Oleh : Dadang Rachmat Al-Faruq (Anggota DPRD Kab Tasikmalaya Fraksi Gerindra)
KEMERDEKAAN merupakan sesuatu yang dicita-citakan suatu bangsa, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, itulah yang tertulis di naskah pembukaan UUD 1945 alinea pertama. Namun, melihat kondisi Indonesia saat ini apakah sudah merdeka seutuhnya ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya teringat akan sebuah lirik lagu karya grup band Marjinal yang beraliran punk rock ketika masa putih abu yang sering dilantunkan oleh seorang kurang lebih seperti ini “Lihatlah negeri kita, yang subur dan kaya raya, sawah ladang terhampar luas samudra biru. Tapi rataplah negeri kita, yang tinggal hanya cerita, cerita dan cerita (cerita terus). Pengangguran merabah luas, kemiskinan merajalela, pedagang kaki lima tergusur teraniaya, bocah-bocah kecil merintih melangsungkan mimpi dijalanan, buruh kerap dihadapi penderitaan. Inilah negeri kita, alamnya gelap tiada berbintang dari derita dan derita menderita, derita terus. Sampai kapankah derita ini, yang kaya darah dan air mata yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi”.
Saya selalu berpikir begini bahwa kita selama ini memaknai kemerdekaan itu sebatas pembebasan dari penjajahan kolonial sejak zaman Koloneal Belanda, sehingga perayaan-perayaan HUT kemerdekaan setiap 17 Agustus sejak tahun 1945 itu adalah sebuah ekpresi ungkapan syukur, karena bangsa-bangsa asing telah meninggalkan Indonesia untuk merdeka dan mandiri. Sedang wujud nyata dari kemerdekaan itu tidak benar-benar termaknai dan termanifestasikan dalam kehidupan dan menjadi karakter bangsa Indonesia. Bagi saya, bangsa Indonesia belum benar-benar merdeka terlepas dari kepergian bangsa asing. Kita sesungguhnya masih terjajah di tengah-tengah negara ini. Ada beberapa cacatan reflektif yang dapat disebutkan berkaitan dengan hal ini, antara lain. Pada peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Cina yang jatuh pada tanggal 13 april 2020 tahun kemarin, kedua negara telah sepakat untuk saling memperluas ikatan yang terjalin tidak hanya di bidang investasi dan perdagangan, tapi juga di bidang budaya. Bahkan, kerja sama Cina dan Indonesia juga merambah ke sektor kesehatan.
Cina telah berjanji untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia dalam memerangi COVID-19, termasuk mendukung rencana untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi vaksin buatan Cina.
Peran Cina yang semakin kuat dalam perekonomian Indonesia membuat beberapa pengamat percaya bahwa Indonesia semakin bergantung pada Negeri Tirai Bambu tersebut.
Kemerdekaan adalah momen penting dalam sejarah sebuah bangsa. Kemerdekaan tidak hanya berarti pembebasan dan kelepasan dari sebuah bentuk penjajahan (kolonialisme dan imperialisme) tetapi juga menandai sebuah perjalanan baru menyongsong kehidupan yang lebih baik. Oleh sebab itu, spirit kemerdekaan harus memberi dorongan kepada setiap warga negara agar berbenah diri dan melakukan hal-hal terbaik dalam kehidupan ini. Jangan sampai kita hanya merdeka dari sebuah penjajahan senjata, sementara kita terjajah dengan ekonomi negeri tirai bambu yang mengakibatkan kita tunduk karena hutang yang semakin menumpuk.
Perlu digarisbawahi bahwa nilai utang Indonesia kepada Cina telah mencapai besaran yang cukup mengkhawatirkan. Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir 24 juli 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun. Jumlah utang tersebut diperkirakan akan semakin menggelembung seiring dengan masuknya proyek-proyek infrastruktur besar BRI (Belt and Road Initiative) yang sudah ditandatangani. Hal ini membuat banyak ahli khawatir menjadi jebakan hutang karena akan meningkatkan risiko Indonesia gagal bayar, seperti yang terjadi pada Sri Lanka. Karena utang yang demikian besar itu, pemerintah Sri Lanka terpaksa menyerahkan sebagian besar saham pelabuhan tersebut kepada Cina. Pada akhirnya, Cina sekarang memegang 70% saham di pelabuhan Hambantota.
