Oleh: Drs.Andre Vincent Wenas,MM.MBA (Pegiat Media Sosial, Kolomnis, Pemerhati Ekonomi-Politik ,dan Jubir DPP PSI)
KITA sangat setuju dengan panggilan paradoksal yang berbunyi, “kritiklah pemerintah sekeras-kerasnya, dan bantulah ia sekuat-kuatnya!”
Karena memang begitulah seorang sahabat sejati. Bicara apa adanya di depan orangnya, bukan omong manis di depan tapi bicara buruk bahkan menghasut di belakangnya untuk kemudian malah menikam punggung sahabatnya.
Kritik itu berfungsi untuk mengingatkan, juga untuk menyampaikan pandangan dari perspektif yang berbeda. Sehingga gambaran realitasnya jadi lebih utuh. Tentu kritik sangatlah berbeda dengan menghina. Menghina itu cuma bertujuan untuk menyakiti hati, tanpa pretensi untuk mengoreksi apalagi membangun.
Kritik berangkat dari daya kritis (kecerdasan dan niat baik), sedangkan hinaan berangkat dari kebencian (bentuk kebodohan moral dan niat buruk). Kritik yang benar, yaitu yang berangkat dari daya kritis, adalah untuk mengoreksi, merapatkan kembali kesenjangan (gap) antara yang ideal dengan kondisi faktual yang mulai melenceng jalannya.
Karena kita sadar sepenuhnya bahwa definisi problem atau masalah itu adalah kesenjangan (gap) antara yang ideal (yang seharusnya) dengan kenyataan yang sedang terjadi sekarang. Sehingga segala data atau informasi yang faktual mesti bisa disajikan demi merefleksikan realitas yang sesungguhnya.
Maka kritik yang benar itu hanya bisa datang dari seorang sahabat sejati, yang tidak rela melihat sahabatnya jatuh. Sedangkan musuh dalam selimut akan membiarkan sahabatnya minum racun manis, bahkan dengan memberhalakan posisi temannya agar tidak boleh dikritik.
Di titik inilah kita mengajak masyarakat luas untuk semakin menajamkan daya kritis. Yaitu kemampuan untuk menjadi obyektif, dengan tetap mencintai bangsa ini dan mereka-mereka yang sedang berjuang untuk membereskan segala persoalan sengkarut yang menimpa bangsa ini.
Tentu dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing, tanpa sikap memberhalakan orang, partai, atau organisasi tertentu.
Yang wajar-wajar saja, jangan sampai kompas moral kita sendiri dibuat tidak mampu untuk menunjukkan ‘the true north’ (arah yang baik dan benar) lantaran dihalangi oleh fanatisme semu. Atau akibat pekatnya berbagai kepentingan tertentu yang akhirnya malah melaburkan pandangan yang jernih.
Teristimewa dalam masa pandemi ini kita perlu merapatkan barisan, solidaritas total dalam mengawal program pemulihan ekonomi nasional. Mengawal semua program yang sudah dicanangkan menjadi tepat sasaran tanpa ada penyimpangan sedikit pun. Mengawal dengan dukungan yang kritis, bukan dukungan membabi-buta atau dengan kaca mata kuda.
Ini situasi krisis, maka daya kritis amat sangat diperlukan. Bukan tataran berpikir dan bersikap yang biasa-biasa saja! Harus extra-ordinary juga. Dalam situasi krisis, penyimpangan yang sedikit saja bakal besar dampak destruktifnya.
Maka diperlukan kepekaan yang lebih lagi untuk mendeteksi penyimpangan. Sensitivitas mendeteksi penyimpangan sedini mungkin menjadi imperatif demi menihilkan gaya gravitasi yang terus menerus menarik ke bawah.
Repotnya, seringkali gaya gravitasi ini berbentuk musuh dalam selimut yang memang sulit dideteksi, lantaran mulutnya yang selalu bersuara manis seolah bersahabat dalam jalinan koalisi. Tapi bak racun manis ia sesungguhnya sangatlah melumpuhkan, bahkan mematikan.
Kita juga berikhtiar untuk menjaga Presiden Joko Widodo, serta sangat berkepentingan untuk memastikan kerja administrasi pemerintahannya bisa berhasil. Berhasil untuk mengatasi dampak pandemi, yakni krisis akibat stagnasi ekonomi.
Presiden Joko Widodo saat ini adalah pilihan terbaik yang ada untuk mengawal perjalanan bangsa Indonesia menuju cita-cita ideal masyarakat adil makmur. Sampai nanti periode kepemimpinan beliau berakhir sesuai konstitusi.
Pekerjaan ‘cuci piring’ dari berbagai sengkarut warisan rejim lama belum selesai dikerjakan. Mulai dari soal utang konsumtif rejim lama, dosa kemanusiaan masa lalu yang belum tuntas dibereskan, juga ketertinggalan pembangunan infrastruktur yang terbengkalai puluhan tahun, ditambah lagi berbagai program yang menantang di masa depan yang perlu dikerjakan dari sekarang.
Soal pendidikan bagi generasi milenial sebagai tanggung jawab sejarah demi mengapitalisasi bonus demografi adalah agenda penting yang mesti dikerjakan mati-matian sekarang ini. Agar bonus demografi ini tidak hanya berlalu begitu saja denga percuma.
Ini kesempatan emas kita. Dan kesempatan emas ini hanya bisa diraih manakala generasi muda sekarang ini dipersiapkan sebaik-baiknya.
Dipersiapkan orang-orangnya, lewat program pendidikan dan kesehatan nasional, serta lingkungan sosial yang juga kondusif untuk mengoptimalkan segala potensi individual yang ada. Yaitu kondisi sosial yang toleran dan berdasarkan meritokrasi, menghargai prestasi ketimbang identitas suku, agama atau ras tertentu yang sempit.
Generasi muda kita mesti cerdas, sehat dan berada dalam habitat keIndonesiaan yang toleran, dan kondusif bagi mereka mengaktualisasikan segala potensi sumber daya manusia yang unggul. Agar Indonesia bisa maju ke tengah pergaulan bangsa-bangsa dengan kepala tegak dan terhormat. SDM Unggul, Indonesia Maju!
Oleh karena itulah keterlibatan seluruh komponen masyarakat lewat daya kritis sangat diperlukan. Kritis juga untuk membedakan mana musuh pembangunan, yaitu KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Mampu mengidentifikasi mana musuh dalam selimut dan mana yang sungguh tulus untuk membantu pemerintah sekuat-kuatnya.
Seperti kata seorang sahabat, Yustinus Prastowo, yang pernah bilang bahwa, “Kritik juga bisa membangunkan kita dari jebakan rutinitas dan belaian teknokrasi yang kadang meninabobokan. Ini politik, dan adrenalin musti kembali berdenyut dan berdegup, seiring detak perjuangan keseharian rakyat Indonesia.”
Akhirnya, mata kita semua masih terus memandang mereka yang lemah, papa dan miskin, sambil kita selalu diingatkan pada cita-cita bangsa yang belum tergapai, pada misi yang belum tuntas. Masyarakat Adil dan Makmur.
Mari bersama kita terlibat, terus ‘Kawal Indonesia’ yang kita cintai. Caranya?
Kritiklah pemerintah sekeras-kerasnya dan bantulah sekuat-kuatnya!
Komentar