Oleh: Redi Mulyadi (Pemimpin Redaksi TABLOID LINTAS PENA)
SETIAP kali menyaksikan tayangan video youtube pada channel Kang Dedi Mulyadi (KDM) ataupun Lembur Pakuan (LP), selain cerita kehidupan keseharian manusia yang mendapat pertolongan dari “Malaikat Tak Bersayap” bernama Dedi Mulyadi,SH tersebut, bagi penulis sendiri ada hal menarik; mantan Bupati Purwakarta ini punya daya pesona yang luar biasa. Sehingga warga siapapun yang bertemu dengan Dedi Mulyadi dan atau suatu tempat yang dikunjungi, warga pun ingin sekali foto selfie.
Warga yang ingin foto selfie dengan KDM tidak mengenal batas usia; anak anak, remaja, dewasa, emak emak, kakek kakek, nenek nenek,bapak bapak, ibu ibu, dan lainnya. Juga mulai dari masyarakat jeleta hingga pejabat pengusaha. “Sosok Kang Dedi Mulyadi punya daya tarik dan pesona tersendiri. Enner buauty memancarkan aura/energi positif.”ungkap Irenia Sakinah, seorang mahasiswi Universitas Siliwangi.
Jujur saja, sosok Kang Dedi Mulyadi ini sama persis dengan sosoknya Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang juga dikagumi masyarakat secara luas karena kesederhanaannya,kepedulian sosialnya yang tinggi, serta kepribadiannya yang merakyat. Lihat saja kalau kunjungan kerja Presiden Jokowi ke suatu daerah, selain bersalaman, juga banyak yang ingin berfoto selfie meski harus mengikuti protokol kepresidenan.
Karena kesederhanaannya,kepedulian sosialnya yang tinggi, serta kepribadiannya yang merakyat itulah, masyarakat pun “ingin sekali” foto selfie bersama KDM yang cuek bebek dengan siapapun yang minta berfoto ria.
Warga yang ingin berfoto selfie dengan KDM tak hanya sekarang ini menjabat anggota DPR RI Komisi IV maupun aktivitasnya terpublikasikan setiap hari di channel youtube https://www.youtube.com/c/KANGDEDIMULYADICHANNEL atau https://www.youtube.com/c/LEMBURPAKUANCHANNEL tetapi jauh sebelumnya, terutama saat menjabat Bupati Purwakarta.
Sebab, pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi ini sering melakukan blusukan ke beberapa desa di Kabupaten Purwakarta yang memperlihatkan kedekatannya dengan masyarakat. Blusukan menjadi cara ampuh dirinya untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan di wilayah yang dipimpinnya. Juga untuk mengetahui secara langsung penggunaan bantuan yang diberikannya untuk desa-desa di Purwakarta. Dan kini menjabat anggota DPR RI untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Selama menjabat Bupati Purwakarta, misalnya, Dedi Mulyadi SH kepada wartawan sempat mengungkapkan, tujuan dari “blusukan” alias turba (turun ke bawah).Dengan blusukan, dia tidak harus menunggu kabar saja dari lurah atau kepala desa bahwa dananya sudah dipakai untuk ini, untuk itu. Tapi dia tinjau secara langsung biar mengerti apa benar demikian.Saat melakukan perjalanan dinas, tak jarang KDM meminta sopirnya untuk memberhentikan kendaraan. Dia kemudian keluar dari mobil dan bertemu warga sekitar yang sedang ngariung (berkumpul).
Warga yang tadinya tak mengetahui kalau di dalam kendaraan tersebut ada orang nomor satu di Purwakarta pun tampak terkejut. “Ya ampun bapak. Pak Dedi. Aduh pak, sampurasun!,” sahut salah seorang warga. Seketika warga pun menyemut di sekitar lokasi. Beberapa warga yang rata-rata anak muda langsung sigap mengeluarkan handphone dari saku celananya. “Pak selfie heula atuh bapak,” pinta warga. Warga yang bertemu tak mau ketinggalan
Bahkan ketika KDM nyalon Wakil Gubernur Jawa Barat, bulan Juni 2018, sempat menarik perhatian karena dia diserbu ratusan pengendara motor dengan atribut ojek online Go-Jek mampir di warung sate maranggi langganannya di warung Haji Yetty, Cibungur, Kabupaten Purwakarta. Mereka langsung menghampiri mantan Bupati Purwakarta itu sekadar untuk bersalaman dan meminta foto selfi. “Itu ada Kang Dedi Mulyadi. Hayu (ayo) foto-foto, kita salaman,” teriakan dari segerombolan pengendara sembari menghampiri Dedi Mulyadi dan anaknya yang sedang makan.
Begitu pun kini KDM yang menjadi anggota DPR RI Komisi IV dengan channel youtube miliknya dan tiap hari 3 kali penayangan, dimana dia masih suka blusukan ke berbagai daerah, terutama di daerah pemilihan (Dapil) nya yakni Purwakarta, Bekasi dan Karawang. Dedi Mulyadi lahir di Subang, 11 April 1971.
Kerumuman warga masyarakat yang dikunjungi Kang Dedi Mulyadi dan ingin mengambil foto atau jika bisa ber-selfie ria dengan sang idola. Bisa berfoto ria dengan Kang Dedi Mulyadi sebagai simbol kebanggaan, bila boleh disebut sebagai sesuatu yang membanggakan, terutama bisa berjabat tangan.
Dalam sebuah obrolan, ada seseorang yang bertanya kepada penulis, kenapa warga yang dikunjungi KDM selalu ingin berfoto ria. “Apakah beliau punya ilmu pelet? “ tanya
“Ya,beliau pasti punya agar punya daya pesona yang luar biasa.”jawab penulis.
“Apa kira kira kira ilmu pelet yang digunakan KDM itu? Ilmu pelet semar mesem, si leget teureup, jaran goyang, marongge atau apa? “dia penasaran.
“Ilmu pelet KDM lebih dahsyat dari semua itu lho.”kata penulis dengan mimik serius.
“Apa yah kang kira kira?”
“Pertama, KDM sangat merakyat alias dekat dengan masyarakat aliasan manunggal dengan rakyat.Kedua, kedermawanan atau tingkat sosialnya yang tinggi, dan kalau membantu akan sampai tuntas. Ketiga,teu bauan—merangkul semua pihak—tanpa terkecuali tanpa memandang status sosial. Lihat saja, masyarakat yang kepengen berfoto dengan beliau dari berbagai kalangan,mulai anak anak, remaja, dewaya, emak emak-bapa bapa, cakep jelek, miskin, kayak dan lainnya.KDM tidak peduli bila yang minta difoto dari kalangan jelata karena sudah tersebiasa. Keempat, beliau tidak menolak ketika minta difoto, bahkan dia sering mengambilkan foto agar hasilnya bagus. Kelima, someah meskipun bahasa/ucapannya seringkali cawokah (ciri khas orang Sunda). Dan masih banyak lagi daya “pelet” pesona KDM betika berhadapan dengan masyarakat.
Karakter atau perilaku Kang Dedi Mulyadi tidak dimiliki para pejabat lain. Ini sudah nampak jelas sejak Kang Dedi Mulyadi belum menjabat apa-apa. Karakter dia sudah seperti itu, sudah menjadi kebiasaan sehari hari. Terlebih saat dia punya jabatan, mulai wakil rakyat di DPRD Kab.Purwakarta, Wakil Bupati hingga Bupati Purwakarta , dan kini duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI. Jadi, ini bukan pencitraan, tetapi memang “merakyat dan dicintai rakyat” bukan hanya di Purwakarta-Subang saja.(****