oleh

Eskalasi Perang Dagang: Analisis Kebijakan Tarif Trump Terhadap China dan Dampaknya pada Pasar Saham Asia

By Green Berryl & PexAI

DALAM perkembangan terbaru perang dagang global, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan serangkaian kebijakan tarif yang secara drastis mempengaruhi hubungan ekonomi dengan China dan pasar saham global. Keputusan Trump untuk menunda pemberlakuan tarif tinggi terhadap sebagian besar negara selama 90 hari, sementara meningkatkan tarif terhadap China hingga 125%, telah memicu gelombang volatilitas pasar yang luar biasa. Bursa saham Asia, terutama Jepang dengan indeks Nikkei 225-nya, mengalami lonjakan signifikan sebagai respons terhadap keputusan penundaan tarif ini, meskipun ketegangan antara AS dan China terus meningkat.

Eskalasi Kebijakan Tarif Trump dan Sikap Terhadap China

  • Kronologi Kebijakan Tarif Terbaru

Dalam beberapa hari terakhir, kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump mengalami eskalasi dramatis. Awalnya, Trump mengenakan tarif impor tinggi terhadap berbagai negara, termasuk tarif sebesar 24% untuk Jepang dan tarif yang lebih tinggi untuk China[4]. Situasi semakin memanas ketika pada 9 April 2025, Trump meningkatkan tarif untuk semua barang dari China menjadi 104%, yang terdiri dari 84% tarif baru ditambah 20% tarif yang sudah berlaku sebelumnya[8][12].

Merespons kebijakan tersebut, China mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif balasan sebesar 84% pada impor AS[13]. Pengumuman balasan ini segera memicu reaksi lebih keras dari pihak Trump, yang kemudian menaikkan tarif terhadap China menjadi 125%[5]. Dalam pernyataannya di media sosial Truth Social, Trump menyatakan: “Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China kepada Pasar Dunia, dengan ini saya menaikkan tarif yang dibebankan ke China oleh Amerika Serikat menjadi 125%, berlaku segera”[2][5].

  •  Pernyataan dan Retorika Kedua Belah Pihak

Ketegangan antara kedua ekonomi terbesar dunia ini tercermin dalam retorika masing-masing pihak. Trump mengkritik China dengan keras, menyatakan bahwa “Pada suatu saat, mudah-mudahan dalam waktu dekat, China akan menyadari bahwa hari-hari menipu AS dan negara-negara lain tidak lagi berkelanjutan atau dapat diterima”[5]. Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, memperkuat posisi AS dengan menyatakan: “Presiden Trump memiliki tulang punggung baja, dia tidak akan patah”[8].

Dari pihak China, Kementerian Perdagangan negara tersebut mengecam keras kebijakan tarif tambahan dan menyebutnya sebagai “kesalahan demi kesalahan”, serta berjanji akan membalas tindakan AS[8]. China juga menegaskan akan “berjuang hingga akhir” dan menerapkan tindakan balasan jika AS melanjutkan ancaman tarif baru[12].

  • Pengecualian dan Kebijakan Khusus

Menariknya, pada 10 April 2025, Trump secara tiba-tiba mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif tinggi terhadap puluhan negara lain selama 90 hari[2]. Kebijakan ini tidak berlaku untuk China, yang tetap dikenakan tarif 125%, dan juga ada pengecualian untuk Kanada dan Meksiko. Barang-barang dari Kanada dan Meksiko tetap dikenakan tarif sebesar 25%, kecuali jika mereka mematuhi Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA)[5].

Trump menyatakan bahwa tarif universal sebesar 10% akan diberlakukan untuk semua negara yang sebelumnya terkena tarif tinggi, kecuali China, Kanada, dan Meksiko[5]. Keputusan untuk menunda tarif ini dikatakan sebagai respons terhadap pendekatan langsung dari berbagai pemerintah yang mencari negosiasi perdagangan dan pendekatan yang lebih terukur terhadap penegakan tarif[13].

Dampak pada Pasar Saham Asia dan Global

  • Lonjakan Dramatis Bursa Saham Jepang

Bursa saham Asia-Pasifik, terutama Jepang, bereaksi sangat positif terhadap pengumuman penundaan tarif. Pada penutupan perdagangan Kamis (10/4/2025), indeks Nikkei 225 meroket 9,13% ke level 34.609[1][9]. Kenaikan ini merupakan kenaikan harian terbesar sejak 6 Agustus dan terjadi setelah indeks ini mengalami penurunan terdalam sejak krisis ‘Black Monday’ pada 1987 pada hari sebelumnya[9].

Indeks Topix Jepang juga melonjak 8,09% ke posisi 2.539,40[1][9]. Volatilitas pasar Jepang sangat tinggi sepanjang minggu, dengan Nikkei ditutup 6% lebih tinggi pada hari Selasa setelah anjlok 7,8% pada hari Senin ke level terendah dalam 1,5 tahun, kemudian ditutup 4% lebih rendah pada hari Rabu[3].

Seiichi Suzuki, Kepala Analis Pasar Saham di Tokai Tokyo Intelligence Laboratory, memberikan pandangannya tentang reli pasar ini: “Investor kembali membeli saham hari ini, menyesali keputusan mereka menjual di sesi sebelumnya. Tetapi reli ini juga menunjukkan bahwa pasar sebelumnya terlalu pesimistis terhadap dampak tarif Trump”[3][9].

