Kota Tasik, LINTAS PENA
Setiap tanggal 16 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional (International Day for Tolerance). Hari Toleransi Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1996, dengan harapan untuk memperkuat toleransi dengan meningkatkan rasa saling pengertian antar budaya dan bangsa.
“Hari Toleransi Internasional diperingati untuk meningkatkan kesadaran tentang prinsip-prinsip toleransi. Selain itu, untuk menghormati budaya, kepercayaan-kepercayaan, tradisi-tradisi, dan memahami risiko-risiko yang disebabkan oleh intoleransi.”jelas Irjen Pol (Purn) Dr. H. Anton Charliyan, MPKN, mantan Kapolda Jawa Barat
Terkait toleransi di Indonesia dalam rangka menyambut Hari Toleransi Internasional tersebut, maka Anton Charliyan bicara panjang lebar kepada LINTAS PENA di rumahj kediamannya di Kota Tasikmalayam Sabtu (15/11/2019). “ Bagi saya, toleransi itu adalah serba saling , yang multi complex , yang harus dimiliki oleh setiap individu sebagai manusia, menyadari denga seutuhnya bahwa pada hakekatnya kodrat manusia itu berbeda. Perbedaan yang harus kita jadikan sebagai sebuah rahmat, bukan sebagai sebuah sekat. Untuk membangun tata kehidupan bersama yang damai, adil dan harmoni. sebagai manusia yang sederajat satu sama lain, tanpa adanya minoritas dan mayoritas ,tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, agama, ras,budaya, bahasa, kulit,dll .,Sejalan dengan semboyan negara kita BHINEKA TUNGGAL IKA – (Berbeda beda tapi tetap satu). Artinya, serba saling yang multi complek dalam arti : saling menghargai ,saling menghormati, saling memaklumi, tepo seliro ,silih ajenan, silih asih, silih asah, silih asuh.dalam koridor etika, norma, agama, adat tradisi, budaya dll Bukan berarti multi saling yang sebebasbeasnya.. yang berarti saling membolehkan, tapi .multi saling, menuju satu peradaban dunia yang unggul, berkarakter, berahlak, beragama, damai, adil, sejahtera dan harmoni.”paparnya.
Lantas, apa wujud harapan ideal dalam hidup bertoleransi?
Anton Charliyan yang masih suka blusukan ke pondok pondok pesantren maupun tokoh tokoh budaya Sunda itu pun mengungkapkan, “Harapannya, kita bisa hidup berdampingan, bukan hanya sekedar sebagai satu agama, satu suku, satu anak bangsa. Tapi lebih jauh dari itu sebagai satu saudara,sebagai satu keluarga besar, saudara yang saling membutuhkan satu sama lain. Karena tidak ada satu manusiapun yang lebih unggul dari yang lain secara keseluruhan.., saudara yang selalu bersama, bersatu dan bersinergi sebagai satu keluarga besar .Al itihadu quatun karena kekuatan itu sesungguhnya ada dalam kebersamaan..yang akhirnya bisa bermanfaat bagi diri sendiri, sesama yang lain, keluarga, bangsa, agama bahkan harus bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitar,”jelasnya.
Ketika ditanya mengenai keprihatinana, kenapa Provinsi Jawa Barat sebagai wilayah ter-intoleran menurut Stara Institute Riset, “Iya kita juga prihatin… Hal tersebut terjadi karena beberapa hal : 1. Jawa Barat khususnya Priangan ,Bogor Bekasi jadi basis organisasi , comunitas , pokok yang mengatas namakan agama yang cenderung berfaham intoleran & radikal 2.Banyak tokoh tokoh centra yang dikenal intoleran & berfaham radikal berasal dari Jawa Barat 3. Sejarah NII DI TII berasal dari Priangan, dimana sekarang keluarga besarnya banyak yang menjadi tokoh makin menguatkan faham tsb, 4. Para pemimpin tokoh Jawa Barat banyak yang terpapar intoleransi dan radikalisme, sehingga menjadikan jalan tol dan tanah subur faham tsb tumbuh dan berkembang.. dan 5, Sikap pemerintah yang awalnya terlalu memberi lampu hijau terkesan membiarkan dan kurang tegas. Pembiaran dan kekuran tegasan ini dianggap sebagai pembenaran oleh masyarakat kecil.”katanya.
Dia menegaskan, bahwa harmoni dan sinergi dalam seluruh aspek kehidupan , sebaga sebuah sistem yang sifatnya universal..karena menyangkut hak azasi sekaligus sifat kodrati manusia yang paling mendasar..seperti agama, kewarganegaraan, idologi adalah hak atau pilihan. Sementara warna kulit, suku dll adalah kodrati..yang harus kita jaga dan hormati bersama, Sinergi dan harmoninya karen akalau tidak, akan menjadikan sikap INTOLERAN”pungkasnya (REDI MULYADI)***
Komentar