Oleh : KRH Aryo Gus Ripno Waluyo, SE, SP.d, S.H, C.NSP, C.CL, C.MP (Tokoh Spiritualis, Budayawan, Penulis, Advokat, PERADI Perjuangan Jawa Timur)
NOBILE OFFICIUM (profesi mulia) demikian julukan yang diberikan kepada profesi hukum. Julukan tersebut membawa konsekuensi yang mendalam bagi tanggung jawab profesi ini dari segi etika dan hukum.
Menjadi sebuah pegangan bagi profesi advokat untuk tidak memperdulikan latar belakang klien yang dibelanya atau berpegang pada prinsip kemanusiaan, karena itulah profesi yang dianggap mulia ini dinamakan “officium nobile”.
Profesi hukum disebut sebagai profesi mulia, dia membantu orang yang mungkin tidak bersalah yang akan dihukum, atau justru menangkap atau menghukum orang yang bersalah yang telah berbuat destruktif terhadap orang lain.
Profesi advokat di dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah seseorang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat.
Karakteristik yang harus dimiliki sebuah profesi?
Adanya pengetahuan atau keahlian khusus yang sesuai dengan bidang pekerjaan.
Ada standar moral dan kaidah tinggi yang berlaku bagi para profesional, berdasarkan kegiatan pada kode etik profesi.
Dalam pelaksanaanya, profesi harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.
Ketentuan Pasal 3 huruf g KEAI mengatur bahwa advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
Etika dalam profesi hukum memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mewujudkan tercapainya penegakan hukum yang berkeadilan. Sehingga etika dalam profesi hukum (kode etik profesi) merupakan bagian yang terintegral dalam mengatur perilaku penegak hukum sebagai wujud penegakan hukum yang berkeadilan.
Ada 4 prinsip yang mendasari professional ethics, yaitu tanggung jawab, keadilan, otonomi, dan integritas moral. Etika profesi tidak hanya bertujuan untuk membuatmu bertindak lebih profesional saat bekerja, tapi juga etika dalam menjaga kesejahteraan orang-orang yang tergabung dalam profesimu.
Pemberhentian advokat secara khusus diatur dalam Pasal 9 sampai Pasal 11 UU Advokat. Siapa yang bisa memberhentikan secara tetap dari profesinya? Pasal 9 ayat 1 menyebut, Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat.
Pasal 5 ayat (1) Undang-undang no. 18 tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan Perundang-undangan”, maka kedudukan adavokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim).
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya.
Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Pelanggaran terjadap kode etik akan dikenakan sanksi bagi hakim yang bersangkutan. Tak tanggung-tanggung, sanksi terberat yang dapat dijatuhkan adalah pemberhentian tidak dengan hormat.
Advokat bertindak sebagai penyeimbang terhadap upaya paksa yang diberikan oleh undang-undang kepada penegak hukum. Peran advokat ini menjadi penting. Ketiadaan seorang penasehat hukum dalam proses peradilan pidana memungkinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang berpengaruh terhadap hasil putusan pengadilan.(****
Komentar