Oleh : Nur Dyyan Umar, C.PS ( Penulis, Penceramah, Spiritualis )
HOMPIMPA Alaium Gambreng memiliki arti yang positif yakni “dari Tuhan kembali ke Tuhan, ayo bermain”. Kalimat tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Sansekerta, yang artinya sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha di awal abad ke-5.
‘Hompimpa alaium gambreng’ juga disebutkan berasal dari Bahasa Sanskerta atau Bahasa Kesustraan Hindu Kuno. Kemudian kalimat tersebut disebarluaskan oleh para leluhur dari wilayah Jawa. Makna dari kalimat ‘Hompimpa alaium gambreng’ menunjukkan pada dasarnya segala kehidupan akan kembali ke Tuhan.
Hompimpa sering dimainkan oleh anak-anak. Hompimpa merupakan sebuah cara untuk menentukan orang yang menang dan kalah dengan menggunakan telapak tangan”. Hompimpa dilakukan sebelum bermain dan biasanya dilakukan jika jumlah pemain lebih dari dua orang.
Beberapa daerah menyebut kegiatan ini dengan nama gambreng. “Hompimpa alaium gambreng” sendiri biasanya digunakan oleh anak-anak yang tinggal di daerah Jawa, sedangkan untuk anak-anak Betawi penggunaan kalimat hompimpa menjadi lebih panjang yakni “Hompimpa alaium gambreng.
Biasanya hompimpa digunakan oleh anak-anak untuk menentukan giliran dalam sebuah permainan. Sewaktu bermain petak umpet misalnya, anak yang kalah hompimpa mendapat giliran sebagai penjaga pos.
Permainan yang menggunakan hompimpa antara lain petak umpet, petak jongkok, bentengan, cublak-cublak suweng, dan lain sebagainya. Hampir setiap permainan tradisional yang membutuhkan tiga pemain atau lebih menggunakan hompimpa untuk menentukan giliran.
Bahasa itu manusiawi dalam pengertian bahwa apa-apa yang sudah dibicarakan di muka (sistem, manasuka, ujaran, simbol) dan komunikasi itu adalah suatu kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia. Ringkasnya bahwa manusialah yang berbahasa sedangkan hewan-hewan lain tidak berbahasa.
Hakikat bahasa ada berapa?
1.Bahasa pada hakikatnya adalah bunyi ujar (lisan) yang berwujud lambang. 2. Bahasa memiliki sistem. 3. Bahasa itu bermakna. 4. Bahasa memiliki fungsi.
2.Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal, yang pertama adanya pergeseran budaya dan nilai terhadap suatu permainan, kedua, kurangnya ketertarikan permainan tradisional karena tidak adanya tantangan dalam suatu permainan dan ketiga, pengaruh lingkungan dan pola interaksi yang menyebabkan tingkatnya kontak langsung.
Adapun nilai-nilai permainan tradisional anak tersebut adalah adanya persamaan status, kebersamaan, ketaatan terhadap aturan, berpikir strategis dan kreatif, kecerdasan, kompetisi, kepekaan sosial, tanggung jawab, sikap lapang dada, dorongan untuk berprestasi, dan belajar untuk menyesuaikan diri.
Dengan memainkan permainan tradisional, anak menjadi terlatih menguasai diri serta menyadari kekuatan orang lain untuk kemudian mengatur strategi yang tepat agar mampu mengatasi permasalahannya, Melalui permainan tradisional, sejumlah aspek dirangsang untuk berkembang.
Manfaat yang didapat antara lain mengembangkan potensi diri melalui kegiatan olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Selain itu, permainan tradisional juga mengandung nilai karakter, seperti nilai religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan nilai integritas..(****