Jakarta, LINTAS PENA
Operator Layanan Kereta Rel Listrik Commuter Line di Indonesia, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), mendorong perubahan budaya bertransportasi publik pada masa pandemi COVID-19 ini. Pada era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Indonesia, KCI memberikan layanan kereta Commuter Line yang tetap mengutamakan protokol kesehatan bagi warga Jakarta dan kota-kota penyangga di sekitarnya.
Jakarta adalah kota dengan hampir 11 juta penduduk. Ibu kota Indonesia ini dikelilingi kota penyangga di sekitarnya antara lain Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Wilayah ini merupakan tempat tinggal para pekerja di Jakarta. Untuk melayani kebutuhan mobilitas mereka, sistem transportasi yang efisien dan mampu melayani jutaan orang sangatlah vital. Sebelum pandemi COVID-19 Commuter Line melayani 1 juta pengguna setiap harinya. Namun selama pandemi dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, jumlah pengguna hanya tersisa 20%. Setelah PSBB memasuki masa transisi, kini setiap hari Commuter Line melayani rata-rata 380 ribu pengguna per hari.
Pemerintah Indonesia dan KCI juga menerapkan aturan ketat untuk protokol kesehatan di dalam stasiun dan kereta. Dalam kondisi normal, penumpang dengan leluasa naik KRL tanpa ada pembatasan. Di masa pandemi COVID-19, setiap orang wajib menggunakan masker saat berada di stasiun dan kereta, mengikuti pengecekan suhu tubuh, serta tidak berbicara selama berada di dalam KRL. Balita juga tidak diperbolehkan naik KRL dan, penumpang berusia lanjut hanya diperbolehkan naik KRL di luar jam sibuk. PT KCI juga menyediakan pos kesehatan di stasiun dengan fasilitas ruang isolasi sementara, serta menyediakan wastafel tambahan di stasiun.
“Protokol kesehatan yang paling berbeda bagi kami di sektor transportasi adalah pembatasan pengguna. Sesuai aturan dari pemerintah, saat ini kami membatasi kapasitas angkut pengguna maksimum 74 orang per kereta. Dalam menerapkan kebijakan ini pengguna maupun kami sebagai operator harus benar-benar mengubah budaya,” jelas Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti.
Di stasiun-stasiun yang ramai pada jam sibuk, KCI melakukan penyekatan dengan membagi zona antrean untuk membatasi jumlah pengguna. Di Stasiun Bogor sebagai stasiun dengan volume tertinggi, antrean pengguna menuju ke peron dibagi dalam empat zona untuk mencegah kepadatan di dalam kereta. Untuk mengurangi keluhan terhadap panjangnya antrean, para pengguna dapat melihat kondisi antrean terkini di stasiun melalui sosial media dan aplikasi KRL Access. Dengan informasi ini mereka dapat mengatur waktu keberangkatan dan membuat keputusan sebelum pergi ke stasiun. Tersedianya informasi antrean melalui aplikasi ini juga menjadi bentuk perubahan budaya bertransportasi dari yang sebelumnya langsung datang ke stasiun dan menunggu kereta kini menjadi terencana.
Sandi Adri, pengguna Commuter Line dari Depok menuju Gondangdia, mengalami sendiri kebijakan ini. “Meski harus lebih sabar mengantre, kini saya tidak perlu berdesak-desakan saat di dalam Commuter Line karena pembatasan pengguna berjalan baik,” kata Sandi.
Meski harus mengikuti banyak protokol, para pengguna KRL mampu beradaptasi. “Saya memahami protokol ini dilakukan untuk kesehatan bersama,” ungkap Tresita Aprilia, penumpang KRL yang setiap hari menggunakan KRL dari Manggarai menuju Tangerang.
Ini bukanlah pertama kalinya KCI berperan penting dalam mengubah budaya transportasi di Indonesia. Sebelumnya pada 2013 KCI juga mengubah budaya penggunanya dengan memperkenalkan sistem tiket elektronik kepada masyarakat yang puluhan tahun terbiasa tidak tertib dan tidak membayar saat menggunakan Commuter Line. . (REDI MULYADI/ ADV/ PRNewswire)***