oleh

False Memories: Who Should We Trust?

Oleh: Safinatunajah Azyurra Alit Permadi (Mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya)***

“What we dwell on, is who we become.”

Apakah ingatan masa kecil bertahun-tahun lalu masih terpatri dengan jelas dalam benak kalian? Bagaimana perasaan kalian ketika bolak-balik jatuh dari sepeda, gambaran ulang tahun ke-5 kalian, bahkan peliharaan kura-kura atau ikan yang pertama kali kalian miliki. Nah, kini saatnya untuk mempertanyakan kebenaran dari memori-memori tersebut. Bisa jadi, memori yang kalian ingat, bukanlah milik kalian sendiri melainkan memori milik seorang teman dekat di taman bermain kalian dulu misalnya.

Banyak orang berpikir bahwa memori diibaratkan video recorder, dapat mendokumentasikan dan menyimpan segala sesuatu dengan akurat dan dengan kejelasan yang sempurna. Padahal, penelitian bertahun-tahun membuktikan bahwa memori sangatlah rentan terhadap ‘kekeliruan’ (fallacy). Misalnya kesalahan memori kecil ketika mengingat seperti apa kita dulu, apakah kita anak yang aktif dan menikmati proses sosialisasi ataukah kita anak yang pasif dan cenderung senang untuk sendirian. Terkadang, kesalahan memori juga menimbulkan dampak yang lebih ekstrem. Misalnya ilusi peristiwa masa kecil yang sudah kita diskusikan sebelumnya, hal ini bisa mengubah keseluruhan aspek kita sebagai manusia. Kita bisa punya tujuan hidup yang berbeda tergantung dari seberapa besar skala ilusi masa kecil yang kita percayai.

Orang bisa dengan mudah merasa yakin sepenuhnya bahwa memori mereka benar-benar terjadi dan merupakan fakta yang mutlak, akan tetapi, keyakinan ini ternyata tidak menjamin bahwa memori tertentu benar terjadi adanya. Lalu, apa sebutan bagi sistem memori yang mengalami ‘kekeliruan’ ini?

Memory mistakes are quite common

Muncullah Elizabeth Loftus, seorang profesor di Universitas California, Irvine. Elizabeth menjadi salah seorang di antara garda terdepan dalam penelitian psikologis mengenai ingatan. Tidak hanya itu, ia juga telah melakukan beberapa penelitian menarik tentang berbagai kemungkinan untuk menanamkan suatu ingatan palsu (false/fake memories).

Salah satu penelitian oleh Loftus dan Pickrell (1955) yang merekrut 24 peserta yang akan disajikan dengan empat cerita berbeda dari ketika mereka berusia antara 4 hingga 6 tahun, dimana tiga di antaranya benar terjadi dan salah satunya merupakan kebohongan. Untuk mendapatkan kisah yang nyata, peneliti berbicara dengan kerabat peserta. Setiap keluarga juga diminta untuk memberikan keadaan peristiwa lain yang mungkin saja terjadi, tetapi sebenarnya tidak. Dalam kasus, ingatan yang salah adalah saat peserta tersesat di pusat perbelanjaan. Kerabat memberikan detail tentang pusat perbelanjaan tertentu yang digabungkan dengan detail lain untuk membuat cerita palsu yang masuk akal, meskipun sebenarnya peristiwa ini tidak pernah terjadi.

Peserta kemudian diberitahu bahwa sekarang mereka tengah terlibat dalam penelitian mengenai kemampuan mereka untuk mengingat berbagai detail kenangan masa kecil mereka. Ketika ditanyai mengenai ingatan mereka ketika hilang di pusat perbelanjaan,  sebagian besar dari mereka berbagi kenangan ini dengan detail yang begitu jelas. Akan tetapi, perlu diingat kembali bahwa tidak ada seorangpun dari peserta penelitian ini yang benar-benar mengalami situasi hilang di pusat perbelanjaan ketika mereka masih kecil. Hal ini membuktikan bahwa memori kita terkadang tidak bisa untuk terus diandalkan.

