oleh

Kerjasama Setara Dalam Penelitian Adalah Kunci Keberhasilan Ekosistem Pendidikan Tinggi

London ,LINTAS PENA— British Academy, sebuah lembaga nasional yang memayungi pengembangan ilmu sosial dan humaniora yang didanai oleh Departemen Ilmu Pengetahuan, Inovasi dan Teknologi (Department of Science, Innovation, and Technology) Kerajaan Inggris telah berhasil melaksanakan konferensi pertamanya terkait kerjasama penelitian setara (Equitable Research Partnership). Konferensi ini menghadirkan lebih dari 150 peserta dari berbagai belahan dunia. Giat yang dilaksanakan pada 11-12 Februari 2025 ini dibuka oleh anggota parlemen Kerajaan Inggris, Chi Onwurah dari Partai Buruh.

Dalam sambutan pembukanya, Chi menyampaikan bahwa beliau membidangi Ilmu Pengetahuan, Inovasi dan Teknologi sebagai Komite Pemilihan serta berhasil bekerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk menangani permasalahan komunitas pesisir (coastal community) terhadap ancaman bencana alam. Pemerintah Kerajaan Inggris telah menggelontorkan sejumlah dana untuk melakukan penelitian dan pencegahan yang disebabkan perubahan iklim, seperti kenaikan air laut.

Konferensi yang diselenggarakan oleh British Academy ini menghadirkan 14 panel paralel yang diisi oleh Profesor dan Ahli dari negara-negara Afrika, Asia, Australia, dan Eropa. Dosen Kajian Wilayah Eropa, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Jelang Ramadhan adalah satu-satunya perwakilan Indonesia dalam konferensi ini. Beliau berpendapat bahwa, “Konferensi ini merupakan sebuah ungkapan hati dari para peneliti di Global South yang kerap kali diperlakukan tidak adil oleh para pendana, sehingga menciptakan sebuah lingkungan penelitian yang toxic.”

”Gagasan saya dalam konferensi ini adalah menghadirkan sebuah pelantar (platform) inklusif, dalam bentuk Strategic Research Hub yang mampu menjembatani Industri dan Pemerintah sebagai pendana, lembaga penelitian sebagai pelaksana riset dan lembaga swadaya masyarakat sebagai penerima manfaat penelitian yang setara dan komunikasi terbuka dalam kerangka kolaborasi dan sikap yang adil (fair manner), karena selama ini kerap kali peneliti sangat disetir oleh kepentingan pendana, sementara pendana mengabaikan well-being peneliti yang berupaya memenuhi ekspektasi tinggi, utamanya pendana asing dari Barat,” tandasnya.

Kegiatan ini menghasilkan sebuah joint statement yang berisikan prinsip-prinsip penegakan pola kerjasama penelitian yang setara. Terdapat 8 prinsip utama yang disepakati bersama oleh para peserta, yaitu (1) ekuitas yang hadir disetiap tahapan siklus hidup riset, (2) penghormatan, kepercayaan, dan komunikasi terbuka; (3) Kolaborasi yang didorong oleh resiprositas, (4) keragaman mendorong inovasi; (5) memungkinkan mobilitas pemangku kepentingan dan investasi dalam kerjasama; (6) kerjasama setara yang ditopang oleh pendanaan berkelanjutan; (7) Pemangku kepentingan memberikan jaminan untuk berjalannya prinsip-prinsip adil dalam siklus hidup penelitian; serta (8) riset bersama yang memenuhi kebutuhan penelitian dan mengakui adanya ragam tujuan. Hal ini  diharapkan mampu menjembatani negara-negara Utara dan Selatan dalam menghasilkan riset yang bagus serta bermanfaat bagi komunitas dunia. 

Patrick Haggard, Profesor Psikologi sekaligus Wakil Presiden British Academy menyampaikan penutupnya terkait harapan beliau untuk melanjutkan kerjasama serta menyemai prinsip-prinsip adil dan setara (equitable) yang disampaikan dalam conference statemeng yang disepakati para peserta.

”Kami menangkap ide-ide unggul dengan conference statement dan semua peserta yang berkontribusi dalam giat ini. Selama ini terdapat sebuah keputusan (judgement), walaupun sulit dibuktikan, utamanya yang berada dalam budaya riset yang beracun (toxic). Kebanyakan peneliti yang sangat baik dalam penelitian, dia terinspirasi oleh kepercayaan kepada penelitian komunitas, guna memperbaiki bagaimana riset bisa dilaksanakan dengan baik. Bagaimana mendemostrasikan apa yang kalian dapat dari lingkungan. Yang berarti inklusivitas, keragaman, latihan, pembinaan kapasitas yang menjadikan riset setara/adil. Sebuah budaya yang baik dan terbuka mampu mencegah asymmetric culture (budaya asimetris). Ini merupakan sebuah kebanggaan saya untuk membagikannya semua kepada para peserta yang unggul, saling mendukung, dan berdampak (impacful).”

Jangan Lewatkan