oleh

Guru “NOOB” VS Guru “PRO”

Oleh: Deni Kurniawan, S.Pd. (Penulis adalah guru SDN 1 Linggajaya Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya)

DALAM dunia gaming istilah “noob” dan “pro” sudah tidak asing lagi. Istilah noob sudah tidak asing. Google mengartikan “noob” sebagai pemain yang belum berpengalaman dalam suatu bidang terutama bidang komputer atau yang berkaitan dengan penggunaan internet. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, artinya cupu. Dengan kata lain istilah “noob” digunakan untuk merendahkan pemain yang kualitas permainannya buruk. Sementara istilah “pro” adalah lawan kata dari kata “noob”, itu merupakan istilah slang yang dipakai untuk menyebut seorang pemain dengan skill tinggi, kata “pro” adalah singkatan dari kata “professional” yang digunakan untuk memberi penghargaan atas kualitas pemain yang mengagumkan.

Undang-undang Guru dan Dosen No.14 tahun 2015 menegaskan bahwa guru dan dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan Pendidikan tinggi tempatnya bertugas, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan Pendidikan nasional. Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini dimana pembelajaran dilakukan secara daring, maka guru diharuskan menguasai media-media ataupun aplikasi yang digunakan dalam rangka pembelajaran daring tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran daring yang ideal tentunya dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Pertama, kolaborasi pemerintah dengan penyedia layanan teknologi. Hal ini tentunya sudah dilakukan pemerintah dengan memberikan subsidi kuota belajar maupun kerjasama dengan media ataupun aplikasi-aplikasi pendukung yang dapat dipergunaan secara gratis dalam rangka pembelajaran daring. Kedua, pelatihan. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan pemahaman maupun kompetensi terutama guru dalam rangka memberikan pembelajaran daring. Ketiga, kolaborasi antara guru, siswa dan orang tua. Ini juga menjadi salah satu kunci keberlangsungan pembelajaran  daring agar dapat berjalan dengan efektif dan tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik, dimana kolaborasi ketiganya akan menciptakan lingkungan belajar yang ideal. Keempat, komunikasi atau “sharing” antara masyarakat, orang tua, peserta didik dan guru. Pembelajaran daring tentunya memiliki hambatan tersendiri bagi pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pembelajaran, sehingga diperlukan komunikasi yang baik untuk menemukan formula yang tepat sesuai dengan latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, serta kompetensi yang dimiliki lingkungan belajar agar pembelajaran daring dapat berjalan secara efektif.

Salah satu poin penting untuk menciptakan pembelajaran daring yang efektif demi tercapainya tujuan pembelajaran adalah kompetensi guru dalam penggunaan IT (Informasi Teknologi). Pembelajaran daring tentunya menjadikan guru sebagai motor dalam keberlangsungan pembelajaran. Ketidakmampuan guru dalam menggunakan IT sudah pasti akan menghambat keberlangsungan proses pembelajaran daring yang efektif. Sehingga tujuan dari pembelajaranpun tidak dapat tercapai secara optimal. Oleh karena itu, dimasa sekarang ini memang sudah tidak saatnya lagi guru tidak mampu dalam menggunakan IT. Faktor-faktor penyebab kurangnya kompetensi guru dalam penggunaan IT setidaknya dibagi 2, yaitu : penyebab eksternal dan internal. Penyebab eksternal diantaranya: Keterbatasan fasilitas komputer/laptop tersedia baik secara pribadi maupun dalam satuan pendidikannya. Meskipun untuk saat ini penggunaan “smartphone” sudah bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, tidak adanya jaringan listrik dan internet yang memadai khususnya bagi yang berada di daerah-daerah tertentu yang memang dapat terjangkau jaringan listrik maupun internet, dan sangat terbatasnya pelatihan-pelatihan bagi guru yang berkaitan dengan IT. Penyebab internal diantaranya: keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam memanfaatkan IT serta motivasi yang masih rendah untuk membiasakan pemanfaatan IT dalam proses pembelajaran.

Bukan hal yang baru lagi bahwa pembelajaran di masa pandemi sangat bergantung pada penggunaan teknologi dan informasi. Misalnya, penyampaian materi melalui kelas virtual seperti zoom meeting, google meet, google classroom, ruang belajar, dan sebagainya. Untuk mempermudah pemahaman siswa, guru juga mulai membuat video pembelajaran interaktif yang diupload melalui kanal berbagi (youtube), maupun rumah belajar. Penugasan dan kegiatan penilaian pembelajarannya pun menggunakan Platform Google suite, menggunakan google form dan semacamnya. Agar siswa tidak jenuh sesekali guru bisa membagikan link permainan kuis interaktif melalui quizizz. Bahkan yang sederhana sekalipun guru harus membagikan tugas melalui media sosial WhatsApp. Guru “Pro” yang dimaksud ini yaitu guru yang mampu memanfaatkan teknologi dan informasi di tengah keterbasan saat ini. “Pro” disini bukan berarti guru harus memiliki latar belakang kemampuan IT yang mumpuni, atau guru yang berlatar belakang Pendidikan dari bidang IT saja. Tetapi juga guru yang mau berusaha meng-upgrade kapasitasnya sebagai pendidik yang mau tidak mau harus mengembangkan diri di era Industri 4.0 ini. Jadi “Noob” atau “Pro” nya seorang pendidik itu bukan dilihat dari usia dan latar belakang Pendidikan dari bidang IT, tetapi dilihat dari passionnya untuk melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan kemajuan zaman.

Pembelajaran daring pada masa pandemi ini maupun pada masa yang akan datang tentu sudah menjadi alternatif dalam keberlangsungan pembelajaran. Guru dituntut dapat menguasai IT untuk mendukung pembelajarannya. Guru harus aktif mengikuti pelatihan-pelatihan terkait strategi pembelajaran di masa pandemi ini. Salah satunya guru bisa mengakses laman Guru Belajar dari Kemdikbud. Serta kegiatan Bimtek dan pelatihan yang diselenggarakan oleh KKG di masing-masing Gugus Sekolannya.

 

Komentar