Maumere, LINTAS PENA
Hampir tidak ada tempat public di Maumere yang bersih dari vandalism (aksi coret moret di tempat umum). Vandalisme telah membuat wajah kota Maumere tampak jorok, kumuh. Di samping itu telah menimbulkan kerugian ekonomi juga. Sebab corat coret itu lebih banyak dibuat di tempat yang di cat oleh awam atau professional. Orang mengecat atau melukis temboknya mempekerjakan pekerja profesional tentunya berbiaya.
Penilaian ini datang dari Guru SMAK Frateran Maumere Vinsen Ditus,S.Fil. Kepada Ekora NTT Sabtu 16 Pebruari 2019. Jebolan STFK Ledalero ini mengatakan menurutnya fenomena vandalism adalah ekspresi mental masyarakat yang tidak tahu menghargai orang lain, keteraturan dan keindahan. Dan kemungkinan besar jadi tanda kemiskinan, keterpinggiran,frustrasi karena fenomena ini juga banyak terdapat di negara-negara lain di kantong-kantong yang miskin dan kalah dalam persaingan sosial.
Untuk meminimalisir hal ini putra Manggarai ini menawarkan solusi berupa langkah jangka pendek adalah larangan vandalism dan pemberian hukuman mulai dari tingkat rt/rw. Sementara jangka panjangnya menyusun perda soal pelarangan vandalism dan kegiatan-kegiatan pembiasaan menghargai orang,barang dan keindahan yang diwajibkan di masyarakat dan sekolah.
Senada dengan Vinsen, Yosef don Bosco Fernandes, S.Fil Guru Agama Katolik SMAK Frateran Maumere mengatakan vandalisme sebagai ekspresi agresivitas yang salah. “Saya menilai vandalisme itu cikal bakal tumbuhnya perilaku tak tahu menghargai sesama dan realitas kelemahan orang tua dalam mendidik anaknya. Kekosongan hati anak akan pengakuan diri sebagai anak yang dikasihi. Narsisme anak yang menegasi nilai moral,”tandas jebolan Fakultas Filsafat Agama Unwira Kupang ini.
Dalam pengamatan Bosko demikian ia biasa disapa vandalism di kota yang pernah dijamah Paus Yohanes Paulus II sudah parah bahkan putra Kloangpopot ini agak keras mengatakan vandalism bentuk ekspresi moral yang busuk. Untuk itu kata dia lagi, semua pihak perlu duduk bersama untuk diskusi. “Gereja, Pemerintah dan pihak sekolah perlu mulai membunuh bibit perilaku kurang ajar ini untuk tahu menghargai milik orang lain sebagai bagian dari moralitas kristiani untuk mencapai hidup ugahari,”ujar Koordinator Sekolah Adiwiyata SMAK Frateran Maumere ini.
Selama 1 jam Lintas Pena memantau tempat-tempat yang menjadi sasaran empuk para vandalist yakni tembok belakang pasar Alok, Jalan Litbang, pertokoan, Jalan Gajah Mada, Jalan Ahmad Yani, Kota Uneng, Kampung Beru. “Pak, saya sudah cape untuk omong soal aksi coret moret ini. Sehabis cat tembok pagar rumah saya, anak-anak mabuk selalu pilox dan tulis kata-kata jorok,” ujar ibu Maria di Kampung Buton Kelurahan Kota Uneng yang sangat parah dengan aksi coret moret ini.
Pelukis Realis Naturalis Dany Wati ketika diminta pendapatnya pemilik Galery Blok M Plaza Jakarta Selatan mengatakan aksi coret-coret ini akibat tidak ada wadah untuk anak-anak menyalurkan bakat melukisnya. “Sebenarnya kalau Pemda mau lewat Dinas Kebersihan menyelenggarakan lomba grafiting dengan ide tertentu. Semisal di Gelora Samador ide Bola. Silakan mereka menyalurkan bakatnya dan harus dilombakan dan mendapatkan hadiah yang layak,”ujar Dany yang menempati Galery Dani’s Wati di Pusat Jajanan dan Cenderamata Pasar Bongkar Perumnas jalan Angrek Kota Uneng Maumere.
Dany juga meminta Pemda Sikka untuk menyiapkan sebuah wadah untuk para seniman berekspresi. “Banyak pelukis yang tercecer dan kalau dibina terus akan menghasilkan pelukis handal. Untuk itu Taman Tsunami itu cocok untuk para seniman. Di taman tersebut dibangun kios-kios kecil untuk para seniman dan bisa dipungut biaya,” pintanya. *** ( Lintas Pena Maumere /YUVEN FERNANDEZ)****