Pengalaman Sri Lanka ini memunculkan spekulasi bahwa Cina sengaja merencanakan diplomasi perangkap utang melalui pembebanan kredit yang berlebihan dengan dugaan berniat untuk mengeksploitasi ekonomi dari negara pengutang. Persyaratan pinjaman dari Cina untuk proyek BRI juga menjadi pertanyaan bagi para ahli ekonomi. Pasalnya, pencairan pinjaman untuk setiap proyek BRI mewajibkan negara mitra untuk membeli 70% bahan baku dari Cina dan mempekerjakan para pekerja Cina. Kebijakan yang lebih memihak pada investor Cina ini tentunya akan semakin memberatkan pelaku industri lokal.
Terlepas dari implikasi ekonomi, ketergantungan Indonesia yang semakin meningkat pada Cina juga akan mengakibatkan dampak politik yang serius pula. Sebagai contoh, kondisi tersebut dapat menyebabkan Indonesia kesulitan untuk memberikan perlawanan yang tegas atas Cina yang semakin agresif di Laut China Selatan. Selain itu tenaga kerja asal china pun semakin banyak seolah-olah bebas masuk ke Indonesia. ketergantungan Indonesia pada Cina menurut saya akan menghalangi pemerintah untuk bertindak tegas karena pemerintah enggan kehilangan mitra dagang dan salah satu sumber investasi terbesar negeri ini. Tapi itu hanyalah sebuah kehawatiran saya sebagai rakyat bodoh, yang mudah-mudahan kehawatiran itu tidak terjadi dan tidak akan terjadi.
Kita menyadari bahwa kemerdekaan bangsa dari penjajahan (kolonialisme dan imperialisme) memang mahal dan bahkan terlalu mahal, karena lahir dari tetesan air keringat, linangan air mata dan ceceran darah para pahlawan. Hanya satu kata yang keluar dari mulut para pejuang kita dalam melawan para penjajah yaitu merdeka atau mati, dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah, pejuang kita banyak yang gugur baik pada saat memperjuangkan kemerdekaan maupun dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk itu, maka tugas kita sebagai generasi pelanjut menjaga kemerdekaan ini dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bukan hanya memperingati saja, tetapi harus mengisi kemerdekaan dengan kerja yang positif demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Kita menyadari bahwa di hari kemerdekaan ini banyak sekali persoalan yang melanda negeri ini, diperparah dengan adanya pandemi covid-19 yang penuh politisi dan bisnis.
Menyebarnya Covid-19 di seluruh penjuru dunia turut meruntuhkan ragam sendi-sendi kehidupan. Tidak hanya sisi ekonomi yang terkena imbasnya secara langsung melainkan juga sisi interrelasi kita sebagai manusia. Perubahan dalam hal hubungan antar manusia dan perubahan dari sisi ekonomi ini seringkali diikuti dengan perubahan di bidang politik termasuk didalamnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Hakikat ancaman terhadap bangsa di tahun-tahun yang akan datang sudah bisa kita lihat dari saat yang kita alami sekarang, yaitu wabah pandemi Covid-19 yang telah berhasil memperlambat kehidupan peradaban manusia di seluruh dunia. Perang yang akan datang bisa saja menggunakan senjata-senjata baru yang tak pernah dibayangkan manusia. Virus dapat jadi senjata untuk menghancurkan peradaban manusia, untuk menghancurkan negara-negara.
Namun kita tidak boleh pesimis dan kehilangan semangat, kita harus selalu optimis dan mencontoh perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang, semangat nasionalisme harus tetap dibangun dalam menghadapi semua tantangan yang akan kita hadapi kedepan.
Dalam memperingati Hari Kemerdekaan RI ke 76 ini, marilah kita jadikan moment sebagai introspeksi diri terhadap apa yang telah kita lakukan untuk bangsa ini, bukan memperdebatkan dan meributkan hal-hal yang tidak penting demi kepentingan sendiri dan kelompok. Mari kita wujudkan Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh di hari kemerdekaan ke 76 tahun ini, dengan terus bergerak berjuang. Mari rapatkan barisan dan luruskan shaf, rajut kembali persatuan, karena kita semua adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh umat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al Qur’an (antum ruhun jadidah tarsi fii jaasadil ummah) (Hasan Al-Banna). Wallahu’ Alam.
Komentar