oleh

Haidar Alwi: Polri Tegak Sebagai Institusi Sipil, Pilar Keadilan di Pemerintahan Prabowo

JAKARTA—-R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, melihat bahwa perjalanan Polri dalam dua dekade terakhir merupakan salah satu transformasi paling menentukan dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Setelah reformasi 1998 memisahkan Polri dari militer, arah kebijakan dan moral institusi ini perlahan beranjak menuju jati dirinya sebagai lembaga sipil yang melayani rakyat, bukan alat kekuasaan. Transformasi itu kini memasuki fase baru di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, fase yang oleh Haidar Alwi disebut sebagai restorasi moral bangsa, di mana keadilan ditegakkan dengan hati, dan kekuasaan dijalankan dengan nurani.

Namun, proses menjadi lembaga sipil yang matang tentu tidak berlangsung tanpa ujian. Di tengah tuntutan publik yang semakin kritis, arus disinformasi yang tak terbendung, dan ekspektasi tinggi terhadap penegakan hukum yang cepat, Polri terus berhadapan dengan tantangan moral, sosial, dan politik yang kompleks. Setiap langkah tegas selalu diuji oleh pandangan masyarakat; setiap tindakan hukum selalu dibenturkan dengan opini media.

Ujian Agustus dan Ketegasan yang Beradab.

Gelombang demonstrasi besar pada akhir Agustus 2025 menjadi salah satu ujian paling berat bagi citra dan moral Polri. Ribuan massa turun ke jalan di berbagai kota, menyuarakan aspirasi politik dan sosial yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok provokatif untuk menimbulkan kerusuhan. Polri bergerak cepat dan menetapkan 959 orang sebagai tersangka, langkah yang menimbulkan perdebatan di ruang publik.

Sebagian pihak menilai tindakan itu represif, namun sebagian lainnya memandang Polri telah bertindak proporsional untuk menjaga stabilitas nasional. Bagi Haidar Alwi, peristiwa ini bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kedewasaan institusional Polri.

“Sering kali masyarakat hanya melihat akibat tanpa memahami sebab. Polri tidak sedang menindas rakyat, melainkan melindungi negara dari provokasi yang menunggangi aspirasi rakyat,” ujar Haidar Alwi.

Haidar Alwi menilai, di tengah arus tekanan publik dan opini digital yang liar, Polri justru memperlihatkan kematangan: tegas tanpa kehilangan empati, dan disiplin tanpa kehilangan sisi kemanusiaan. Bagi Haidar Alwi, langkah tegas semacam itu adalah bagian dari restorasi moral Polri, yakni proses pemulihan nilai dan kepercayaan publik melalui ketegasan yang beradab.

Polri dan Karakter Sipil yang Semakin Kuat.

Dalam pandangan Haidar Alwi, Polri telah bertransformasi menjadi lembaga sipil sepenuhnya. Sebagai hasil dari reformasi 1998, Polri kini berdiri independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan kepada lembaga atau kementerian mana pun. Struktur dan arah kebijakan Polri hari ini membuktikan bahwa semangat sipilitas telah menjadi inti dari cara kerja dan pengambilan keputusan.

“Jika Ada pihak yang ingin kembali Menempatkan Polri di bawah kementerian mana pun, artinya adalah kemunduran dari cita-cita reformasi,” tegas Haidar Alwi.

Haidar Alwi memuji langkah Presiden Prabowo Subianto yang tetap menjaga kemandirian Polri sebagai lembaga penegak hukum profesional, sembari memperkuat koordinasi strategis dengan lembaga lain. Sinergi ini, menurutnya, adalah bentuk keseimbangan antara otoritas dan nurani, antara kekuasaan negara dan moralitas hukum.

Haidar Alwi juga mengapresiasi kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah membawa Polri menjadi institusi modern dan transparan. Konsep Presisi yang diterapkan berhasil menggeser paradigma lama penegakan hukum menuju pendekatan yang lebih humanis dan berbasis keadilan sosial.

“Presisi bukan hanya soal data dan teknologi, tapi juga tentang ketepatan nurani dalam menegakkan keadilan,” jelas Haidar Alwi.

Kesadaran akan tanggung jawab moral itu kemudian diwujudkan dalam langkah nyata. Di tingkat nasional, pembenahan Polri dijalankan dengan dua pendekatan yang berjalan beriringan, sistemik dan moral.

Dua Arah Restorasi: Sistem dan Nurani.

Haidar Alwi menilai langkah Presiden Prabowo Subianto membentuk Tim Reformasi Polri Nasional dan langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Transformasi Internal bukanlah dua kebijakan yang tumpang tindih, melainkan dua arus besar yang saling memperkuat. Yang satu memperkuat sistem, yang lain memperkuat kesadaran.

Keputusan Presiden Prabowo menunjukkan keseriusan negara dalam memperkuat karakter sipil dan profesionalisme Polri, sementara langkah Kapolri menunjukkan kesadaran moral dari dalam tubuh Polri sendiri.

Bagi Haidar Alwi, dua arah pembenahan ini menandai babak baru dalam perjalanan bangsa, restorasi moral bangsa melalui restorasi Polri.

“Presiden Prabowo memperkuat sistem, Kapolri memperkuat kesadaran; keduanya bekerja di jalur yang sama, menjaga agar Polri tidak kehilangan nurani,” tegas Haidar Alwi.

Haidar Alwi menilai sinergi dua arah ini bukan sekadar program kelembagaan, tetapi tanda bahwa Polri kini menjadi pusat keseimbangan moral di tubuh negara.

Polri Sebagai Pilar Keadilan dan Peradaban.

Bagi Haidar Alwi, Polri hari ini bukan hanya alat penegak hukum, tetapi benteng moral dan simbol peradaban bangsa. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri tidak sedang direformasi, tetapi sedang dimuliakan melalui proses panjang pemulihan nilai.

Restorasi Polri, menurutnya, adalah cerminan dari restorasi Indonesia itu sendiri, bangsa yang sedang belajar menegakkan hukum dengan nurani dan menjalankan kekuasaan dengan keadilan.

“Langkah Presiden Prabowo dan Kapolri Listyo Sigit adalah dua sisi dari satu mata uang moral: yang satu menegakkan sistem, yang lain menegakkan hati. Polri sedang membuktikan bahwa keadilan bisa ditegakkan tanpa kehilangan kemanusiaan,” pungkas Haidar Alwi.(ABAH YUSUF BACHTIAR)****

Komentar