Oleh : Hendri Hendarsah (Pegawai Kementerian Agama Koa Tasikmalaya)**
Aparatur Sipil Negara sebagai Agent of Change
Nilai-nilai keteladanan adalah simbol umat muslim yang taat akan nilai-nilai peraturan dan tatanan dalam berinteraksi. Tulisan ini sengaja dibuat sebagai bahan kajian bersama, begitupun bagi penulis yang posisinya sebagai Aparatur Sipil Negara pada Kantor Kementerian Agama. Paradigma baru pemerintahan menuntut para Apartur Sipil Negara (ASN) memposisikan diri sebagai Agen Perubahan (Agent of Change) dimana para ASN harus mampu terlibat dalam merencanakan perubahan dan mengimplementasikannya secara proporsional.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sudah memasuki periode ke tiga yaitu tahun 2020-2024. Agar pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan sesuai dengan arah yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari hasil pelaksanaannya. Disamping itu monitoring dan evaluasi juga dimaksudkan untuk memberikan masukan dalam menyusun rencana aksi perbaikan berkelanjutan bagi pelaksanaan reformasi birokrasi tahun berikutnya.
Pada tahun 2014, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan kebijakan PMPRB yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi secara mandiri (self-assessment), yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Banyak alat ukur dalam menilai tingkat kinerja pada institusi pemerintah.
Sejalan dengan perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi, agar penilaian kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi dapat dilakukan dengan objektif, maka perlu dilakukan upaya penyempurnaan, diantaranya dari segi kebijakan dan implementasinya. Dari segi kebijakan, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 telah dua kali diubah yaitu melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2019. Penyempurnaan tersebut mencakup: (1) penekanan fokus penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi pada area perubahan yang sudah ditetapkan, (2) tingkat kedalaman penilaian/evaluasi sampai dengan ke unit kerja, serta (3) perubahan terhadap sistem daring dan petunjuk teknisnya.
ASN Kementerian Agama Harus Memahami Regulasi
Sebagai ASN kementerian agama yang sama dengan ASN pada instansi lainnya harus memahami perkembangan regulasi reformasi birokrasi adalah sebuah keniscayaan. ASN Kemenag harus mampu secara teknis maupun managerial dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar. Kemampuan memahami regulasi memberikan arah dalam pola berpikir dan tujuan dalam bekerja. Regulasi menjadi pedoman dalam melaksanakan tugas dengan rambu-rambu yang memberikan tanggungjawab secara penuh terhadap suatu pekerjaan.
Kementerian Agama yang memiliki satker begitu banyak, tentunya harus bebanding lurus dengan jumlah dan kemampuan SDM yang memadai. Kementerian Agama sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama yang didalamnya memuat tipologi Kantor Kementerian Agama baik Kanwil Wilayah maupun Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sangat beragam. Hal ini tentunya harus dipahami bahwa begitu berat tantangan yang dihadapi Kementerian Agama didalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Moderasi Beragama, Umat Rukun, Indonesia Maju. Itulah tema pembangunan Agama yang diusung Pemerintah. Adapun lima program prioritas Kementerian Agama yaitu: pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas haji dan pembenahan umrah, pembenahan pendidikan keagamaan, penguatan moderasi dan sertifikasi halal adalah program yang harus didukung oleh seluruh ASN Kementerian Agama dari Pusat sampai Daerah.
Alat Ukur Keberhasilan Satker Kementerian Agama
Salah satu alat ukur keberhasilan kinerja pada Kementerian Agama adalah penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang selanjutnya disingkat PMPRB yang merupakan model penilaian mandiri yang berbasis prinsip Total Quality Management dan digunakan sebagai metode untuk melakukan penilaian serta analisis yang menyeluruh terhadap kinerja instansi pemerintah. Model ini tentunya bagi instansi Kementerian Agama harus dijadikan sebagai tolak ukur sampai sejauhmana tingkat keberhasilan kinerja pada satuan kerja.
Model Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Model PMPRB yang digunakan dalam pedoman ini disusun atas dasar Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024. Dalam peraturan ini digunakan program-program reformasi birokrasi sebagai unsur komponen pengungkit dan sasaran reformasi birokrasi sebagai hasil.
