ADA kabar yang bikin geleng geleng kepala terkait kasus Bupati Meranti non-aktif HM.Adil yang terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama berselang.Informasi terbaru menyebutkan, bahwa Aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti berupa kantor bupati digadaikan oleh Bupati nonaktif Meranti, HM .Adil. ke Bank Riau Kepri Syariah senilai Rp 100 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan. “Ini gila banget dan sangat berani….!!”
Hal itu terkuak setelah HM Adil ditangkap KPK dan dijadikan tersangka. Bahkan yang sangat mengejutkan, selain kantor bupati,juga mess Dinas PUPR Kab.Meranti. Plt Bupati Meranti H.Asmar mengaku kepada awak media, bahwa dirinya baru mengetahui asep pemkab Meranti digadalkan HM.Adil ke Bank Riau Kepri Syariah senilai Rp 100 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan.”Itu diketahui setelah adanya rebut rebut.Ini baru digadaikannya asset Pemkab Meranti dari tahun 2022 kemarin, kita baru mengetahuinya sekarang,”ungkapnya.
H.Asmar menyebut, kini Pemkab Meranti sedang kebingungan untuk membayar angsuran ke BRK Syariah. Angsuran yang mesti dibayar ke BRK Syariah Rp 3,4 miliar setiap bulan.
Sejauh ini, menurut H.Asmar, utang Pemkab Meranti yang baru dibayar ke Bank Riau Kepri Syariah sekitar Rp.12 milyar.Pemkab Meranti harus menanggung semua utang itu, yang setiap bulannya Rp.3,4 miliyar yang harus dibayar. “Kemampuan keuangan kita (Pemkab Meranti) cukup kecil. Yang sudah dibayar baru Rp 12 miliar,” kata purnawirawan Polri ini.
Tindakan HM.Adil menggadaikan aset pemerintah tersebut, tentu saja menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau. Anggota DPRD Riau, Eddy A Mohd Yatim mengaku tak habis pikir dengan apa yang dilakukan M Adil. Baru Cair Rp. 60 milyar, Cicilan Tiap Bulan Rp 3,4 milyar “Ini benar-benar kerja gila,” kata Eddy, kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Minggu (16/4/2023).
Menurut dia, aset negara yang menjadi tempat pelayanan publik digadaikan, merupakan kejahatan yang serius. “Ini benar-benar kejahatan serius,” sebutnya.
Eddy melihat, ada kejanggalan dalam proses peminjaman uang dengan agunan aset daerah ke pihak Bank Riau Kepri Cabang Selatpanjang. Karena, pihak bank mau mencairkan dana pinjaman Rp 100 miliar kepada Pemkab Meranti, yang diajukan oleh HM Adil. “Pihak bank mau mengeluarkan uang atau pinjaman yang cukup besar, dengan jaminan atau agunan kantor pemerintahan. Ini kan aneh. Saya minta penegak hukum mendalami masalah ini,” tuturnya
Eddy mengatakan, merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah jelas memberikan tugas, wewenang dan kewajiban kepada kepala daerah, salah satunya pada Pasal 67 huruf d dan e. Dalam pasal ini kepala daerah atau bupati wajib menjaga etika dan norma dalam urusan pemerintahan serta menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik. Politisi Demokrat ini mengatakan, kepala daerah tidak ada hak menggadaikan aset daerah. “Tidak ada hak kepala daerah untuk menggadaikan aset daerah. Bahkan, dia berkewajiban menjaga dan memelihara aset yang di daerahnya. Jadi, kasus Meranti ini menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan. Jangan sampai ini terjadi lagi,” ujar Eddy.
Untuk diketahui, pihak Bank Riau Kepri Cabang Selatpanjang menyebut bahwa bukan kantor Bupati Meranti yang digadaikan M Adil.
“Bukan kantor bupati, tapi kantor Dinas PUPR,” kata Pimpinan Bank Riau Kepri Cabang Selatpanjang, Ridwan saat diwawancarai Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (15/4/2023).