False Memories

False memories adalah ingatan atau memori yang dibuat-buat atau bahkan terdistorsi dalam sebuah kejadian. Memori semacam itu mungkin sepenuhnya salah dan imajiner. Dalam kasus lain, mereka mungkin mengandung elemen fakta yang telah terdistorsi oleh informasi yang mengganggu atau distorsi memori lainnya.

Bagaimana para psikolog mendefinisikan false memories? Beberapa elemen umum dari memori palsu meliputi:

  1. Pengalaman mental yang dipercaya sebagai sebuah representasi akurat dari peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu; dan
  2. Detail sepele yang kemudian menjadi jauh lebih serius karena melibatkan campur tangan orang lain.

Lalu, bisakah orang mengetahui bahwa memori tertentu termasuk benar atau salah? Dalam ulasan literatur, peneliti telah menunjukkan 2 cara untuk melihat hal ini melalui pertanyaan “berfokus pada ingatan yang dilaporkan atau orang yang melaporkan ingatan” (Bernstein & Loftus, 2009, hlm. 370), dimana tidak ada cara khusus neurofisiologis, teknologi, atau bahkan psikologis yang dapat diandalkan untuk membedakan antara memori yang benar dan yang salah. Maka dari itu, pembeda ini merupakan salah satu tantangan besar dalam penelitian mengenai ingatan. Namun, hal tersebut tentunya tidak menghentikan peneliti untuk terus mencari suatu perbedaan, meskipun dengan risiko keterbatasan keberhasilan.

Why?

Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya false memories termasuk keterangan yang salah serta kesalahan dalam penerimaan sumber asli informasi. Pengetahuan yang ada dan ingatan lainnya juga dapat mengganggu pembentukan memori baru, menyebabkan ingatan akan suatu peristiwa menjadi tidak tepat. Elizabeth Loftus juga telah menunjukkan melalui penelitiannya bahwa mungkin untuk menimbulkan ingatan palsu melalui sugesti, dan bagaimana memori tersebut justru menjadi lebih kuat dan hidup seiring berjalannya waktu.

Seringkali false memories wajar dan tidak membawa perubahan signifikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya saja ketika kita merasa menaruh kunci rumah di sofa, padahal kenyataannya kita meninggalkannya di atas meja makan. Akan tetapi, dalam kasus lain, false memories dapat membawa suatu implikasi serius mengenai suatu keyakinan yang salah. Misalnya ketika pihak berwenang salah mengambil keputusan dalam mengidentifikasi tersangka bahkan munculnya ingatan palsu ketika seorang saksi diinterogasi oleh polisi. Tidak hanya itu, dalam bidang medis, diagnosis terhadap pasien akan menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan untuk penanganan pasien.

For what?

Mengapa pada dasarnya kita semua memiliki sistem memori yang dapat membuai kita ke dalam lubang kesalahan? Hal ini berkaitan dengan pertimbangan berbagai fungsi false memories, sesuai dengan fungsional Baddeley (1988) pendekatan ke memori. False memories merupakan suatu produk sampingan dari sistem memori yang kuat dan fleksibel. Sistem ini mampu secara mental merevisi masa lalu untuk melayani fungsi prediksi masa depan. Dengan kata lain, false memories berusaha untuk memenuhi suatu citra diri serta kebutuhan sosial dalam masing-masing individu.

Kesimpulan akhir mengenai siapa yang harus kita percaya ketika pikiran kita saja seringkali tidak dapat ditemui titik validitas dan reliabilitasnya, membutuhkan jawaban yang sederhana. Tidak lain dan tidak bukan, kita harus percaya kepada diri kita sendiri. Dengan mempertimbangkan bahwa ingatan kita bukanlah representasi realitas yang kokoh, tetapi suatu persepsi yang subjektif. Tidak ada yang salah mengenai hal itu. Masalah hanya muncul ketika kita memperlakukan ingatan sebagai suatu fakta mutlak, alih-alih menerima kebenaran mendasar mengenai sifat ingatan kita.