oleh

Henry Kissinger: Dilema Hubungan dengan Amerika Serikat dan Implikasinya bagi Uni Eropa

By Green Berryl

UNGKAPAN Henry Kissinger “Menjadi musuh Amerika sangat berbahaya, tetapi menjadi teman Amerika berakibat fatal” telah menjadi salah satu kutipan paling terkenal dalam diplomasi internasional. Pernyataan ini merefleksikan kompleksitas hubungan geopolitik dan dilema yang dihadapi banyak negara, terutama Uni Eropa, dalam menjalin aliansi dengan Amerika Serikat. Analisis mendalam terhadap pemikiran Kissinger dan implementasinya dalam hubungan Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya, khususnya Uni Eropa, mengungkapkan paradoks kebijakan luar negeri Amerika yang sering menempatkan sekutunya dalam posisi sulit.

Paradoks Hubungan dengan Amerika Serikat

Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang meninggal pada 29 November 2023 dalam usia 100 tahun, dikenal dengan kutipannya yang kontroversial: “it may be dangerous to be America’s enemy, but to be America’s friend is fatal” (mungkin berbahaya menjadi musuh Amerika, tetapi menjadi teman Amerika berakibat fatal)[6]. Pernyataan ini bukan sekadar retorika diplomatis, melainkan refleksi dari pola hubungan Amerika Serikat dengan negara-negara lain sepanjang sejarah.

Sejarah mencatat bagaimana Amerika Serikat seringkali mengubah sikapnya terhadap negara-negara yang pernah menjadi sekutunya. Contoh konkret yang disebutkan adalah bagaimana Amerika Serikat membantu Irak bertempur melawan Iran selama 8 tahun, namun pada akhirnya Amerika Serikatlah yang menghancurkan Irak dan menumbangkan Presiden Saddam Hussein[6]. Pola serupa juga terjadi pada Vietnam, Afghanistan, dan Libya[6].

*Standar Ganda dalam Diplomasi Amerika

Pejabat Amerika Serikat hampir selalu menyebutkan frasa “sekutu dan teman” dalam pidato-pidatonya, namun tindakannya seringkali menunjukkan definisi “teman” yang berbau standar ganda[6]. Ketika kepentingan geopolitik Amerika Serikat berubah, sikap terhadap sekutunya pun ikut berubah, seringkali dengan konsekuensi yang merugikan bagi sekutu tersebut.

Kissinger dan Hubungan Amerika Serikat dengan Uni Eropa

Pemikiran Kissinger tentang hubungan Amerika Serikat dengan Uni Eropa tidak terlepas dari pandangannya tentang peran Rusia dalam struktur kekuasaan Eropa. Pada Forum Ekonomi Dunia di Davos pada 2022, Kissinger mengingatkan Uni Eropa bahwa Rusia telah menjadi bagian penting Uni Eropa selama 400 tahun[4][5].

*Peran Rusia dalam Keseimbangan Kekuatan Eropa

Menurut Kissinger, Rusia telah menjadi penjamin keseimbangan struktur kekuasaan Eropa pada saat-saat kritis[4][5]. Ia menegaskan para pemimpin Uni Eropa tidak boleh melupakan hubungan jangka panjang dengan Rusia dan tidak boleh mengambil risiko mendorong Rusia ke dalam aliansi permanen dengan China[4][5].

Pernyataan ini mencerminkan pandangan realis Kissinger tentang keseimbangan kekuatan (balance of power) dalam politik internasional. Dalam perspektif ini, Uni Eropa harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam hubungan yang terlalu bergantung pada Amerika Serikat, yang dapat menempatkan Eropa dalam posisi sulit ketika kepentingan Amerika berubah.

Kasus Ukraina: Uji Kasus Hubungan Amerika Serikat-Uni Eropa

Konflik Ukraina-Rusia menjadi contoh terkini dari dilema yang dihadapi Uni Eropa dalam hubungannya dengan Amerika Serikat. Kissinger sempat menimbulkan kontroversi ketika pada Mei 2022 menyarankan agar Ukraina menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia untuk mencapai kesepakatan damai[8][9].

*Pandangan Kissinger tentang Ukraina

Kissinger mendesak Barat untuk berhenti mencoba menimbulkan kekalahan telak terhadap pasukan Rusia di Ukraina, memperingatkan bahwa hal itu akan memiliki konsekuensi bencana bagi stabilitas jangka panjang Uni Eropa[4][5]. Menurutnya, peran yang tepat bagi Ukraina adalah menjadi negara penyangga netral daripada perbatasan Eropa[4][5].

Namun, pandangan ini ditentang keras oleh Ukraina. Seorang anggota parlemen Ukraina, Oleksiy Goncharenko, menanggapi saran Kissinger dengan mengatakan: “Saya pikir Tuan Kissinger masih hidup di abad ke-20 dan kita berada di abad ke-21 dan kita tidak akan melepaskan sejengkal pun dari wilayah kita”[8].

