PADA kunjungan pertama Presiden Ir.Soekarno ke Mesir pada 18-24 Juli 1955, ada peristiwa menarik yang tercatat dalam sejarah, yaitu seorang warga Indonesia yang ikut serta dalam iring-iringan Presiden Soekarno ke Mesir diberikan kesempatan untuk menyampaikan Khutbah Jum’at dan sekaligus menjadi Imam Shalat Jum’at di Mesjid Al Azhar (22 Juli 1955).
Beliau adalah KH. Anwar Musaddad,satu-satunya orang Indonesia yang diberikan kesempatan untuk berkhutbah di atas mimbar Mesjid al Azhar.Seorang ulama terkemuka yang berkharismatik tinggi yang dilahirkan di tanah Garut Jawa Barat.Khutbah yang beliau sampaikan saat itu adalah tentang pentingnya mempererat tali persaudaraan.
Sejarah singkat & Perjuangan Ajengan KH Anwar Musaddad Abdullah Alawi
KH Anwar Musaddad lahir 3 April tahun 1910 M. Sejak berusia 4 tahun, ia telah menjadi yatim. Ia bersama adik-adiknya dibesarkan oleh ibunya, Siti Marfu’ah, seorang wiraswasta pengusaha batik Garutan dan dodol Garut “Kuraesin”.
Pada waktu usia sekolah, ia masuk HIS (setingkat SD) Kristen karena sebagai pribumi yang bukan anak pegawai negeri (ambtenar) dan bukan dari kalangan bangsawan (menak), ia tidak dapat masuk HIS Negeri. Kemudian masuk MULO (setingkat SMP) di Kristelijk di Garut, dan AMS (setingkat SMA) Kristelijk di Sukabumi.
Setelah menamatkan sekolah menengah, ia kemudian belajar di Pesantren Darussalam Wanaraja, Garut, selama dua tahun. Pada tahun 1930, ia menimba ilmu ke Mekkah selama 11 tahun di Madrasah Al-Falah. Di Makkah, ia memuntut ilmu kepada para ulama terkenal Makkah masa itu. Antara lain Sayyid Alwi al Maliki, Syekh Umar Hamdan, Sayyid Amin Qubti, Syekh Janan Toyyib (Mufgi Tanah Haram asal Minang), Syekh Abdul Muqoddasi (Mufti Tanah Haram asal Solo).
Pulang ke tanah air, masa berakhirnya penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, ia diangkat menjadi kepala Kantor Urusan Agama Priangan. Pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1949), bersama KH Yusuf Taujiri dan KH Mustofa Kamil, ia memimpin pasukan Hizbullah, melawan agresi Belanda yang ingin kembali menjajah RI. Sempat ditangkap Belanda (1948) dan mendekam di penjara.Baru dibebaskan setelah pengakuan kedaulatan (1950).
Pesantren Cipari, tempat Anwar Musaddad menutut ilmu sebelum berangkat ke Mekkah, adalah sebuah pesantren multifungsi. Selain mendidik para santri menyelami ilmu-ilmu agama Islam, untuk mencapai taraf tafaquh fiddin (ahli agama), juga menggembleng para santri untuk mencintai tanah air dan siap melawan penjajah.
Pada tahun 1953, ia mendapat tugas dari Menteri Agama KH Fakih Usman untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) di Yogyakarta, yang menjadi cikal-bakal Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang kini berkembang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Ia diangkat menjadi guru besar dalam bidang Ushuluddin di IAIN Yogyakarta dan menjadi fakultas tersebut pada tahun 1962-1967. Dalam Dies Natalis IAIN Al-Jami’ah ke-5 ia menyampaikan pidato berjudul Peranan Agama dalam Menyelesaikan Revolusi. Kemudian di tahun 1967, ia ditugaskan merintis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ia kemudian menjadi rektor pertamanya hingga tahun 1974.
Kiprahnya di NU ia pernah menjadi Wakil Rais ‘Am PBNU pada Muktamar NU di Semarang (1980).
Di bidang pendidikan, untuk menggembleng sumber daya manusia yang lengkap sempurna, ketika menjadi Rektor IAIN Sunan Gunung Jati, Anwar Musaddad juga mendirikan Sekolah Persiapan IAIN (SP IAIN) di Garut, Cipasung Tasikmalaya, Cilendek Bogor, Ciparay Bandung, Majalengka.Tujuannya, agar jumlah mahasiswa IAIN meningkat. Tujuan lainnya, sebagai perwujudan obsesi Anwar Musaddad “mengulamakan intelektual” dan “mengintelktualkan ulama”.
Sejak tahun 1976, Anwar Musaddad tinggal di Garut dengan mendirikan Pesantren Al-Musaddadiyah yang mengelola pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Kiai yang terkenal sebagai ahli perbandingan agama, khususnya kristologi ini wafat pada tahun 2000 dalam usia 91 tahun.
Walahualam….
LAHUL FATIHAH
Komentar