Oleh : Drs. AMAN ROCHMAN
Al kisah, Nabi Ibrahim memohon kepada Alloh swt.
Seorang anak yang shalih.Kemudian Alloh mengabulkan
permintaannya dengan menganugrahkan seorang anak
yang sabar. Namun ketika putranya itu, Ismail menginjak
dewasa, Alloh meminta Nabi Ibrahim supaya menyembelih
( mengurbankan ) putranya itu. Nabi Ibrahim dan Ismail
melaksanakannya dengan sabar ( QS. 37 ; 100-102 ). Kisah ini
diperingati setiap tahun dengan melaksanakan qur’ban hewan
pada hari raya Idul Adha-ha.
Seorang manusia yang sedang tumbuh dewasa ibarat sebuah pohon. Agar pohon itu tumbuh sesuai dengan harapan kita, itu harus disiram, dipupuk dan ditata atau dikelola. Seorang yang sedang tumbuh apabila ditata dengan aqidah, dipupuk dengan ibadah dan disiram dengan akhlak, insha Alloh akan menghasilkan manusia sabar dan shalih. Itulah merupakan aktifitas pendidikan untuk menghasilkan anak yang jadi harapan orang tua.
Manusia sabar bukan berarti orang yang pasrah atau menyerah begitu saja. Tapi, orang yang tabah dan tahan uji serta mampu mengendalikan diri, tidak mudah putus asa. Adapun orang shalih adalah orang yang melaksankan kebaikan dalam segala hal, baik terhadap Alloh maupun terhadap masyarakat. Adapun konsep orang sabar dan shalih menurut Islam adalah orang yang benar-benar menunaikan kewajiban sebagi seorang abdullah sekaligus khalifatulloh.
Sikap sabar dan shalih yang tersurat dan tersirat dalam kisah tersebut di atas, bukan berarti bahwa sikap itu merupakan sifat, tabiat atau bakat yang dibawa sejak lahir, yang tanpa perlu binaan. Akan tetapi secara pedagogis sikap sabar dan shalih adalah sikap yang perlu diraih atau ditanamkan juga sebagai prestasi bagi setiap orang. Alloh berfirman bahwa orang shaleh orang yang beriman dan menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat mungkar. ( QS. 3 ; 114 )
Orang yang memiliki prestasi sabar dan shalih disediakan ganjaran ( reward ) oleh Alloh swt. Orang yang shalih dijanjikan oleh Alloh diantaranya; Dia diberi pahala tidak ada putus-putusnya (QS. At Tiin ; 8 ), Dia diwarisi seisi bumi ( QS Al Anbiya ; 105 ) dan dia diberi perlindungan ( QS. Al A’raf ; 196 ). Adapun orang yang memiliki prestasi sabar, Alloh akan memberi pahala padanya, seperti ; Dia diberi pahala tanpa batas ( QS A2 2umar ; 10 ), Dia akan dijadikan seorang pemimpin ( QS As Sajdah; 24 ), Dia akan dijauhkan dari kejahatan ( QS. Al Imran ; 120 ). Dia senantiasa ditemani dan dilindungi Alloh swt ( QS. Al Baqorah ; 153 ) dan masih banyak ganjaran lainnya yang ditawarkan Alloh bagi orang-orang yang berprestasi shalih dan sabar.
Nabi Ibrahim dan Ismail adalah contoh orang yang mendapatkan prestasi sabar dan shalih. Mereka mau melaksanakan perintah Alloh swt. Itu membuktikan bahwa mereka memiliki kecerdasan spiritual , yaitu mampu memperhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Alloh. Sebagaimana firmanNya ; Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang sabar lagi banyak bersyukur. ( QS. 31;31 ).
Seorang ahli psikologi Pendidikan, Daniel Goelman menyatakan penemuannya bahwa prestasi dan keberhasilan hidup sesesorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual ( intelectual quotient ), tetapi juga oleh kecerdasan emosional ( emotional quotient ). Kemudian banyak pakar pendidikan berpendapat bahwa orang akan sukses dengan memiliki kualitas diri seutuhnya apabila dia memiliki dua kecerdasan tersebut. Dan itu harus dilengkapi dengan kecerdasan spiritual ( spiritual quotient ). Kecerdasan ini identik pula dengan pendapat seorang Profesor pendidikan dari Universitas Harvard, Howard Gardner yang disebut kecerdasan naturalis.
Secara hakiki Nabi Ibrahim mendidik putranya dengan mengaplikasikan pedidikan berbasis keimanan ( faith based education ), yaitu kegiatan mendewasakan seorang anak atau peserta didik dengan terapi nilai-nilai rohani sejak dini. Sehingga anak itu memiliki kecerdasan spiritual. Dari peristiwa itu kita mendapat hikmah bahwa pendidikan berbasis keimanan memiliki peran dominan untuk diterapkan dalam lingkungan pendidikan keluarga ( pendidikan informal ), dan masyarakat ( pendidikan non formal ).
Ada beberapa upaya agar anak atau peserta didik memiliki kecerdasan spiritual. Diantaranya adalah pertama, didiklah anak sejak usia 4 bulan dalam kandungan. Karena, pada usia tersebut bayi dalam kandungan sudah mulai ada potensi untuk dibina secara batiniah. Caranya, Rasululloh menganjurkan seorang Ibu yang sedang hamil harus sering membaca khaliqul kalam ( al Qur’an ).
Kedua, Didiklah anak supaya mencintai para nabinya dan menjadikan idiola mereka. Diantara para nabi yang memiliki karakter sabar, yaitu Nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Mereka adalah para nabi yang memiliki sipat sabar terhadap perintah Alloh ( ash-shabru alath-tha’ah ). Nabi Yusuf adalah nabi yang memiliki sipat sabar dalam menghadapi godaan syahwat ( ash-shabru anil ma’syiat ), Nabi Ayub , Dia sabar dalam menanggung cobaan dan derita ( ash shabru anil bala ‘wal mushibah ). Dan Nabi Sulaiman , nabi yang bersikap sabar dalam mensyukuri nikmat ( ash shabru ‘ala ni’mah ).
Ketiga, latihlah anak untuk bertanggung jawab dan berkorban ( waktu, tenaga, pikiran dan perasaan bahkan jiwa ). Contoh, seorang anak gembala diuji tanggung jawabnya oleh Syaidina Umar ra. Dengan hendak membeli seekor kambing gembalaannya, yang bukan miliknya sendiri. Anak itu menjawab permintaan Syadna Umar dengan ucapan “ Fa ainalloh “ ( Alloh maha mngetahui atas segala perbuatan kita ).
Keempat, ajari anak berdo’a. Berdo’a adalah ungkapan permohonan pada Alloh untuk terkabulnya harapan dan cita-cita di dunia dan akhirat. Do’a yang baik adalah do’a yang diambil dari Al Qur’an. Misalnya, ada do’a yang sering diungkapka Nabi ; “ Ya Alloh berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan kepada dua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai ; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” ( QS. 27 ; 19 ).
Penulis ; Praktisi pendidikan di SMK MJPS 1 Tasikmalaya