Oleh: Redi Mulyadi (Wartawan Tabloid LINTAS PENA)
BEBERAPA waktu lalu, ratusan petani dan komunitas pertembakauan di sejumlah daerah terutama di Tulungagung Jawa Tengah melakukan aksi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Aksi itu dinyatakan dengan cap dan tanda tangan bersama pada spanduk penolakan, karena dinilai dapat merugikan mereka (para petani tembakau,pelaku usaha/industry dan ribuan tenaga kerja). Karena itu tak mengherankan, jika kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) 2023 – 2024 menuai banyak sorotan sebagai kebijakan multitahunan yang baru bagi industri. Salah satu sorotan tersebut datang dari pelaku industri hasil tembakau (IHT) sebagai pihak terdampak, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja sebagai pelinting.
Demikian pula halnya dengan Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), l Ketut Budhyaman Mudhara dalam sebuah diskusi, di Jakarta, menyatakan dengan tegas menolak adanya RPP Kesehatan. Alasannya, bahwa industri hasil tembakau telah memberikan kontribusi terhadap roda ekonomi di tingkat daerah maupun nasional. “Saya setuju, bahwa ekosistem pertembakauan harus tetap dijaga. Sebab, multipilier efek ekosistem pertembakauan ini tidak hanya terkait pada besarnya serapan tenaga kerja namun juga mencangkup perekonomian yang tentunya berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
BERKONTRIBUSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan data AMTI tahun 2022 lalu, cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp.198 triliun. Cukai rokok juga berkontribusi menyumbang pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 1,66 %. Bahkan, kalau mau ditarik agak ke belakang, pendapatan dari cukai rokok pernah digunakan untuk menambal defisit PBJS Kesehatan yang saat itu tengah mengalami kesulitan neraca keuangan.
Bila melihat fakta dan fenomena di atas, memang sudah selayaknya, industri tembakau mendapatkan perhatian. Sebab, industri rokok mampu menghidupi 6,1 juta pekerja langsung maupun tidak langsung. Termasuk 1,8 juta petani cengkeh dan tembakau.
Keberadaan sigaret kretek tangan (SKT) ini mesti dan harus dilindungi. Sebab, sejak dulu, SKT konsisten mampu menyerap tenaga kerja produktif dan ikut menjaga stabilitas ekonomi nasional. Keberadaan SKT juga mampu menghasilkan dampak ekonomi lanjutan yaitu efek ganda dari pertumbuhan dan geliat ekonomi di suatu wilayah. Hal ini misalnya bisa dilihat di sekitar pabrik SKT bermunculan para pedagang. Selama ini, SKT banyak ditemukan mempekerjakan pekerja yang berkebutuhan khusus. Kebijakan ini sangat jarang dijumpai di industri padat karya lainnya. Bahkan , 90% produksi rokok yang beredar saat ini ditopang oleh SKT.
Sebagaimana dilansir media online Bisnis.com, sebuah penilaian yang dilakukan oleh Indef, jika SKT mengalami penurunan produksi, maka dampak terhadap perekonomian Indonesia cukup besar, baik di sisi industri maupun pertanian.Pendapatan rill masyarakat di industri SKT akan turun sebesar 1,24%. Sementara di sektor pertanian akan turun sebesar 1,14%. Turunnya pendapatan ini mampu menurunkan konsumsi sebesar 0,96%.
Jadi, sejak dulu memang SKT telah menjadi tumpuan ekonomi dan ikut berperan dalam stabilitas perekonomian Nasional. Untuk itu perlu kiranya regulasi yang tegas untuk tetap melindungi SKT ini
PERLINDUNGAN SEGMEN PADAT KARYA
Pada prinsipnya, masyarakat petani tembakau di sejumlah daerah maupun para pekerja SKT mengapresiasi upaya pemerintah memberikan kepastian usaha lewat kebijakan kenaikan cukai 2 tahun. Apalagi kenaikan cukai SKT lebih rendah dibandingkan kenaikan cukai rokok buatan mesin.Namun mereka pun mengharapkan adanya perhatian dan perlindungan lebih bagi sektor padat karya ini yang memiliki serapan tenaga kerja besar. Menurutnya, kenaikan 5% masih tinggi. Idealnya cukai SKT tidak naik sebagai bentuk perlindungan konkret bagi SKT. Karena walau bagaimana pun, keberadaan SKT memiliki peran signifikan sebagai pilar ekonomi masyarakat. Apalagi mengingat 98% pekerja SKT ini adalah perempuan dengan keterbatasan pendidikan dan ekonomi, yang merupakan tulang punggung keluarga.
