oleh

Inilah Sejarah Tari Kuda Lumping

TARI KUDA LUMPING atau Jathilan adalah tarian tradisional yang berasal dari Jawa, Indonesia. Perkiraan awal mula Tari Kuda Lumping atau Jathilan sulit dipastikan dengan tepat, tetapi berdasarkan berbagai sumber dan penelitian, tari ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-11 atau ke-12 Masehi dan memiliki beberapa versi cerita asal usulnya yang berkaitan dengan sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa versi tersebut:

VERSI KERAJAAN KEDIRI

Salah satu versi menyebutkan bahwa tari Kuda Lumping berasal dari masa Kerajaan Kediri di Jawa Timur. Konon, tari ini diciptakan untuk menghormati dan memuliakan para prajurit kerajaan yang gagah berani dan tangguh. Kuda Lumping menggambarkan kegagahan para prajurit yang sedang menunggang kuda di medan perang. Tarian ini juga dimaksudkan sebagai bentuk doa dan harapan agar para prajurit selalu dilindungi dan diberi kekuatan dalam setiap pertempuran.

VERSI KESULTANAN MATARAM

Versi lain mengaitkan tari Kuda Lumping dengan masa Kesultanan Mataram di Jawa Tengah. Dalam versi ini, tari Kuda Lumping diyakini merupakan tarian yang diciptakan untuk menghormati Pangeran Diponegoro, seorang pahlawan nasional yang memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda pada awal abad ke-19. Tarian ini menggambarkan semangat perjuangan dan ketangguhan para pejuang dalam menghadapi penjajah. Para penari biasanya juga menampilkan aksi-aksi yang menunjukkan keberanian, seperti berjalan di atas pecahan kaca atau memakan benda tajam.

VERSI PONOROGO (DAKWAH WALISONGO)

Sunan Kalijaga yang merupakan satu-satunya anggota wali Songo asli Jawa keturunan bangsawan Wengker (Ponorogo), menggunakan Eblek Ponoragan sebagai media dakwah agama Islam di Pulau Jawa terutama Pantai Utara untuk tari Jaran Kepang, Karena banyak tertarik dan memeluk agama Islam setelah melihat Jaran Kepang yang diperlihatkan Sunan Kali Jaga, Maka Bathoro Katong turut melakukan hal serupa dengan menggunakan Eblek sebagai kesenian tandingan Reog yang dibawakan Ki Ageng Surya Alam penguasa Wengker dari desa Kutu yang ada di kecamatan Jetis sekarang.

VERSI MISTIS & SPIRITUAL

Tari Kuda Lumping juga memiliki versi yang berkaitan dengan kepercayaan mistis dan spiritual. Beberapa masyarakat percaya bahwa tarian ini memiliki unsur magis dan sering kali dikaitkan dengan ritual pemanggilan roh. Dalam pertunjukan Kuda Lumping, para penari sering kali mengalami trance atau kesurupan, yang diyakini sebagai bentuk perwujudan dari roh-roh leluhur atau makhluk gaib yang memasuki tubuh para penari. Tarian ini sering digunakan dalam upacara adat atau ritual untuk membersihkan desa dari roh jahat atau sebagai bentuk syukur atas hasil panen.

VERSI KEBUDAYAAN RAKYAT

Selain itu, ada juga versi yang mengaitkan tari Kuda Lumping dengan kebudayaan rakyat Jawa yang kaya akan cerita dan legenda. Tari ini dianggap sebagai bentuk ekspresi seni dan hiburan rakyat yang menggabungkan elemen-elemen tari, musik, dan drama. Tari Kuda Lumping sering ditampilkan dalam berbagai acara, seperti perayaan panen, hajatan, atau pesta rakyat, dan menjadi bagian penting dari tradisi dan budaya masyarakat Jawa.

JENIS-JENIS KUDA LUMPING

Jathil Reog (Ponorogo), Jathil Obyok (Ponorogo), Jaranan Thek (Ponorogo), Jaranan Pegon (Ponorogo) , Jaranan Sentherewe, (Ponorogo dan Tulungagung) , Jaranan Jowo (Tulungagung), Jaranan Kediri (Kediri), Jaranan Turonggo Yakso (Trenggalek), Jaranan Buto (Banyuwangi), Jaranan Dor (Jombang dan Malang), Jaranan Suroboyoan (Surabaya), Jathilan Diponegoro (Yogyakarta dan Jawa Tengah), Jathilan Hamengkubuwono (Yogyakarta dan Jawa Tengah), Jathilan Warok (Yogyakarta dan Jawa Tengah), Jathilan Wiroyudho (Temanggung), Jaran Kencak (Lumajang), Jaran Jenggo (Lamongan dan Gresik), Ebeg (Jawa Banyumasan) , Seni Reak (Bandung Raya dan Sumedang) , Jaran Sang Hyang (Bali), Kuda Kepang (Malaysia) Kuda Gipang Banjar (Kalimantan)

Setiap versi dan jenis kuda lumping memiliki ciri khas dan makna tersendiri, tetapi semua versi tersebut menunjukkan kekayaan budaya dan kepercayaan yang ada di masyarakat Jawa. Tarian Kuda Lumping atau Jathilan hingga kini masih sering ditampilkan dan menjadi salah satu warisan budaya yang terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa.

Sumber :

1. Buku “Sejarah Kebudayaan Indonesia” oleh Soedarsono

2. Buku “Tari-tarian di Indonesia” oleh M. Soedarsono

3. Artikel “Kuda Lumping: A Traditional Dance of East Java” di jurnal “Asian Folklore Studies”

4. Buku “Tradisi Lisan dan Warisan Budaya Jawa” oleh Hadi Susanto

5. Situs Web “Indonesia.go.id”

6. Situs Web “Encyclopedia of Indonesian Culture”(****

Komentar