oleh

Mengajar Matematika di Fase Operasional Kongkrit

Oleh: Hermanto (Guru SDN Babakan Pendey – Kota Tasikmalaya)

SELAMA pandemi ini banyak orang tua yang mengeluhkan bagaimana susahnya mengajari anak. Salah satu orang tua yang memiliki anak kelas dua  sekolah dasar mengatakan bagaimana susahnya mengajarkan matematika pada anaknya. Keluhan yang disampaikan terjadi karena menanamkan konsep materi matematika yang ternyata sangat sulit di cerna oleh anak dari orang tua tersebut. Hal ini terjadi karena kebanyakan dari kita mengajarkan materi matematika tidak dengan contoh nyata, padahala anak kelas dua sekolah dasar menurut teori perkembangan kognitif anak berada di faseoperasional konkrit.

Di tahap ini anak sudah memahami konsep sebab-akibat secara rasional dan sistematis. Sikap egosentrisnya perlahan mulai berkurang, dan mulai memahami jika tidak semua orang dapat mengutarakan pemikiran, dan perasaannya, dalam fase ini proses pembelajaran haruslah didasarkan pada bukti atau benda bendanyata yang ada di sekitar anak. Sehingga ketika kita menjelaskan mengenai materi matematika maka haruslah materi tersebut di sampaikan dan dicontohkan dengan benda nyata yang ada disekitar anak tersebut. Sehingga anak akan mudah menyerap materi yang diberikan.

Dalam memberikan contoh nyata tidak harus selalu menggunakan media, alat atau bahan yang mahal. Benda disekitar kita pun dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam menerangkan konsep yang semula abstrak menjadi konsep yang nyata dan mudah dipahami. Dengan konsep yang mudah dipahami anak tentu proses pembelajaran pun akan semakin mudah dilakukan dan lebih cepat dikuasai oleh anak. Media yang digunakan pun bisa beragam jenis dan menyesuaikan dengan benda yang berada disekitar kita. Jadi tidak harus mencari atau membuat suatu media yang spesipik yang dalam pembuatannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sebagai contoh ketika kita menjelaskan konsep perkalian, kita bisa memanfaatkan kelereng sebagai media bantunya. Kelereng adalah benda yang biasa dilihat anak, bisa diraba, bisa dirasakan sehingga anak akan memahami bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang dari suatu bilangan yang dikalikan. Perumapaan bilangan tersebut bisa digambarkan dengan sekumpulan kelereng dengan jumlah yang sama kemudian dijumlahakan kembali dengan sekumpulan kelerang lainnya yang jumlahnya pula. Setelah anak mengusai konsep perkalian adalah penjumlahan berulang maka setelahnya kita bisa mulai membawa anak untuk mengabstrakan kelereng tersebut. Ketika penanaman konsep di awal anak di ajak untuk memahami konsep dnegan melihat dan mempraktekan menggunakan benda nyata dan real, setelah paham barulah anak digiring menerapkan konsep secara abstrak tanpa menggunakan benda nyata dan real yang dapat dilihat.

Contoh lain misalnya ketika menjelaskan konsep pembagian berulang, kita pun bisa menggunakan teknik yang sama ketika menjelaskannya. Kita bisa menggunakan terlebih dahulu benda nyata, untuk kemudian setelah anak mngusai konsep kita bisa menggiring perlahan untuk menerapkannya secara abstrak tanpa bantuan benda nyata lagi.

Penggunaan media atau benda nyata dan konkrit yang ada sekitar anak tentunya akan sangat membantu dan mempermudah ketika menjelaskan dan menguraikan mengenai suatu konsep matematika. Anak akan selalu mengingat bagaimana penerapan suatu teori karena anak disajikan penjelasan berdasarkan hala yang real yang bisa mereka lihat, sentuh dan rasakan sebagaimana penggunaan contoh kecil pada penjelasan sebelumnya. Perlu ditekankan bahwa media yang digunakan tidak harus selalu sesuatu yang spesial, yang terpenting adalah siswa mampu mengenali dan melihat, merasakan benda yang digunakan sebagai alat bantu ketika kita menjelaskan suatu teori matematika.@@@

Komentar