Sementara itu, kebijakan kenaikan CHT berdampak pada biaya dan beban operasional sebuah pabrikan. Berdampak pada PHK . Tekanan kenaikan cukai akhirnya membuat pabrikan dihadapkan pada pilihan untuk melakukan efisiensi biaya dengan merumahkan sebagian pekerjanya, atau bahkan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
Oleh karena itu, para petani tembakau dan pelaku usaha industry rokok SKT berharap pemerintah bisa istiqomah menerapkan kebijakan perlindungan SKT ini. Dalam artian tidak ada perubahan di tengah jalan. Sebab, jika di tengah-tengah berubah, artinya pemerintah menunjukkan tidak komitmen dan konsisten terkait kebijakan yang berdampak pada jutaan penghidupan dan menghilangkan kepastian usaha yang diberikan
Kebijakan cukai selalu menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha SKT, yang di tingkat pembahasan kebijakan pun tidak pernah dilibatkan. Padahal selain aspek kesehatan, ada aspek sosial dan kesejahteraan pekerja yang perlu didengar.Perumusan kebijakan harus libatkab unsur tenaga kerja sebagai perwakilan pekerja tembakau. Selama ini, para petani tembakau dan pelaku usaha industry SKT dukungan mendukung dan mengapresiasi kepada pemerintah untuk kebijakan CHT, terutama pada perlindungan segmen padat karya. Karena itu ke depannya, pemerintah harus selalu melibatkan unsur tenaga kerja dalam perumusan kebijakan. Dalam hal ini, kebijakan yang berkaitan dengan sektor pertembakauan dapat melibatkan pekerja dan mempertimbangkan kesejahteraan baik dari sisi keterampilan maupun ekonominya. Dengan kata lain harus ada pertimbangan terkait cukai di angka 0% atau tidak ada kenaikan cukai untuk produk SKT.
SIGARET KRETEK TANGAN
Rokok merupakan hasil olahan tembakau yang dibungkus supaya rapi. Rokok dapat dibedakan berdasarkan bahan pembungkusnya. Bahan pembungkus rokok diantaranya adalah kawung, klobot, cerutu dan sigaret, sedangkan berdasarkan bahan baku atau isi rokok, dibedakan menjadi rokok putih, rokok kretek, dan rokok klembak.
Sebagai sebuah produk yang unik, menciptakan satu batang kretek lebih rumit dari jenis rokok lainnya. Cita rasa kretek dipengaruhi oleh saus yang ditambahkan pada saat produksi. Selain itu komposisi rajangan cengkeh dan tembakau memang harus pas.Tambahan saus dan cengkeh inilah yang kemudian membedakan kretek dengan jenis rokok lainnya alias rokok putih. Dan, perlu diingat kretek merupakan produk khas asli Indonesia.
Rokok kretek dibedakan menjadi dua varian, Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). SKT dibuat dengan cara dilinting menggunakan tangan atau alat bantu sederhana. Beberapa merek SKT yang terkenal dipasaran, Dji Sam Soe dan Djarum Coklat. Sedang SKM dibuat dengan mesin dan kebanyakan memiliki kapas di ujungnya. Dinamai kretek karena pada saat proses pembakaran ada bunyi kretek-kretek.
Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah pembagian kelompok berdasarkan proses pembuatannya. Rokok berdasarkan penggunaan filter disuguhkan dalam bentuk rokok filter dan rokok non filter (Aji et al. 2015). Rokok atau sigaret adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm atau bervariasi tergantung negara dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau kering yang telah dicacah.
Sigaret Kretek Tangan (SKT) merupakan salah satu karya kebudayaan Indonesia yang terbaik, unik, khas serta merupakan pondasi terbentuknya entitas rokok kretek. Industri SKT memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia dengan menyerap 85% dari total tenaga kerja Industri rokok. Namun disayangkan, produksi SKT mengalami penurunan karena kalah bersaing dengan rokok fiter Sigaret Kretek Mesin (SKM). Rokok SKT yang tidak menggunakan filter, menyebabkan potongan tembakau masuk ke mulut dan menganggu kenyamanan saat merokok rokok SKT. Proses produksi SKT dikerjakan menggunakan skill tenaga kerja wanita
Mengingat pentingnya SKT sebagai warisan budaya dan peranan ekonominya, diperlukan solusi untuk meningkatkan kenyamanan saat merokoknya. Selongsong penahan isi rokok (BIOVENTTM), merupakan solusi untuk mendapatkan kenyamanan, dipasang pada ujung hisap untuk menahan isi rokok tidak masuk ke mulut tanpa proses filtrasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan.(***