut ;” Enggak usah lah, Pak . Kami sudah damai kok.” Pak Guru berucap ;” Tidak apa , kita resmikan persahabatan itu di sekolah. “ Dhafir dan salah seorang preman itu naik mobil.
Amanda naik mobil sengaja belakangan karena ingin menyapa Dhafir. Dia selama ini banyak memperhatikan Dhafir yang wajahnya mirip seorang bintang film dari Turki, Ozcivit. Dia adalah aktor tampan dan gagah yang memerankan film KURULUS OSMAN. Sebelum naik mobil Amanda menatap wajah Dhafir dengan perasaan kekhawatiran, kemudian bertanya ; “ Engga apa-apa kamu ,Fir ?” Dhafir menjawabnya sambil tersenyum ;” Ah kagak apa-apa , Amanda. “ Sambil memandang kemudian Amanda masuk mobil , duduk dikursi depan. Kemudian mobil kijang yang dikmudikan oleh pak Amin pun jalan. Tak lama perjalanan mereka sampai di sekolah .
Pada saat di kantor Pak Daffa, selaku kepala sekolah menasehati dan mewawancarai ;” Dari sekolah mana kalian ? “ Ketiga anak itu menjawab sambil kepalanya menunduk malu ; “ Kami bukan anak sekolah lagi.” Kepala sekolah minta penjelasan kembali ;” Kenapa kalian berkelahi ?” Salah seorang menjawab sambil menunjuk ke Dhiya ; “ Sebelumnya kami mau minta uang kepada dia , tapi tidak berhasil. Kemudian kami menemuinya lagi. “
Kenapa kamu berseragam sekolah ? “ Tanya kepala Sekolah.
Anak yang badannya kurus menjawab :” Ini hanya sekedar cara untuk memudahkan keinginan kami, Pak. Kami sering berada di tempat-tempat hiburan atau tempat ramai.
Setelah cukup lama mereka diwawancarai mereka tidak lagi menampakan wajah-wajah beringas. Terlebih lagi setelah Kepala Sekolah, Pak Daffa menasehati ;” Kalian tidak sekolah, sebenarnya banyak kesempatan dan tempat belajar serta berlatih untuk mencapai ketenangan dan kebahagian hidup dengan gratis. Caranya, kalian datang ke sanggar budaya atau kantor dinas sosial perintah. Kalian bisa juga belajar kehidupan di Madrasah atau Masjid . Kemudian Pak Daffa pun menyatakan sebuah ayat al Qur’an disrtai maknanya ; “ wa-ahsin kamaa ahsanallahu ilaika walaa tabghil fasaada fiil ardhi ( Alloh menyuruh kita berbuat baik kepada sesama, sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepada kita. Dan kalian jangan berbuat keruksakan …QS. Al ashash;77 ).” Kalau kalian mau punya uang, kalian bisa kerja apa saja. Alloh tidak memerintah kita supaya jadi pejabat atau orang kaya, tapi supaya jadi orang soleh. Alloh yang mengatur dan memberikan rizki kepada kita. Kita lakukan kegiatan postif atau bermanfaat bagi orang lain untuk menjemput rizki itu . Pak Daffa memperkuat pernyataanya dengan dalil Al Qur’an : “ …watarzuqu man tasyaau bighayiri hisab… .” ( QS. 3 ; 27 ).
Cukup lama mereka dinashati . Kedua anak preman itu nampak mengerti dan termotivasi. Akhirnya mereka diijinkan pulang. Mereka meningglakan tempat dan bersalaman sambil mencium tangan bapak Kepala Sekolah dan mengucapkan ;” Terima kasih banyak,Insha Alloh , nasihat Bapak akan kami laksanakan… Assalamu’alaikum .“
Dhafir yang sudah khawatir teman-temannya yang akan kerja kelompok nunggu dia lama, ternya saat keluar ruangan kantor mereka sedang mnunggu. Mereka bertanya ; “ Sudah beres, Fir ?”
Dhafir menjawab sambil sedikit keheranan : “ Ooh… dikira kalian sudah pada mulai kerja. Mari Kita pergi , ini sudah terlalu siang !” Budi yang rumahnya akan ditempati kerja kelompok menjelaskan ; “ Kami tadi lihat kalian naik mobil Pa Amin. Terus mengikutinya. KerJa kolompok kita minggu ini libur saja dulu, Fir. Ini keburu sore.” Dhafir menyahut ;” Kalau semua setuju, ok. Sekarang kita pada pulang saja.” Mereka serentak berseru sambil pada pergi masing masing ; “ Yesss…ok. Let’s go home !”
– TAMAT –
Penulis : Pengajar di SMK MJPS 1
Kota Tasikmalaya
Komentar