Dia mengakui, adanya pinjaman Rp 100 miliar yang diajukan Pemkab Meranti. Namun, baru sekitar Rp 60 miliar yang dicairkan sesuai dengan pengerjaan infrastruktur. Dengan utang Rp 100 miliar itu, Pemkab Meranti harus membayar cicilan Rp 3,4 miliar per bulan
Bupati Meranti nonaktif HM. Yang diduga menggadaikan kantor bupati ke sebuah bank. Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, ikut buka suara.Agus mengatakan aset negara tidak boleh digadaikan. Ada dua poin yang ia sampaikan terkait masalah kantor bupati yang digadaikan ini. “Nah kalau itu yang terjadi, digadaikan, itu yang salah selain Bupatinya ya Kepala Banknya yang memberikan rekomendasi untuk diterima dan transfer uangnya,” kata Agus melalui sambungan telepon pada Tempo, Minggu, 16 April 2023.
Oleh sebab itu, dia pun meminta bukan hanya Adil selaku Bupati Nonaktif Meranti yang disalahkan, tapi juga Kepala Bank yang menyetujui penggandaan aset negara. “Kedua, kalau ini terjadi di Meranti berarti terjadi juga di beberapa daerah,” tegas Agus.
Menurutnya, hal ini harus segera diungkap oleh aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. Dia pun melihat ada kecenderungan di sini. “Karena ini kecenderungannya begini, ini mau Pemilu (Pemilihan Umum), semuanya perlu uang,” beber Agus.
Agus juga menyebut pihak-pihak terkait termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas perbankan untuk turun tangan. “Saya yakin bahwa Bupati maupun orang banknya ini paham aset tidak boleh digadaikan. Ini hanya sebatas korupsi saja,” tuturnya.
Sementara itu, ada beberapa beleid yang mengatur larangan penggadaian barang milik daerah.”Barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat dijadikan tanggungan atau digadaikan untuk mendapatkan pinjaman,* begitu yang tertera dalam Pasal 307 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Larangan serupa juga tertera dalam Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, yaitu:”Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang digadaikan/dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah.”
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum bisa mengambil tindakan terkait tindakan Bupai Meranti Muhammad Adil yang mengagunkan kantornya ke bank sebagai jaminan kredit. Wakli Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu informasi tersebut. “Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak. Kami akan kami lebih dulu dalami apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak,” kata Nurul Ghufron di Jakarta, Ahad, 16 April 2023.
Nurul Ghufron memahami bahwa pengajuan kredit memang membutuhkan agunan untuk menjamin uang yang dipinjam tersebut dikembalikan.”Kalau asetnya aset negara atau daerah itu tidak mungkin seandainya wanprestasi atau macet itu akan disita lalu dilelang,” ujarnya.
Nurul Ghufron menyatakan pihaknya akan menelusuri masalah ini karena ada dugaan penggunaan aset negara sebagai jaminan dari kredit yang sifatnya personal. “Karena ini dalam lalu lintas privat ya kredit, tapi walau kredit tapi kalau yang diagunkan barang milik negara itu mungkin atau tidak, sekali lagi akan kami dalami lebih dulu,” kata Ghufron.
KPK sebelumnya telah menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka dan langsung menahannya dalam kasus dugaan korupsi, pemotongan anggaran, dan pemberian suap. Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni M. Fahmi Aressa (MFA) selaku Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau dan Fitria Nengsih (FN) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Bukan cuma menggadaikan aset negara (Kantor Bupati Merantidan Mess Dinas PUPR Kab.Meranti), HM.Adil juga kedapatan melakukan beberapa tindakan korupsi. HM Adil diduga menerima setoran dari para kepala SKPD berupa uang yang diambil dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
HM.Adil kemudian membuat seolah-olah para kepala SKPD berutang kepadanya dan memotong UP dan dan GU sebesar 5-10 persen untuk tiap SKPD yang dimintai setoran. HMAdil memercayai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih yang menjadi perantara uang ‘panas’ tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap alasan di balik tindakan Adil. Diduga bahwa Adil menggunakan uang tersebut untuk memuluskan safari politiknya kala ia maju di Pemilihan Gubernur Riau 2024 mendatang.Tak berhenti di situ, Adil juga menerima gratifikasi Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM), perusahaan travel perjalanan umrah pada Desember 2022 lalu.
