Opini: Helatini, S.Pd., M.Si
SAAT ini hampir semua orang menggunakan aplikasi WhatsApp di handphone yang dimilikinya. Aplikasi WA mudah sekali digunakan, tak perlu keahlian atau keterampilan khusus untuk mengoperasikannya.
Hanya bermodal kuota internet, mendownload aplikasi di playstore, dan memiliki nomor ponsel, maka saat itu juga berselancar di dunia maya bisa dimulai. Wa sebagai media komunikasi dan silaturahmi, sangat membantu mempermudah berbagai urusan, efektivitas waktu bisa diatur, jarak tidak lagi menjadi halangan untuk mempererat tali silaturahmi antar teman, kolega, keluarga, atau teman baru.
Banyaknya pengguna WA, maka bermunculan group-group, komunitas, kelompok atau geng dengan nama dan ikon yang mewakili visi misi anggotanya. Group tersebut sangat bermanfaat bagi anggotanya, banyak hal bisa dibagikan kepada semua angggota dalam satu kali share. Kemudian info – info yang telah didapat dibagikan lagi kepada group lain. Bisa saja terjadi dalam satu waktu kita memperoleh informasi yang sama dari berbagai group yang kita ikuti. Akhirnya kita dibuat kewalahan menghapus ratusan chat dari berbagai group.
Itu semua konsekuensi yang harus diterima, karena kita telah memilih atau menerima dimasukkan ke dalam suatu group. Tak perlu menggerutu, hapus saja. Bukan group namanya jika tidak penuh dengan postingan beraneka ragam, bukan komunitas namanya jika tidak ramai dengan adu argumen, sindir-sindiran, atau senda gurau seru-seruan. Bahkan tak jarang terjadi salah kirim foto, salah kirim video yang tidak semestinya dikirimkan ke group. Senyumin aja, tak perlu terbawa perasaan alias baper.
Diakui atau tidak, WA telah banyak mempengaruhi gaya hidup manusia saat ini. Selfie-selfie kemudian diapload, kegiatan apapun diapload, isi hati pun ditulis menjadi status WA yang bisa dibaca oleh semua kontak yang kita miliki, kecuali jika status tersebut disembunyikan kepada kontak tertentu.
Sekaitan dengan fenomena mengungkapkan isi hati baik suka, duka, perasaan cinta, benci, kesal, dll, seharusnya kita sebagai orang dewasa yang berpendidikan dan sekaligus berkecimpung di dunia pendidikan, berlaku bijak dalam urusan posting memosting. Namanya juga media sosial, otomatis pembaca di dunia nyata dan dunia maya, pasti memberikan penilaian. Menjaga imej itu penting, imej baik tentang diri sendiri harus dilindungi, diperjuangkan dan dipertahankan. Jika status yang ditulisnya amburadul, tak beretika, mencak-mencak, menyebar fitnah, hoax, maka otomatis apa yang ditulis itu melekat dengan dirinya. Maka berhati hatilah menulis status WA.
Gara gara status WA, orang lain bisa tersinggung, marah, antipati, terpropokasi dan bahkan menangis. Maka diperlukan kecerdasan untuk mengelola emosi dan bijak dalam menyikapi. Ada beberapa hal yang harus dilakukan menyikapi status WA teman kontak, diantaranya:
- Jangan mudah terpancing, jangan baper, jangan gede rasa, kepedean, karena status yang ditulis teman belum tentu untuk kita.
- Instospeksi, baca dengan teliti, yakini selalu ada manfaat yang didapat setelah membaca status WA teman, ambil pelajaran.
- Biarkan status yang dipandang tak berguna, jangan ditanggapi, anggap tak pernah ada.
- Jangan menguras energi memikirkan dan menanggapi hal hal yang tak bermanfaat.
Marilah cerdas menggunakan media sosial.
**Penulis adalah Kepala Sekolah SDN Karangtengah, Kepala Sekolah Berprestasi Tk. Kota Tasikmalaya 2019, penulis dan anggota Komunitas Pegiat literasi Jawa Barat.
Komentar