oleh

Ketika Oemar Bakri (Tidak Lagi) Mengayuh Sepeda

Oleh: Teddy Fiktorius, M.Pd. (Guru Bahasa Inggris SMP-SMA Bina Mulia Pontianak, Kalimantan Barat)

 

 

The mediocre teacher tells. 

The good teacher explains. 

The superior teacher demonstrates. 

The great teacher inspires. 

~William Arthur Ward

Guru yang sedang-sedang saja memberitahukan.

Guru yang baik menjelaskan.

Guru yang ulung mendemonstrasikan.

Maha guru itu menginspirasi.

Masih teringat jelas momen di mana lagu yang bertajuk “Oemar Bakri” yang dinyanyikan oleh penyanyi lawas Iwan Fals diluncurkan ke masyarakat luas. Lagu dengan makna lirik mendalam tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari berbagai kalangan penggemar di mana-mana, dari perkotaan hingga pelosok desa. Di gang-gang sempit, di kafe-kafe, dan di berbagai tempat yang memungkinkan sebuah lagu dikumandangkan, lagu ini menjadi pilihan utama. Dari anak kecil, orang dewasa, hingga para lanjut usia, lagu ini seakan menjadi opsi satu-satunya untuk ditampilkan baik hanya sekadar siulan, senandung, hingga “konser” di kamar mandi.

Meskipun demikian, gaung makna tersurat dan terlebih makna tersirat dari untaian lirik lagu tersebut belum tentu dipahami oleh para penyeruput panasnya kopi di warung-warung kopi. Alasannya, mungkin lagu ini telah dikemas dalam bentuk yang terlalu “mewah” secara linguistik sehingga terkesan tidak jelas antara lirik, lagu, dan nuansanya yang berakibat tidak mudah dicerna oleh pendengarnya. Alasan lain juga bisa, jangan-jangan “penyanyi jadi-jadian” yang ikut-ikutan mengumandangkan lagu ini tidak berusaha untuk menghayati dengan baik lagu tersebut sehingga maksud komponisnya tidak tersampaikan.

Selama beberapa dekade, makna profesi guru telah mengalami eskalasi perubahan yang signifikan namun diharapkan tidak lagi menciptakan distorsi makna: Apakah guru adalah seorang pengajar? Seorang pendidik? Seorang inspirator yang senantiasa memberikan suri tauladan? Perubahan ini termasuk perubahan dalam kesadaran dan sikap, keadaan, metodologi, dan penggunaan konsep-konsep terkait yang tidak terlepas dari tupoksi seorang guru. Konsekuensi dari perubahan ini adalah pengakuan dan penghargaan atas eksistensi profesi guru sebagai entitas yang tidak dapat dipandang sebelah mata (dari segi tugas dan tanggung jawab, BUKAN dari isi dompet ataupun jumlah digit di buku rekening).

Seorang guru memiliki tugas dan kewajiban untuk tidak sekadar menyampaikan materi sesuai dengan target di atas selembar (atau berlembar-lembar) kertas bertajuk “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)”. Akan tetapi, guru juga mempunyai andil perihal bagaimana membentuk generasi yang lebih beradab (atau diksi zaman NOW nya adalah memanusiakan manusia). Inti dari pembelajaran adalah perubahan individu ke arah yang lebih bernilai. Tanpa nilai yang diberikan kepada generasi pembelajar, maka pendidikan dan pengajaran akan abai dari makna proses itu sendiri. Dalam konteks kekinian, dengan berbagai target yang dicanangkan dan diputuskan oleh pemerintah pusat maupun daerah, pembelajaran dan pendidikan secara konsisten membentuk peserta didik menjadi generasi emas.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sosok seorang Oemar Bakri merupakan figur penting bagi suksesnya sebuah proses pembelajaran dan pendidikan. Guru bagaikan aktor atau aktris yang senantiasa dituntut tampil sempurna untuk dilihat, didengar, dan ditiru. Oleh karena itu, sebaik apa pun konsep kurikulum yang dihasilkan pemerintah (Kurikulum 2006 ataupun Kurikulum 2013-atau angka cantik lainnya), kalau gurunya tidak berkualitas maka sasaran dan target pendidikan tidak akan tercapai. Pernyataan ini telah dibuktikan Pemerintah Finlandia yang menerapkan rekrutmen calon guru sangat ketat hingga mengantarkan negara ini berada pada posisi paling tinggi dalam bidang pendidikan dunia. Pelamar calon mahasiswa terbanyak ada pada fakultas keguruan. Hal ini membawa angin segar bagi dunia pendidikan negara terebut, yakni tenaga pengajar di sana adalah putra-putri terbaik bangsanya. Mereka bekerja sebagai pendidik yang tidak direcoki berbagai urusan birokrasi. Dengan kata lain, predikat guru inspiratif tidak akan dibuyarkan oleh usaha untuk melakukan verifikasi dapodik, mengejar kelulusan UKG, dan mengejar tunjangan profesi guru.

Lalu, sudahkan guru di Indonesia saat ini menjadi inspirasi bagi peserta didik? Sudahkah si Oemar Bakri menjadi sang inspirator?

Semuanya tentu berawal dari semangat untuk melahirkan generasi cerdas yang bukan sekedar bisa naik kelas, bukan hanya bisa lulus, tetapi menjadi pribadi-pribadi yang penuh semangat meraih mimpi-mimpinya. Semua itu bisa dilakukan sejak saat ini dan dimulai dari langkah-langkah kecil yang konsisten. Bagi sesama rekan pendidik, rasanya perlu detik ini juga kita bertanya dalam diri dan menjawab secara jujur “Sudahkah saya menjadi si Oemar Bakri yang menginspirasi?” Mungkin kita adalah bagian dari komunitas guru yang memang senang mengajar. Atau barangkali ada pula yang melakukannya sebagai pekerjaan sampingan, mengajar untuk mengisi waktu luang agar bermanfaat bagi yang lain atau sekadar mengais rezeki guna mengisi perut, bukan?

… dan Oemar Bakri pun menyeruput kopi pekatnya dan beranjak menuju sekolah untuk mendidik anak bangsa sembari mengayuh sepeda bututnya….

Komentar