Bicara soal, bolehkan Pemda gadaikan asset ke bank ? Portal berita https://kumparan.com mewawancarai Ekonom Universitas Bina Nusantara (Binus), Doddy Ariefianto, menuturkan pada dasarnya pemerintah bisa menggadaikan aset sebagai agunan untuk mendapatkan pinjaman. Meski begitu, kasus tersebut tidak lazim disetujui oleh pihak bank.”Tidak semua bank mau karena mereka tahu sekarang pimpinan daerah cuma 5 tahun, berganti-ganti, dengan enaknya menggadaikan kayak begitu bank juga takut. Iya oke sekarang pemimpin sah, tapi dalam waktu 2-3 tahun lagi putus (tidak menjabat),” jelasnya kepada kumparan, Sabtu (15/4).
Menurut dia, kasus seperti ini sangat kompleks karena yang menjadi masalah adalah penyalahgunaan wewenang. Dengan demikian, harus dipastikan kembali apakah ada pelanggaran dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan di daerah yang bersangkutan.”Menurut saya sih enggak etis ya, untuk menggadaikan (aset pemerintah). Saya juga terus terang jawabannya boleh apa tidak itu harus dilihat kepada UU Pemerintahan Daerah, biasanya tiap kabupaten punya dalam statutanya ada hak dan tanggung jawab masing-masing pemimpin daerah,” sambung Doddy.
Selain itu, lanjut Doddy, perlu dipastikan pula apakah kantor Pemkab Meranti tersebut dari awal pembangunannya sudah dibiayai perbankan sehingga menjadi agunan, atau ketika sudah jadi baru diagunkan.”Misal bangun stadion jadi agunan itu sudah biasa, dengan sendirinya barang yang dibiayai kredit adalah agunan. Tapi kalau kita bicara barang lain, misal stadion nilainya dipandang tidak cukup lalu bank minta tambahan agunan lalu mengagunkan kantor Bupati, saya tidak tahu,” jelasnya.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menjelaskan bahwa perbankan bisa menerima agunan berwujud, baik pribadi maupun korporasi, kepada peminjam (debitur). Namun, hal ini dilakukan sesuai dengan sejumlah ketentuan dan persyaratan. “Bank kan prinsipnya ada nasabah yang mengajukan, entah pribadi atau korproasi, ada jaminan yang dijaminkan berupa aset tanah, bangunan, rumah, tidak bergerak dan lain sebagainya itu selagi semuanya sesuai secara hukum, sah secara hukum itu bisa-bisa saja. Selagi ada bukti kepemilikan dan suart-surat lengkap secara hukum bisa dijadikan jaminan itu seharusnya tidak ada masalah,” kata Amin.
Menurut dia, pengelolaan aset daerah juga merupakan hal positif, selama dana kelolaan tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat. Bahkan, sejumlah pemda pun kreatif dan memiliki beragam inovasi agar aset daerahnya bisa dimanfaatkan. Amin menjelaskan, jika ada permasalah yang muncul dari pemanfaatan aset, hal itu karena digunakan untuk kepentingan pribadi. “Enggak masalah kapitalisasi aset saya rasa banyak ya beberapa daerah yang kemudian pemimpin daerahnya kreatif, dia bisa melakukan inovasi dan itu menguntungkan daerahnya, ya kenapa tidak. Kalau dikaitkan dengan bank ya kembali lagi bank sudah jelas aturannya sangat rigid dan pasti itu sudah dilaksanakan dengan sangat hati-hati, pruden,” pungkasnya.
KPK menyatakan bakal mendalami aspek hukum perbuatan Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil yang menggadaikan kantornya Rp 100 miliar ke bank. Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, materi tersebut akan ditanyakan didalami dalam proses penyidikan dugaan korupsi yang menjerat Adil. “Kami nanti coba dalami aspek hukumnya melalui pendalaman pada proses penyidikan yang sedang kami selesaikan sekarang ini,” kata Ali saat dihubungi, Sabtu (15/4/2023).
Ali mengatakan, jika memang benar Muhammad Adil menggadaikan kantornya ke bank, peristiwa itu menjadi fenomena menarik. Menurut Ali, sepanjang pengalaman KPK tindakan tersebut baru terjadi kali ini. “Bila hal itu benar, ini fenomena menarik dan sepengetahuan kami baru kali terjadi,” jelasnya.(BERBAGAI SUMBER)****
Komentar