Labuhan Batu Selatan, LINTAS PENA–
Komisi II DPRD berkunjung ke Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Labuhan Batu Selatan Provinsi Sumatera Utara terkait Implementasi Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan, Kamis (04/02/2021).
Dalam kegiatan ini, Komisi II diterima langsung oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Labuhan Batu Selatan, Hj. Asni beserta Kabid Pembinaan dan Pengawasan Usaha Perkebunan Leni Puji Astuti.
Ketua komisi II Rubi Handoko dalam sambutannya mengungkapkan bahwa Labuhan Batu Selatan merupakan kawasan perkebunan yang cukup luas sehingga dengan pertemuan ini dapat menambah informasi dan masukan yang nantinya bisa diaplikasikan di Kabupaten Bengkalis.
Kepala Dinas perkebunan dan Peternakan Labuhan Batu Selatan, Hj. Asni mengungkapkan bahwa potensi daerah perkebunan di Labuhan Batu Selatan sekitar 75 persen.
“Dari 43 perusahaan di Labuhan Batu Selatan, sekitar 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit atau sekitar 75 persen bergerak di bidang perkebunan. Sesuai dengan peraturan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2014, sebagian besar aturan tersebut telah diterapkan melalui program peremajaan kelapa sawit, peternakan sapi serta potensi perikanan,” tambah Hj. Asni.
Dituturkan Zamzami Harun, bahwa perlu ada kontribusi perusahaan terhadap pemerintah daerah dan masyarakat karena perusahaan bertanggung jawab atas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat disekitarnya.
“Pada dasarnya pengelolaan perkebunan sawit lebih menitikberatkan pada kelompok tani setempat yang berbadan hukum dan dibuktikan dengan HGU dari BPN agar masyarakat mendapatkan hasil 20 persen kewajiban kelompok tani maupun perusahaan kepada masyarakat,” ujar Hj. Asni menanggapi.
Disisi lain, Adihan mempertanyakan sejauh mana kekuatan pemerintah maupun DPRD terkait pengawasan dan penindakan terhadap perusahaan yang ada di tingkat kabupaten.
Kabid Pembinaan Dan Pengawasan Usaha Perkebunan Labuhan Batu Selatan, Leni Puji Astuti menjelaskan bahwa apapun bentuknya yang dilakukan perusahaan-perusahaan terhadap masyarakat setempat harus diketahui oleh Kepala Dinas terkait.
Mengenai sanksi yakni sanksi tertulis yang telah disepakati bersama oleh beberapa Dinas seperti dinas perkebunan bersama DLH Disnaker dan BPTSP yang bekerja sama dalam mengatasi perusahaan yang bermasalah.
Hendri juga menyatakan bahwa rata-rata lahan perusahaan sebesar ribuan hektare namun terjadi permasalahan antara perusahaan dengan masyarakat tempatan yang tanah maupun lahan masyarakat yang diserobot oleh perusahaan, perlu ada solusi yang diberikan terkait hal tersebut.
“Salah satu cara melihat permasalahan tersebut berdasarkan dari HGU yang dikantongi perusahaan yang dikeluarkan oleh BPN, apakah ada penambahan perlauawan hak atas tanah dari BPN yang realisasinya di lapangan ternyata tanah masyarakat di serobot atau tidak, dapat dibuktikan dengan cara memastikan besar lahan dengan cara mengukur kembali oleh BPN,” tutup Hj. Asni.(MURNI/HUMAS DPRD/ADV)***
Komentar