Oleh: Nita Krismania, S.Pd
GABUT adalah gabungan dua buah kata yaitu gaji dan buta. Arti gabut bisa dideskripsikan sebagai kondisi dimana seseorang sedang tidak memiliki kegiatan atau aktifitas tertentu di manapun mereka berada. Biasanya orang yang dilanda rasa gabut pasti akan merasa bosan dan berujung pada badmood. Banyak dari kita yang masih bingung harus melakukan apa saat merasa gabut. Apabila sedang gabut dan bingung harus melakukan apa, pastinya rasa bosan itu akan menjadi berlipat ganda.
Tidak menutup kemungkinan hal ini banyak dirasakan oleh orang-orang di masa social distancing untuk mengurangi dampak wabah pandemic Covid-19. Begitu juga guru, di mana pada kondisi normalnya guru biasa melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka dengan siswa, sekarang dialihkan dengan moda daring/pembelajaran online. Sebagian besar pekerja melakukan pekerjaannya dari rumah atau dikenal dengan istilah Work From Home. Termasuk di dalamnya guru, karena siswanya juga melakukan kegiatan belajar dari rumah sesuai dengan instruksi Dinas Pendidikan.
Ternyata hal ini memicu adanya kecemburuan beberapa pihak. Beberapa saat yang lalu viral seorang wanita nyinyir melalui media sosialnya. Dalam kondisi seperti ini “anak sekolah libur panjang, enak guru makan gaji buta.” Begitu kira-kira isi postingan dalam media sosial wanita tersebut. Tentunya hal ini menuai banyak kecaman, bukan hanya dari pihak guru. Dari orang yang benar-benar memahami kondisi tanggap darurat seperti saat inipun ikut mengecam postingan tersebut.
Entah itu berarti gaji buta atau dilanda kebosanan karena tidak memiliki kegiatan apa-apa, istilah gabut tetap meninggalkan konotasi negatif terhadap citra guru. Lalu dalam kondisi ini apakah memang benar keadaannya seperti itu? Sebagai seorang pendidik guru dituntut untuk selalu berinovasi dan meningkatkan kompetensinya. Ada empat kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, sosial, professional dan pedagogik. Banyak kegiatan yang ditawarkan oleh berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kompetensi guru. Salah satunya Pemerintah melalui Kemdikbud membuka pendaftaran PembaTIK atau kepanjangan dari Pembelajaran berbasis TIK dari bulan April sampai Juli 2020. PembaTIK merupakan program Peningkatan Kompetensi TIK guru yang mengacu pada kerangka kerja peningkatan kompetensi TIK Guru UNESCO. Selain itu banyak media maupun Lembaga-lembaga tertentu yang mengadakan pelatihan online menulis bagi guru. Mereka memfasilitasi guru agar dapat membuat tulisan ilmiah, baik artikel, KTI maupun mengubah KTI menjadi buku. Ada juga pelatihan menulis buku non teks untuk SIPLAH dari bulan April sampai bulan Mei 2020. Kegiatan ini dirancang untuk membantu guru sebagai penulis agar karya buku yang dihasilkan layak diikutkan penilaian Kemdikbud, sehingga bisa dipasarkan melalui SIPLah. Bukankah kegiatan-kegiatan tersebut diadakan untuk membuat guru lebih produktif saat ini.
Selain itu Dinas Pendidikan Jawa Barat bekerjasama dengan SEAMEO Indonesia Centre Coordinator (SEA-ICC) dan SEAMEO QITEP in Science (SEQIS) mengadakan pelatihan secara online Virtual Coordinaor (VC) Batch 6 bagi guru/Kepala Sekolah/pengawas/Tenaga Kependidikan mulai dari Tingkat TK/PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB. Kegiatan VCT ini memberikan skill yang dibutuhkan oleh guru untuk menunjang pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang cocok diterapkan di masa merebaknya wabah pandemi Covid-19 ini.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan guru-guru dapat menjadi guru “yahud” yang mau berinovasi dan mampu merancang pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan tuntutan kondisi yang ada saat ini. Sehingga siswa tidak merasa bosan belajar di rumah, dan Standar Kompetensi Lulusan tetap tercapai meskipun berada dalam situasi yang kurang mendukung.(Penulis adalah guru SDN Leuwikidang Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya.)***
Komentar