Melalui model tersebut dapat diuraikan bahwa program-program yang ditetapkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 merupakan proses yang menjadi pengungkit yang diharapkan dapat menghasilkan sasaran pemerintah yang bersih dan akuntabel, pemerintahan yang kapabel, serta pelayanan publik yang prima.
Budaya Kerja Aparatur Kementerian Agama
Peningkatan kualitas sumber daya manusia Kementerian Agama perlu terus ditingkatkan, menjalankan budaya organisasi Kementerian Agama adalah sebuah kewajiban bagi seluruh aparatur Kementerian Agama dari Pusat sampai kedaerah. Karena budaya kerja Kementerian Agama ini merupakan ruh baik buruknya kinerja Kementerian Agama. Lima budaya kerja (Integritas, Profesionalitas, Inovatif, Bertanggungjawab dan Keteladanan) harus menjadi instrumen keberhasilan sumber daya manusia.
Budaya Kerja yang pertama, Integritas. Integritas adalah adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Seorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). Mudahnya, ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari pegawainya. Pimpinan yang berintegritas dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi tindakannya.
Budaya kerja yang kedua Profesonalitas. Profesionalitas menurut Kusnanto : “Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dala suatu pekerjaan tertentu. Profesionalisme adalah kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar dan juga komitmen dari para anggota dari sebuah profesi untuk meningkatkan kemampuan dari seorang karyawan. Profesional sendiri mempunyai arti seorang yang terampil, handal dan sangat bertanggung jawab dalam menjalankan tugas (Profesinya). Dalam bekerja, setiap manusia dituntut untuk bisa memiliki profesionalisme karena di dalam profesionalisme tersebut terkandung kepiawaian atau keahlian dalam mengoptimalkan ilmu pengetahuan, skill, waktu, tenaga, sember daya, serta sebuah strategi pencapaian yang bisa memuaskan semua bagian/elemen. Profesionalisme juga bisa merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral. Sikap professional harus dimiliki oleh seluruh ASN Kementerian Agama sehingga memiliki SDM yang unggul.
Budaya kerja selanjutnya yaitu Inovatif. Inovatif sering juga disebut kreatif. Kreatifitas adalah kemampuan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek dari perspektif baru, dan menentukan kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran (James R. Evans, 1994). Kreatifitas adalah suatu kemampuan berpikir ataupun melakukan tindakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan sebuah kondisi ataupun permasalahan secara cerdas, berbeda (out of the box), tidak umum, orisinil, serta membawa hasil yang tepat dan bermanfaat. Inovatif yaitu usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang mengelilinginya dalam menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Tuntutan jaman menuntut ASN Kementerian Agama harus senantiasa mengikuti perkembangan teknologi dan infomasi. Ide-ide/gagasan ASN Kementerian Agama sangat dibutuhkan untuk menunjang peningkatan kinerja Kementerian Agama.
Budaya kerja selanjutnya, Tanggung jawab. Menurut kamus bahasa indonesia adalah, keadaan wajib menaggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesia adalah berkewajiban menaggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia, bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab. Apabila di kaji tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan atau pengorbanan. ASN Kementerian Agama memilikul tugas yang begitu berat, maka sudah selayaknya tugas-tugas itu dipikul dengan penuh tanggungjawab oleh setiap ASN sebagai konsekwensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Budaya kerja yang terakhir adalah Keteladanan. Menurut Al-Ashfahi keteladanan merupakan suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau kemurtadan. Kemudian menurut Ibnu Zakaria menjelaskan pengertian keteladanan yaitu Ikutan, mengikuti yang diikuti. Pengertian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seorang dari orang lain. Sedangkan keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik sesuai dengan pengertian “ Uswah”. Semua ASN Kementerian Agama bisa menjadi uswad baik di kantor maupun dlingkungan masyarakat sekitarnya. Semua cerminan budaya kerja oleh aparatur Kementerian Agama merupakan identitas yang bisa membedakan dengan aparatur sipil lainnya. Budaya kerja sebagai pedoman bagi para ASN Kementerian Agama dalam memberikan layanan kepada masyarakat luas dengan penuh keikhlasan dan bersih melayani. SEMOGA