Oleh: Milda Rizki Rochmahwati, (Mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Malang)
PANDEMI Covid-19 telah menyebabkan peningkatan persentase penduduk miskin pada sebagian besar provinsi di Indonesia. Data BPS menyebutkan bahwa pada Juni 2020, sekitar 22 dari 34 provinsi sudah terdampak. Kemiskinan akibat adanya pandemi terus menyebar antar kelompok masyarakat. Kelompok yang paling terdampak adalah masyarakat yang bekerja atau berusaha di sektor informal, diikuti sektor industri akibat terhambatnya produksi, sektor jasa transportasi akibat kebijakan PSBB, dan anjuran tinggal di rumah. Selanjutnya, dampak pandemi ini semakin terasa di sektor pertanian. BPS menginformasikan bahwa 70,53% penduduk berpenghasilan rendah mengalami penurunan pendapatan, sisanya adalah penduduk berpenghasilan menengah dan tinggi. Pandemi Covid-19 memberi dampak pada seluruh lapisan masyarakat terutama kelompok berpendapatan rendah, melalui mekanisme kombinasi guncangan penawaran dan permintaan yang menyebabkan penurunan kegiatan produktif, pengurangan pendapatan, dan akhirnya penekanan pertumbuhan ekonomi. Makroekonomi ini berdampak pada penurunan rata-rata pengeluaran per kapita di tingkat rumah tangga. Secara bertahap keluarga kehilangan penghasilan dan berpengaruh pada daya beli atau konsumsi rumah tangga. BPS mencatat, penduduk rentan miskin yang bekerja di sektor informal jatuh menjadi miskin dengan jumlah mencapai 12,15 juta orang.
Pandemi COVID-19 membuat ekonomi terpuruk sepanjang 2020. Meski digadang-gadang membaik di tahun 2021 ini, namun sejumlah tantangan masih akan terus membayangi pemulihan ekonomi Indonesia. Sepanjang 2020, Indonesia menghadapi gelombang PHK yang melanda berbagai sektor dunia usaha sebagai akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi karena pandemi COVID-19.
Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan, korban putus hubungan kerja (PHK) masih akan tinggi di tahun depan. Hal ini sebagai dampak dari pandemi COVID-19 yang dinilai belum akan usai di 2021.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran per Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang. Sementara fase kedua akan dimulai di dari akhir 2020 hingga 2021. Sektor manufaktur hingga pariwisata yang banyak menyerap tenaga kerja, belum akan pulih di tahun mendatang.
Akibat adanya gelombang PHK tersebut maka tingkat pengangguran yang besar juga tidak terelakkan. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Agustus 2020, jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang dibanding Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga naik sebesar 0,24 persen poin. Sementara, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019. Penduduk yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang, turun sebanyak 0,31 juta orang dari Agustus 2019. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah Sektor Pertanian (2,23 persen poin).
Sementara sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Industri Pengolahan (1,30 persen poin).
Sebanyak 77,68 juta orang (60,47 persen) bekerja pada kegiatan informal, naik 4,59 persen poin dibanding Agustus 2019. Dalam setahun terakhir, persentase pekerja setengah penganggur dan persentase pekerja paruh waktu naik masing-masing sebesar 3,77 persen poin dan 3,42 persen poin.
Adapun tren kemiskinan di Indonesia sejatinya sempat menurun dalam periode
2015-2019. Dikutip dari Buku Nota Keuangan yang diterima kumparan, tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 11,13 persen di September 2015 menjadi 9,22 persen di September 2019. Di periode yang sama, jumlah penduduk miskin telah menurun dari 28,5 juta orang menjadi 24,8 juta orang, atau telah turun sebanyak 1,91 persen poin (3,7 juta orang keluar dari kemiskinan).
Seperti diketahui, angka kemiskinan sangat erat kaitannya dengan rasio gini atau tingkat ketimpangan pendapatan. Sebagaimana capaian pada penurunan tingkat kemiskinan, rasio gini dalam periode 2015-2019 juga membaik yaitu dari 0,402 di September 2015 menjadi 0,380 di September 2019. Dalam periode tersebut, rasio gini telah menurun sebesar 0,022 basis poin.
Namun, tren ini diperkirakan terhenti karena merebaknya pandemi COVID-19 di akhir kuartal pertama tahun 2020. Pandemi COVID-19 tersebut berimplikasi pada penurunan aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan.(***
Komentar