oleh

Jenderal Anton Charliyan di Mata Sopir Pribadi

Irjen Pol (Purn) Dr.H.Anton Charliyan,MPKN adalah mantan Kadiv Humas Polri, Kapolda Sulawesi Selatan,Kapolda Jawa Barat , Wakalemdiklat Polri dan jabatan terakhir Analis Kebijakan Utama Sespimti Lemdiklat Polri. Beliau juga dikenal sebagai tokoh masyarakat Jawa Barat, pecinta seni budaya Sunda, Ketua Umum Forum Silaturahmi Sunda Sabuana (FS3), Dewan Pengarah Relawan Nasional Lawan Covid 19 (RNLC-19) dan lainnya.

            Abah Anton panggilan akrabnya, seorang jenderal polisi purna yang tidak pernah dikawal seorang “ajudan” pengawal dari aparat (kepolisian) seperti banyak jenderal purna bhakti yang selalu dikawal aparat (kepolisian) yang masih dinas, termasuk sopir pribadi dari aparat (kepolisian) yang mengenakan pakaian preman. Begitu pun rumah pribadinya yang di Bandung dan Kota Tasikmalaya tidak dijaga oleh satpam atau security sebagaimana di rumah rumah pejabat.

            Untuk mengetahui lebih jauh sosok Abah Anton yang merupakan tokoh seni budaya Jawa Barat sekaligus pegiat anti intoleran dan radikalisme, LINTAS PENA mengorek keterangan dari “sang sopir pribadi” bernama Rifa’I Nasution sebagaimana dipaparkan berikut ini:

            Sebegai sopir pribadi beliau, tentunya saya seringkali mendampingi Abah Anton melakukan perjalanan ke berbagai kota hingga luar Pulau Jawa, baik perjalanan formal maupun non-formal (menghadiri undangan seninar seni budaya sebagai pemateri). Saya seringakli melihat banner/spanduk ucapan “SELAMAT DATANG” berukuran panjang, di atas kepala saya saat mobil yang dikendarai…!! Perasaan saya, kenapa koq jadi malam sedih dan miris ….?

Tapi  ada juga perasaan sangat bangga…! Bukan karena menjadi sopir probadi jenderal bintang dua lho.

Selama ini saya mendampingi Abah Anton ke luar kota, mulai dari Provinsi Aceh Darusallam, Sumatera Utara Medan, Kalimantan Barat , Menado , Lampung, Banten dll, dan belum lama ini ke Bangka Belitung. Kehadiran beliau yang saya lihat dan saya saksikan sendiri selalu disambut dengan penuh kehormatan, bahkan selalu dipasang banner ucapan SELAMAT DATANG yang ukurannya besar-besar dipasang di bilboard gerbang kota lagi.

Ketika bicara kepada para tokoh yang bertemu sebelum acara dan atau saat memberikan materi pada acara seminar-seminar, Abah Anton selalu membanggakan diri sebagai putra Tasikmalaya dan   Galunggung… !!

Tapi terus  terang saya sedih dan miris sekali kalau melihat sikap sikap oknum masyarakat kota kelahirannya sendiri terhadap Abah Anton.Tidak jarang diantara mereka berbicara nyinyir ,menyindir-nyindir, bahkan kadang setengah mengolok-olok dan bilang “Pencitraan…!”. Kalau didepan saja mereka seolah baik, terutama tutur katanya, tapi dibelakang Abah Anton…. ???

Padahal saya tahu persis, tidak pernah Abah Anton  menjelek-jelekan dan menyalahkan siapapun…!!! Tutur kata dan sikapnya saja sudah santun, tidak merasa bahwa beliau purna seorang jenderal.

Bahkan   ada yang lebih aneh lagi, karena akhir-akhir ini, kalau ada orang orang  yang salah , di suatu acara, seolah-olah Abah Anton harus ikut tangung jawab juga. Koq bisa yah?   Rasanya sikap-sikap seperti ini sangatlah nggak adil , mencari-cari keslahan Abah Anton dan kekanak-kanakan, kalau menurut saya.

Kagumnya  saya pada Abah Anton,meskipun tahu ada orang yang nyinyirin, tapi Abah Anton  lebih memilih   tidak bicara apa-apa. Beliau hanya diam & tersenyum saja menghadapi orang yang menyinyirin beliau.           

Dan saya tahu persis. banyak para pengusaha besar Ibukota Jakarta yang  mengajak Abah Anton untuk tinggal di Jakarta, mengajak bisnis/ usaha untuk jadi komisaris ,direktur utamat , BUMN dan lainnya, dengan gaji yang fantastis dan menggiurkan. Namun ternyata, Abah  Anton lebih memilih tinggal di kota kelahiranya sendiri,; sebuah kota kecil.  Alasan yang disampaikan sangat sederhana  “ Saya ingin babakti ka lembur sorangan, ingin babakti ka nu jadi indung, mumpung masih punya umur. Lebih baik melarat dengan  terhormat daripada kaya tapi tidak punya arti apa-apa bagi tanah leluhurnya.” Itu yang selalu diucapkan Abah Anton

            Abah Anton sellau berkata: “Selama 37 tahun sudah cukup   meninggalkan kota kelahirannya, . sekarang disisa hidupnya, saatnya mengabdikan diri di tanah kelahiranya.. “

Jujur saya akui, tidak banyak jendral yang berpikiran seperti Abah Anton. Tapi sekali lagi, di kota kelahiranya saya denger dan saya saksikan sendiri Abah malah sering jadi bahan ucapan-ucapan nyinyir…… Saya jadi bingung, apa sebetulnya kesalahan Abah Anton ??? Sehingga seakan-akan  di kota kelahiranya sendiri diremehkan diolok-olok… Apakah karena kemauan kerasnya, yang ingin memajukan seni budaya, yang dari dulu sudah dicintainya ? Padahal, semua itu Abah Anton lakukan bukan karena ada kepentingan apapun, apalagi kepentingan-kepentingan politik…….

Saya seringkali kasihan dan tidak tega melihat Abah Anton…. Bahkan saking kesalnya , terus terang saja , saya beberapa kali mengajak dan menyarankan Abah Anton untuk meninggalkan Kota Tasikmalaya. Karena banyak perlakuan-perlakuan— yang menurut saya, kurang pantas yang ditujukan kepada Abah Anton yang tidak bisa saya sampaikan semua kepada beliau.

Padahal sekali lagi, kalau  di daerah daerah lain yang sempat dikunjungi, Abah Anton begitu dihormati sebagai tokoh seni budaya dan tokoh  nasionalis  Putra Tasikmalaya. Walaupun Abah Anton sendiri tidak pernah minta dan tidak pernah mau diugung-ugung dan dihormati berlebihan…

            Itulah sekelumit sosok Abah Anton Charliyan yang saya kenal. Selamat berjuang Abah Anton …!!! Saya selalu hormat kepadamu, Abah Jendral….” (REDI MULYADI)****