  • Respons Pasar Saham Regional Lainnya

Pasar saham lain di Asia juga mengalami kenaikan signifikan. Korea Selatan mencatat kenaikan penting dengan indeks Kospi menguat 6,60% ke 2.445,06 dan indeks Kosdaq naik 5,97% menjadi 681,79[1]. Di Australia, indeks S&P/ASX 200 naik 4,54% dan ditutup di level 7.709,60[1].

Meskipun mendapat tarif tertinggi, pasar China daratan juga mengalami kenaikan. Indeks CSI 300 bertambah 1,31% menjadi 3.735,32, sementara di Hong Kong, indeks Hang Seng naik 2,06% ke level 20.681,78[1]. Kenaikan di pasar China dibantu oleh perusahaan-perusahaan milik negara yang meningkatkan investasi ekuitas untuk membantu menstabilkan pasar. Bank sentral China mendukung Central Huijin Investment milik negara dalam meningkatkan kepemilikan dana indeksnya dan menawarkan dukungan peminjaman kembali jika diperlukan[13].

  • Dampak pada Pasar Global dan Wall Street

Wall Street juga bereaksi sangat positif terhadap pengumuman jeda tarif. S&P 500 meroket 9,52% dan ditutup pada level 5.456,90, menjadikannya kenaikan satu hari terbesar sejak 2008 dan kenaikan ketiga terbesar dalam sejarah pasca-Perang Dunia II[6]. Dow Jones Industrial Average naik 2.962,86 poin atau 7,87% dan ditutup pada level 40.608,45, kenaikan persentase terbesar sejak Maret 2020[6]. Nasdaq Composite melonjak lebih impresif, yaitu 12,16%, mencatat kenaikan satu hari terbesar sejak Januari 2001 dan hari terbaik kedua sepanjang masa[6].

Pasar saham Indonesia juga mendapat dampak positif, dengan IHSG pada pukul 14.22 WIB berada di level 6.287,11, meningkat 5,35% dibandingkan dengan pembukaannya[15].

Implikasi Ekonomi dan Prospek Jangka Panjang

  • Potensi Dampak Ekonomi Jangka Pendek dan Menengah

Penundaan tarif selama 90 hari dianggap memberikan stabilitas ekonomi jangka pendek. Menurut Reydi Octa, analis dari Panin Sekuritas, “inflasi yang disebabkan oleh lonjakan harga barang akan tertunda, sehingga perlambatan ekonomi dari sektor ekspor-impor barang belum terjadi”[15].

Tren penguatan pasar keuangan global berpotensi bertahan dalam jangka waktu pendek hingga menengah, dengan dana-dana institusi baik lokal maupun asing diharapkan mulai mengakumulasi saham-saham blue chip yang saat ini memiliki valuasi rendah[15]. Durasi penundaan selama 90 hari dianggap cukup bagi saham-saham blue chip untuk bergerak secara signifikan dan agresif[15].

  • Kekhawatiran dan Peringatan Jangka Panjang

Meskipun ada optimisme jangka pendek, beberapa analis memperingatkan tentang risiko jangka panjang. Para analis ING dalam sebuah catatan memperingatkan: “Namun, jangan lupa bahwa kita pernah mengalami hal ini sebelumnya dengan pengumuman dan kemudian kita mendapatkan beberapa jeda, hanya untuk tarif yang awalnya diumumkan diperkenalkan kembali”[13].

Tindakan tarif balas-membalas antara dua ekonomi terbesar dunia terus memicu kekhawatiran akan perlambatan yang lebih dalam pada perdagangan global[12]. Sebelum pengumuman penundaan, perang dagang yang berkembang telah menyebabkan kekhawatiran investor tentang potensi dampak ekonomi jangka panjang, dengan indeks saham utama AS mencapai titik terendah dalam hampir setahun[12].

Kesimpulan

Kebijakan tarif Trump terhadap China dan pengecualian selektif untuk negara-negara lain menggambarkan pendekatan agresif AS dalam negosiasi perdagangan global. Penundaan tarif selama 90 hari untuk sebagian besar negara, sementara meningkatkan tekanan pada China, menunjukkan strategi yang ditargetkan untuk menekan Beijing tanpa mengganggu hubungan dengan sekutu perdagangan lainnya.

Lonjakan pasar saham global, terutama di Jepang dengan indeks Nikkei yang melonjak 9%, menunjukkan kelegaan investor jangka pendek, tetapi volatilitas yang tinggi mencerminkan ketidakpastian yang masih ada. Para analis memperingatkan bahwa penundaan ini mungkin hanya memberikan penangguhan sementara, dan investor harus tetap waspada terhadap eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China.

Sementara pasar merayakan penundaan ini, pertanyaan yang lebih besar tetap ada tentang bagaimana ketegangan perdagangan ini akan diselesaikan dalam jangka panjang dan apa implikasinya bagi ekonomi global. Kondisi ini terutama penting bagi pasar Asia, yang berada di tengah-tengah konflik perdagangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

CITATIONS:

Komentar