*Perubahan Pandangan Kissinger

Menariknya, pandangan Kissinger tentang Ukraina dan NATO mengalami perubahan. Pada Januari 2023, Kissinger mengungkapkan dukungannya agar Ukraina bergabung ke NATO, meskipun sebelumnya ia menolak keanggotaan Ukraina karena khawatir memperparah situasi[2]. Perubahan sikap ini mencerminkan kompleksitas dan dinamika hubungan internasional yang terus berubah.

Warisan Kontroversial Kissinger

Henry Kissinger adalah sosok yang kontroversial. Di satu sisi, ia dipuji sebagai salah satu pemikir dan praktisi kebijakan luar negeri terbesar, namun di sisi lain, ia juga dikecam karena dianggap sebagai arsitek kebijakan yang bertanggung jawab atas pelanggaran berat hak asasi manusia[1].

*Kissinger dan Tuduhan Kejahatan Perang

Meskipun Kissinger tidak pernah secara resmi ditetapkan sebagai penjahat perang, sudah menjadi rahasia umum bahwa ia memainkan peran penting dalam meracik kebijakan luar negeri AS yang mengakibatkan jutaan warga sipil dari berbagai belahan dunia terbunuh[7]. Presenteer stasiun televisi AS, MSNBC, Mehdi Hasan, mengatakan bahwa kebijakan Kissinger diperkirakan menelan korban hingga 4 juta nyawa warga sipil[12].

Kebijakan-kebijakan kontroversial Kissinger meliputi:

  • Pengeboman di Kamboja, Laos, dan Vietnam dalam Perang Vietnam
  • Dukungan terhadap kudeta militer tahun 1976 di Argentina
  • Dukungan terhadap invasi Indonesia pada 1975 ke Timor Timur[12]

*Hadiah Nobel Perdamaian yang Kontroversial

Secara ironik, Kissinger dianugerahi Nobel Perdamaian pada tahun 1973, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai “sebuah tamparan di wajah bagi para korban kebrutalan Kissinger”[1]. Le Duc Tho, diplomat dan negarawan Vietnam yang seharusnya menerima penghargaan bersama Kissinger, menolak menerima penghargaan tersebut karena menurutnya, perjuangan Vietnam “mengusir pasukan kolonia AS” belum berakhir[12].

Perspektif Kissinger tentang Persaingan Amerika Serikat-China

Dalam beberapa tahun terakhir, Kissinger banyak berbicara tentang persaingan Amerika Serikat-China. Pada 2020, ia menyatakan: “Amerika Serikat dan China tidak pernah menghadapi negara-negara dengan besaran yang kurang lebih seimbang. Ini pengalaman pertama. Dan kita harus mencegah peralihan ini agar tidak menjelma menjadi konflik, dan harapannya mengarah ke dalam bentuk kerja sama”[11].

Pandangan ini merefleksikan pemikiran Kissinger tentang pentingnya menjaga keseimbangan kekuatan dalam politik internasional dan menghindari konflik terbuka antara kekuatan-kekuatan besar. Untuk Uni Eropa, posisi di antara Amerika Serikat dan China (serta Rusia) menjadi semakin kompleks dan memerlukan pendekatan diplomasi yang hati-hati.

Kesimpulan

Kutipan Henry Kissinger “Menjadi musuh Amerika sangat berbahaya, tetapi menjadi teman Amerika berakibat fatal” merefleksikan paradoks dalam hubungan internasional, terutama bagi Uni Eropa. Sebagai sekutu tradisional Amerika Serikat, Uni Eropa seringkali menghadapi situasi sulit ketika kepentingan Amerika berubah atau ketika Amerika mendorong kebijakan yang tidak sepenuhnya sejalan dengan kepentingan Eropa sendiri.

Kasus Ukraina menjadi contoh terkini dari dilema ini. Di satu sisi, Uni Eropa mendukung Ukraina dan bersama Amerika Serikat mengimplementasikan sanksi terhadap Rusia. Di sisi lain, Kissinger memperingatkan bahwa eskalasi konflik dan upaya menimbulkan kekalahan telak terhadap Rusia dapat mengancam stabilitas jangka panjang Eropa sendiri.

Pemikiran Kissinger, meskipun kontroversial, tetap relevan dalam memahami kompleksitas hubungan internasional kontemporer. Bagi Uni Eropa, tantangannya adalah menemukan keseimbangan antara mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat dan memenuhi kepentingan geopolitiknya sendiri, sambil mengelola hubungan dengan kekuatan-kekuatan besar lainnya seperti Rusia dan China.

CITATIONS:

Komentar